Sukses

Kondisi Artidjo Alkostar Sebelum Meninggal Dunia

Praktisi hukum, Sugito Atmo Pawiro mengungkap kondisi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Artidjo Alkostar sebelum meninggal dunia.

Liputan6.com, Jakarta- Praktisi hukum, Sugito Atmo Pawiro mengungkap kondisi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Artidjo Alkostar sebelum meninggal dunia. Dia menyebut, pada 18 Agustus 2020, jantung Artidjo Alkostar melemah.

Saat itu, dokter jantung merekomendasikan agar Artidjo Alkostar menjalani perawatan di rumah sakit. Namun, mantan hakim agung itu menolak.

"Kebetulan dapat rekomendasi dari dokter untuk dirawat tapi Artidjo tidak mau," kata Sugito dalam diskusi, Sabtu (6/3).

Sugito mengaku sempat mengajak koleganya membujuk Artidjo agar bersedia dirawat di rumah sakit. Bujukan tersebut tidak berhasil. Artidjo tetap tidak ingin menjalani perawatan di rumah sakit.

Untuk mencegah kondisi memburuk, Sugito meminta alat perawatan kesehatan dari dokter dibawa ke rumah dinas Artidjo. Sejak saat itu, Artidjo juga mulai melakukan pengecekan kesehatan ke dokter secara berkala.

"Kalau ditanya (dokter) bagaimana kondisi Pak Artidjo? 'Oh saya sehat, saya makan, saya normal'. Padahal waktu saya jemput ke rumah dinas, beliau jalan kaki sudah sangat berat dan sangat mengkhawatirkan karena pipi kelihatan sudah mulai membesar dan paha kaki sudah mulai menghitam. Katanya itu tanda-tanda kena serangan jantung," jelas Sugito.

Artidjo Alkostar, lanjut Sugito, sempat memintanya untuk mengatur ulang jadwal pengecekan kesehatan. Artidjo menginginkan pengecekan kesehatannya dilakukan satu kali dalam waktu tiga bulan. Sementara yang dijalani saat itu, pengecekan kesehatan dilakukan satu kali dalam waktu dua minggu.

"Loh (waktu itu) saya (bilang), saya kan bukan dokter. Dokter yang tahu soal pengecekan kesehatan," kata Sugito.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kondisi Semakin Memburuk

Tak berselang lama, kondisi Artidjo terlihat semakin memburuk. Artidjo kemudian memutuskan untuk pindah dari rumah dinasnya ke apartemen biasa.

Pada Sabtu (27/2/2021), Sugito mengaku mendapat informasi dari keponakan Artidjo bahwa mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI itu tak bisa ditemui. Pintu apartemen Artidjo tidak bisa dibuka.

Sugito langsung mendatangi kediaman Artidjo. Dia juga berdiskusi dengan orang terdekat Artidjo agar pintu apartemen dibuka.

"Saya sudah diskusi sama supirnya (Artidjo), kalau misalnya mau digedor khawatir ada sesuatu terjadi. Jadi minta tolong satpam atau saksi lainnya. Akhirnya jam 2 (Minggu, 28 Februari) dipaksa digedor, dibuka, beliau sudah wafat. Kami terus terang waktu itu sangat sedih dan sangat kehilangan," tandasnya.

Reporter: Supriatin

Sumber: Merdeka