Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa hukum Partai Demokrat Kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Bambang Widjojanto menyebut Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) sebagai bentuk brutalis demokratik di era pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Kalau kemudian ini difasilitasi, diakomodasi tindakan-tindakan seperti ini. Ini bukan sekedar abal-abal, ini brutalitas, brutalitas demokratik terjadi di negara ini pada periode kepemimpinannya Pak Jokowi," ucap Bambang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (12/3/2021).
Menurut mantan Wakil Ketua KPK ini, masalah KLB Demokrat merupakan sesuatu yang serius bagi atmosfer demokrasi di Indonesia.
Advertisement
Dia menilai, jika para aktor yang terlibat untuk merebut kepemimpinan partai berlambang Bintang Mercy itu dari tangan AHY difasilitasi kekuasaan, maka semua partai juga bisa mengalami hal yang serupa.
"Dan itu mengancam bukan hanya partai, tetapi seluruh sendi kehidupan bagi masyarakat, bagi bangsa dan bagi negara ini. Jadi ini bukan persoalan main-main," kata Bambang.
Kemudian menurut Bambang, kehadiran Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dalam kemelut itu juga menjadi lambang keikutsertaan kekuasaan dari konflik internal partai itu.
"Simbol negara ada di situ, nah kami ingin menggunakan hukum dan memuliakan hukum melalui pengadilan ini dan mudah-mudahan hukum akan berpihak dan berpijak pada kepentingan dan kemaslahatan demokrasi," tegas Bambang.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Daftarkan Gugatan
Bambang bersama Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta untuk mendaftarkan gugatan tersebut pada Jumat (12/3/2021).
"Kami akan melakukan gugatan perbuatan melawan hukum, ada 10 orang yang tergugat nama-namanya nanti saja kami rilis ya. Kenapa kami menggugat mereka? Karena para tergugat itu telah melakukan perbuatan melawan hukum," ucap Herzaky Mahendra Putra di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta (12/3/2021).
Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud berupa dugaan melanggar AD/ART partai yang telah diakui Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly pada 18 Mei 2020.
"Mereka juga melanggar konstitusi negara, tepatnya Undang-Undang Dasar 1946 Pasal 1, karena Indonesia ini negara hukum yang demokratis," kata dia.
Herzaky mengungkapkan bahwa langkahnya kali ini diharapkan dapat menjadi benteng terakhir dalam menghadapi konflik yang menerpa partainya.
"Di sini kami mencari keadilan, kenapa ini juga melanggar kalau selama ini selalu didengung-dengungkan terkait UU Parpol. Karena sangat jelas mereka melanggar UU Parpol," ucap Herzaky.
Herzaky menguraikan pasal yang dilanggar oleh kesepuluh tergugat dalam UU Parpol ialah Pasal 26. Di mana dalam pasal itu menyebutkan bawah kader yang telah diberhentikan tidak dapat membentuk kepengurusan ataupun membentuk partai politik yang sama.
"Itu salah satu pasal saja yang kami sebutkan, tapi ada lagi pasal-pasal yang lain yang kami juga sampaikan dalam gugatan ini," pungkas Herzaky.
Advertisement