Liputan6.com, Jakarta - Di beranda Istana Merdeka, terdapat sebuah kursi rotan yang Sukarno menamakannya kursi presiden. Di kursi itu, Bung Karno sering duduk termenung sambil memandangi taman. Namun pada Rabu 9 Maret 1960, Ia absen, tidak menduduki kursi itu karena sesuatu alasan.
Siapa sangka. Di tengah kesunyian beranda Istana, tiba-tiba dari atas langit Istana, terdengar suara pesawat yang terbang rendah. Pesawat MiG-17 itu lantas memuntahkan tembakan mematikan persis di tempat biasanya Bung Karno duduk di kursi presiden tersebut. Sang Putra Fajar pun selamat dari maut.
Baca Juga
"Sebuah pesawat udara yang terbang rendah menjatuhkan bingkisan mautnya tepat di kursi biasa aku duduk. Rupanya Tuhan tengah menggerakkan tangan-Nya untuk melindungiku," kenang Sukarno soal peristiwa itu dalam buku biografinya yang ditulis Cindy Adams seperti dikutip dari Merdeka.com.
Advertisement
Adalah Daniel Alexander Maukar, pria kelahiran Bandung, Hindia Belanda (sekarang Indonesia) 20 April 1932 yang menembaki Istana Presiden Sukarno. Dani -- sapaan Daniel Maukar -- menembaki Istana Merdeka di siang bolong.
Dani yang juga dijuluki Tiger ini memberondong Istana dengan tembakan kanon 23 mm dari pesawat MiG-17. Ia merupakan salah satu pilot terbaik Angkata Udara Republik Indonesia (AURI) saat itu, kini Tentara Nasional Indonesia Angkata Undara (TNI AU).
Dani disebut sebagai salah satu pilot terbaik lantaran menjadi salah satu penerbang pesawat tempur buatan Uni Soviet itu. Kanon yang dijatuhkan olehnya menghantam pilar dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja Sukarno. Untunglah Sukarno tak berada di situ. Dia tengah memimpin rapat di gedung sebelah Istana Presiden.
Sebelum menembaki Istana Presiden Sukarno, Dani terlebih dahulu memberondong tangki bahan bakar Tanjung Priok hingga meledak.Â
Â
Â
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dijuluki Tiger
Dalam laporan Tempo.co 'Saat Pesawat MiG-17 Menyerang Istana' disebutkan bahwa pada 9 Maret 1960, Istana Merdeka diberondong sebuah MiG-17 dengan sedikitnya 2 pucuk meriam otomatik Nudelmann-Rikhter kaliber 23 mm.Â
Dalam blogmiliterindonesia 'Sejarah Indonesia: Usaha Percobaan Pembunuhan Soekarno oleh Maukar' disebutkan usai menembak Istana, Dani merasa gerogi. Tangannya terasa basah. Ada perasaan tak enak di hati.
Kemudian pesawat itu dia kebut ke selatan dan dalam lima menit sudah berada di atas Bogor. Targetnya kali ini adalah Istana Bogor. Dengan rasa malas, Dani tetap memberondong dan menghabiskan semua peluru kanon 37 mm.
Tidak seperti di Istana Merdeka, tembakan kali ini tidak mengenai gedung Istana Bogor. Dani membawa pesawat menanjak ke ketinggian 18.000 kaki mengambil heading Bandung dan akhirnya karena kehabisan bahan bakar, pesawat itu mendarat darurat di persawahan, di daerah Leles, Garut, Jawa Barat.
Rencananya dia akan dijemput para pejuang Darul Islam pimpinan Kartosoewiryo. Namun Dani keburu ditangkap pasukan TNI. Berakhirlah petualangan salah satu pilot muda jagoan AURI itu.
Letnan Kolonel Penerbang Omar Dhani mewakili Korps Penerbang AURI pada saat itu menyampaikan permintaan maaf kepada Presiden Sukarno. Bahkan, Kepala Staf Angkata Udara Suryadarma saat itu bermaksud mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas ulah anak buahnya. Namun permintaan itu ditolak.
"Kejadian ini cukup dipertanggungjawabkan oleh mereka yang terlibat," kata Sukarno yang dikutip dari buku Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen, karya Walentina Waluyanti De Jonge.
Keesokan harinya, Asisten Direktur Penerbangan AURI Mayor Udara Agus Suroto mengumumkan Pengadilan AURI Daerah Pertempuran akan mengadilinya. Dani duduk di kursi pesakitan pada 20 Juli 1960.
Â
Advertisement
Bantah Coba Bunuh Sukarno
Dani sendiri membantah mencoba membunuh Sukarno. Dia berdalih aksinya hanya sekadar peringatan. Sebelum menembak Istana Presiden, ia sempat bertanya kepada petugas pangkalan yang baru kembali dari depan Istana. Ia bertanya apakah ada bendera kuning berkibar di depan Istana. Setelah dijawab tidak, ia tahu itu artinya Bung Karno sedang tidak berada di Istana.
Dalam pengakuannya, Dani mengungkapkan bahwa ia merasakan adanya pendekatan yang sistematis dari orang-orang yang tergabung dalam pergerakan Perdjoengan Rakjat Semesta (Permesta) terhadap dirinya. Namun waktu itu, ia belum menyadari.
Diakuinya ia mulai termakan hasutan tentang kisah ketimpangan pembangunan di Sulawesi Utara. Menurutnya ini tidak adil. Padahal Sulawesi Utara sudah banyak diperas untuk pembangunan negara, di antaranya melalui hasil kopra.
"Provokasi itu semakin diperuncing dengan kisah tentang Sukarno yang mulai main mata dengan Komunis," kata Walentina dalam bukunya, Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen.
Itu membuat para pejuang Minahasa di Permesta merasa dikhianati, padahal tidak sedikit pejuang Minahasa yang ikut mempertaruhkan nyawa berjuang merebut kemerdekaan. Umumnya para pemberontak separatis di berbagai daerah ketika itu, termasuk Permesta adalah pejuang yang gagah berani dalam mengusir Belanda pada masa revolusi.
Gejolak darah muda Dani mulai terbakar dengan semua kisah provokatif tersebut. Rasa cinta pada tanah leluhurnya bangkit untuk memprotes ketidakadilan itu. Idealismenya sebagai pemuda Minahasa yang peduli nasib kampung halamannya membuat Permesta semakin bergairah mendekatinya.
"Keandalannya sebagai pilot pesawat tempur MiG 17 plus darah kawanua-nya membuat Permesta melirik potensinya. Dani memang sangat mahir bermanuver tajam dengan jet MiG-17 bahkan dalam keadaan mati mesin, ia masih mendaratkan pesawatnya dengan selamat," tulis Walentina.
Daniel Maukar mengaku kecewa dengan cara Soekarno memberantas gerakan Permest, padahal di matanya, orang-orang Permesta kebanyakan adalah pejuang-pejuang berjasa bagi negara. Permesta hanya ingin pembenahan otonomi. Sparatisme bukanlah tujuan. "Penyerangan ke Istana adalah ekspresi kekecewaannya sekaligus ingin memperingatkan Bung Karno," tulisnya lagi.
Setelah melalui persidangan yang memakan waktu cukup panjang, Daniel Maukar kemudian dijatuhi hukuman mati. Namun pada 22 Juni 1961, Sukarno mengeluarkan surat Keputusan Presiden No. 322 tahun 1961 yang berisi pemberian amnesti dan abolisi kepada para pengikut gerakan Permesta yang telah memenuhi panggilan pemerintah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Maukar menjadi salah satu pihak yang mendapat amnesti presiden. Ia diampuni Sukarno tahun 1964. Namun baru betul-betul dibebaskan Maret 1968, pada era Suharto setelah melalui pelbagai proses.