Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan laporan Inter-Parliamentary Union (IPU) 2020, Indonesia merupakan satu dari 58 negara yang memiliki ketua parlemen perempuan sekaligus mewakili rata-rata 20,9 persen populasi di seluruh dunia.Â
Hal itu dikatakan oleh Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon. Dia mengungkapkan bahwa keterwakilan perempuan dalam parlemen memberikan kontribusi besar dalam upaya melawan bias gender dan ketidaksetaraan baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dalam siaran persnya Senin (8/3), Fadli menegaskan dalam momen peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day setiap 8 Maret yang pada 2021 ini mengangkat tema #ChooseToChallenge bermakna bahwa setiap individu memiliki pilihan untuk terus menyuarakan kampanye positif guna melawan bias gender dan ketidaksetaraan.
Advertisement
"Total keterwakilan perempuan di parlemen seluruh dunia mengalami kenaikan 0,6 poin sejak 2019 hingga 2020 telah mencapai 25,5 persen. Meski demikian, jumlah ini masih belum juga mewakili populasi perempuan seluruh dunia hingga kita melihat 50 persen anggota parlemen secara global adalah perempuan. Semoga ke depannya semakin banyak perempuan yang dapat terlibat dalam politik dan pembuatan kebijakan serta pengambilan keputusan publik," ujar Anggota Komisi I DPR RI tersebut.
Politisi Fraksi Partai Gerindra itu menekankan, dalam melaksanakan fungsi Diplomasi Parlemen guna mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, DPR terlibat aktif dalam berbagai forum internasional.
"Seperti Women Speakers of Parliament, Forum of Women Parliamentarians of Inter-Parliamentary Union (IPU), Women Parliamentarians of ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (WAIPA), Women Political Leaders (WPL) Global Forum, dan Commission on the Status of Women (CSW) bangsa melalui keterlibatan aktif dalam dunia politik dan ekonomi," ujar legislator dapil Jawa Barat V itu.
Seperti diketahui, pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia telah mengakibatkan terhambatnya aktivitas perekonomian seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menyebabkan perempuan terdampak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di samping itu, sebagai garda terdepan dalam berbagai upaya penanggulangan Covid-19 baik di tingkat keluarga, komunitas, maupun nasional, peran perempuan tidak dapat dikesampingkan dalam membawa perubahan positif di tengah situasi kritis seperti saat ini.
Â
(*)