Sukses

Survei: 42 Persen Masyarakat Alami Kekerasan Berbasis Gender Selama Pandemi

Pandemi juga mempengaruhi kesehatan mental dan menyebabkan konflik keluarga karena terlalu lama dekat satu sama lain selain tekanan pengangguran dan stres.

Liputan6.com, Jakarta Sedikitnya 42 persen masyarakat yang disurvei telah melaporkan mengalami beberapa bentuk kekerasan berbasis gender (GBV) selama pandemi Covid-19, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP) dan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab South East Asia (J-PAL SEA) yang diluncurkan Rabu (10/3/2021).

Penelitian berjudul Memahami Kesejahteraan dan Penghidupan Masyarakat Saat Pandemi Covid-19 di Indonesia ini bertujuan untuk memahami dampak pandemi Covid-19 terhadap kekerasan berbasis gender dan pekerjaan mengasuh anak yang tidak dibayar.

Studi tersebut dilakukan secara online dan melalui wawancara telepon dari Oktober hingga November 2020, kepada lebih dari 1.000 responden di delapan kota. Sekitar 46,5 persen responden adalah perempuan. Responden berasal dari provinsi Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan.

Sementara delapan persen perempuan kehilangan pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, persentase laki-laki yang menganggur lebih tinggi, yaitu 15,2 persen.

Sebanyak 53 persen dari responden ini kehilangan pekerjaan karena tekanan ekonomi akibat pandemi. Perubahan ini juga mempengaruhi kesehatan mental dan menyebabkan konflik keluarga karena terlalu lama dekat satu sama lain selain tekanan pengangguran dan stres.

Pekerjaan mengasuh yang tidak dibayar terdistribusi secara tidak merata di rumah tangga dimana perempuan menghabiskan lebih dari tiga jam untuk mengasuh anak dibandingkan dengan laki-laki yang melakukan pekerjaan yang sama tetapi hanya di bawah dua jam sehari.

"Meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai menuju kesetaraan gender, studi seperti ini menunjukkan masih banyak yang harus dilakukan. Bekerja sama dengan UNDP dan komunitas internasional, saya harap kita dapat mengembangkan kebijakan dan praktik yang memberdayakan perempuan dan mengatasi penyebab kekerasan berbasis gender dan berupaya mengakhirinya," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam sambutannya di webinar yang digelar Katadata, Rabu (10/3/2021).

Pada webinar tersebut, Norimasa Shimomura Resident Representative UNDP Indonesia mengatakan, pandemi telah menghambat penyediaan layanan bagi para korban GBV. UNDP, pemerintah, dan para mitra telah berupaya untuk memastikan kelangsungan penyediaan layanan yang aman bagi para korban GBV.

"Tetapi respons yang paling efektif terhadap GBV adalah pencegahan. Dan pencegahan adalah fungsi pemberdayaan perempuan. Itulah mengapa kita harus memberdayakan perempuan baik di dalam rumah tangga, dan di tempat kerja, formal maupun informal serta memastikan kontribusi mereka kepada masyarakat," kata Norimasa.

Sedangkan Prani Sastiono, Wakil Kepala Grup Kajian Ekonomi Digital dan Ekonomi Tingah Laku LPEM FEB UI mengatakan, studi yang mereka lakukan mengonfirmasi kenyataan bahwa perempuan terdampak secara tidak proporsional oleh situasi seperti pandemi, terutama dalam pekerjaan dan tugas mengasuh anak.

"Saya harap studi ini dapat berfungsi sebagai landasan untuk diskusi dan pengembangan kebijakan guna mengatasi beberapa kendala yang ditemukan selama penelitian kami," tegas Prani.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Alasan Terjadinya Kekerasan

Studi tersebut juga menyimpulkan tidak ada perbedaan gender yang signifikan dalam hal pelecehan untuk semua jenis kekerasan. Responden perempuan dan laki-laki menyebutkan situasi keuangan, pengangguran dan kebutuhan untuk meluangkan waktu membantu anak-anak dengan pekerjaan sekolah mereka sebagai alasan kekerasan berbasis gender.

Responden perempuan melaporkan masalah terkait pekerjaan rumah tangga sebagai salah satu penyebabnya, sedangkan laki-laki melaporkan beban kerja yang berat dan jam kerja yang panjang sebagai alasan terjadinya kekerasan.

Â