Liputan6.com, Jakarta Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto menemukan upaya manipulasi opini publik dalam konflik yang terjadi antara Partai Demokrat pro Moeldoko dengan pro Agus Harimurti Yudhyono (AHY).
Dia menuturkan, manipulasi opini ini dilakukan oleh pihak yang mendukung KLB Moeldoko baik itu oleh buzzer maupun influencer yang disebutnya sebagai pasukan siber.
"Dalam konteks ini, menarik menyimak bahwa telah terjadi upaya manipulasi opini publik untuk memberi legitimasi pada KLB bahkan jauh sebelum KLB berlangsung. Manipulasi opini publik ini tampak dari kemunculan narasi KLB sebanyak ratusan ribu dalam waktu singkat," kata Wijayanto dalam keterangan tulis, Senin (8/3/2021).
Advertisement
Pasukan siber pendukung KLB Demokrat ini, menurutnya memainkan narasi yang mencoba mengeksploitasi emosi publik dengan melihat bahwa apa yang terjadi pada Partai berlambang bintang mercy ini adalah wajar. Adapun alasannya diantaranya, Partai Demokrat memainkan politik dinasti, kader Partai Demokrat dinarasikan sebagai korup.
Lalu ada yang menyatakan karma, sebagai akibat dari apa yang telah dilakukan SBY di masa lalu terhadap PKB Gus Dur). Terakhir, Moeldoko menyelamatkan Partai Demokrat yang memang bobrok.
Wijayanto menganalisis, kubu pendukung AHY juga melakukan perlawanan atas manipulasi opini publik di ruang maya itu. Mereka mencoba melawan dengan narasi: KLB Bodong, KLB abal-abal, KLB Dagelan, Selamatkan Partai Demokrat, selamatkan demokrasi dan sebagainya.
"Meskipun demikian, tampak bahwa pemenangnya adalah kubu pendukung Moeldoko dan KLB. Hal ini tampak dari tagar paling dominan adalah tagar#MoeldokoSaveDemokrat sebanyak 15.576 tweets dan #MoeldokoKetumPDSah sebanyak 14.621 jauh melampaui tagar lainnya," kata dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemunduran Demokrasi
Tragedi KLB Partai Demokrat, kata Wijayanto merupakan refleksi semakin seriusnya kemunduran demokrasi di Indonesia antara lain yang dicirikan oleh diberangusnya lawan politik dengan berbagai cara mulai dari persuasi hingga koersif melalui intervensi kekuasaan.
Selain itu, Wijayanto menambahkan tragedi KLB ini juga merefleksikan sudah musnahnya etika politik di antara elite politik yang menggunakan praktik-praktik Machiavellian untuk meraih kekuasaan.
"Mereka percaya bahwa dukungan dan kepercayaan publik bisa didapat dengan manipulasi opini publik pada akhirnya. Mudahnya partai diremukkan oleh intervensi kekuasaan juga merefleksikan lemahnya partai politik di Indonesia, antara lain karena miskin ideologi dan berjarak dari warga karena masih tenggelam dalam pragmatisme politik. Partai masih tergantung pada satu figur sentral, sarat dengan oligarki dan politik dinasti sehingga publik tidak melihat partai sebagai institusi yang memperjuangkan aspirasi mereka," kata dia.
Advertisement