Sukses

AMSI Sarankan Tim Kajian UU ITE Perketat Aturan untuk Platform Digital

Wenseslaus Manggut meminta Tim Kajian UU ITE tak hanya fokus menyehatkan dunia digital saja, tetapi juga perlu menerapkan aturan ketat terhadap platform digitalnya.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut meminta Tim Kajian UU ITE tak hanya fokus menyehatkan dunia digital saja, tetapi juga perlu menerapkan aturan ketat terhadap platform digitalnya.

Hal ini disampaikan saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) Kajian UU ITE, Rabu 10 Maret 2021.

Dalam FGD yang digelar secara virtual ini, Wenseslaus menilai platform digital seharusnya turut bertanggung jawab mengawasi konten bermuatan negatif. Karena hampir 90 persen konten media sosial distribusinya dikuasai oleh Platform digital.

"Maka kebencian sudah menjelma menjadi produk yang laku dijual, karena yang nonton banyak, engagement kebencian dan hoaks itu tinggi sekali. Begitu ada orang yang buat video yang nuansanya kebencian, provokatif, cepat sekali share-nya, orang yang nonton semakin banyak dan kalau ada iklan yang masuk maka dia menjelma menjadi produk," kata dia.

"Bayangkan kalau yang kita atur hanya orang yang bikin videonya tanpa mengatur platformnya. Yang bikin video kita tangkap, platformnya tetap untung karena videonya tetap ditonton oleh ribuan orang," lanjut dia.

Sementara perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim yang juga hadir dalam FGD, berharap pemerintah memiliki komitmen dan serius dalam merivisi UU ITE. Pasalnya dalam tiga tahun terakhir AJI mencatat 25 kasus kriminalisasi Jurnalis yang berkaitan dengan UU ITE.

"Kalau berkaca dari kasus-kasus yang dialami oleh teman-teman jurnalis, ini sudah sangat mengganggu kerja jurnalisme, padahal dalam melakukan kerja Jurnalisme, sudah dilindungi oleh Undang-undang," ujar Sasmito.

Sementara itu, anggota Dewan Pers Imam Wahyudi menilai azas dan tujuan dari UU ITE sangat mulia, bahkan sejalan dengan prinsip jurnalisme yaitu untuk kemaslahatan publik. Namun dalam perjalanannya, UU ITE justru menjadi momok yang menakutkan. Ia berharap agar UU ITE tak hanya direvisi namun juga tidak lagi mengancam kebebasan pers.

"Pasal 27 UU ITE adalah monster yang kemudian selama ini bukan hanya menghantui namun seperti Dementor di film Harry Potter, benar-benar menghisap bukan hanya ke penjara namun juga nyali mereka karena ada pasal 27 ayat 3 dan juga pasal 28 dan pasal 40 soal ancamannya." kata Imam.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Banyak Regulasi Bertentangan

Sementara, Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin mengatakan, meski kebebasan pers menjadi amanat konstitusi dimana keberadaanya diakui dan dijamin Undang-undang, prakteknya masih banyak ditemukan regulasi yang semangatnya bertentangan dengan UU Pers, salah satunya adalah UU ITE.

"UU ITE dianggap menjadi salah satu penghambat kebebasan pers, meskipun UU ITE diklaim tidak menyasar Pers, namun nyatanya terdapat banyak kasus watawan yang dijerat dengan UU ITE bahkan hingga divonis bersalah oleh Hakim," kata dia.

Menanggapi masukan dari berbagai narasumber, Ketua Tim Perumus UU ITE Sugeng Purnomo mengatakan, pers memiliki peran penting di era demokrasi. Untuk itu, masukan dan pemikiran insan dan Asosiasi Pers sangat diperlukan Tim kajian untuk memperkaya informasi dan pandangan.

"Hal yang sangat menarik adalah bahwa tidak bisa dipungkiri di alam demokrasi peran dari teman-teman media sangat berguna dalam memberikan informasi," kata Sugeng.

"Kita menghadirkan para narasumber untuk kita dengar, apa yang menjadi pemikiran para narasumber untuk kita catat dan nanti kita diskusikan. Semoga tim dapat menyelesaikan tugas dengan baik," lanjut dia.

Hingga saat ini, Tim Kajian UU ITE masih membuka masukan dan saran dari masyarakat yang belum sempat diundang menjadi narasumber. Bagi masyarakat ingin memberi masukan kepada tim bisa melalui email: KajianUUITE@polkam.go.id.

 

Reporter: Intan Umbari

Sumber: Merdeka.com