Liputan6.com, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Depok, telah menerima adanya laporan karyawan yang digantungkan nasibnya, akibat perusahaan yang berada di wilayah menutup produksi. Ironisnya, pelaku usaha asal Korea telah melarikan diri.
Ketua FSPMI Kota Depok, Wido Pratikno mengatakan, telah mendapatkan informasi terkait adanya perusahaan yang menutup produksinya di Kota Depok. Namun, FSPMI tidak dapat melakukan intervensi dikarenakan karyawan perusahaan tidak bergabung ke serikat pekerja.
Baca Juga
“Bahkan pemilik perusahaan telah meninggalkan Indonesia dan 300 karyawan tanpa kepastian,” ujar Wido, Selasa (9/2/2021).
Advertisement
Wido mengungkapkan, peristiwa yang menimpa karyawan tersebut sudah diinformasikan ke Dinas Tenaga Kerja Kota Depok dan telah diputuskan perusahaan harus membayar pesangon. Namun pemilik perusahaan telah meninggalkan Indonesia.
“Kami juga berkoordinasi dengan Imigrasi terkait pemilik perusahaan untuk melacak pemilik perusahaan,” terang Wido.
Wido menjelaskan, selama pandemi COVID-19 sebanyak 2.500 orang dirumahkan dan 500 orang mengalami PHK. FSPMI telah memperjuangkan pekerja yang tergabung dalam serikatnya. Bahkan, karyawan yang di PHK dan dirumahkan telah mendapatkan pembayaran sesuai mekanisme yang berlaku.
“Kebanyakan merupakan karyawan garmen seperti karyawan Panasonic, Sakti, dan sejumlah perusahaan lainnya,” ucap Wido.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Perusahaan Formal
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Depok, Manto Jorghi mengatakan, Dinas Tenaga Kerja Kota Depok belum mendapatkan kembali laporan perusahaan formal yang menutup usahanya. Dinas Tenaga Kerja Kota Depok telah menindaklanjuti sejumlah perusahaan yang menutup usahanya, salah satunya Giant di Margo City.
“Perusahaan yang telah menutup usahanya telah memberikan pesangon atau menempatkan karyawan di lokasi cabang lain,” ujar Manto.
Manto menuturkan, Dinas Tenaga Kerja Kota Depok tidak mengetahui penutupan usaha informal, seperti rumah makan. Hal itu dikarenakan usaha informal bekerja tanpa terikat kontrak dan pembayarannya dilakukan secara sendiri.
“Kami hanya menerima laporan perusahaan formal untuk informal belum ada secara khusus,” pungas Manto.
Advertisement