Liputan6.com, Jakarta: Puing-puing bangkai mobil itu membisu di depan Sari Club, Kuta, Bali. Beserakan dimana-mana. Di antara kegosongan beberapa potong kerangka mobil, terlihat warna aslinya: abu-abu. Bagi masyarakat awam, tak ada yang istimewa dari rongsokan bermerek Mitsubishi Colt L-300 itu. Tapi tak demikian buat polisi.
Personel kepolisian yang terkumpul dalam Tim Gabungan Penyelidik Kasus Ledakan Bali mencurigai alat transportasi bernomor polisi DK 1324 BS tersebut. Setiap inci kendaraan itu ditelisik, rangkanya pun dibongkar. Ternyata, nomor rangka mesin dalam sasis mobil tersebut lenyap. Dari sinilah bau busuk mulai tercium.
Dengan menggunakan teknologi re-etching, permukaan besi mesin itu lantas diolesi pelbagai cairan kimia. Beberapa jam kemudian muncul bayangan nomornya: GB 611286. Namun, ketika dikonfirmasi, perakit Mitsubishi wilayah Indonesia membantah pernah memproduksi mobil dengan nomor sasis seperti tertera di atas. Teknik re-etching pun kembali dilakukan dan didapat nomor lain: GB 011286. Rupanya, mobil bernomor kerangka seperti itu dimiliki seorang pendeta yang berdomisili di Jawa Tengah. Polisi menemukan kendaraan itu terparkir rapi di depan sebuah gereja dengan kondisi masih bagus. Berarti, ini mobil lain yang jelas-jelas bukan Mitsubishi L-300 yang ditemukan di Kuta.
Bagusnya, polisi tak menyerah. Mereka lantas membongkar serpihan-serpihan mesin mobil yang tersisa. Ditemukanlah pelat uji kelaikan mobil (KIR) bernomor sasis asli: GB 011230. Dari sini, polisi mendapati tujuh nama yang pernah memiliki mobil tersebut. Amrozi terpampang sebagai empunya terakhir. Dari pengakuan sejumlah saksi dan barang bukti di lokasi ledakan, polisi pun meluncur ke Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, daerah Amrozi menetap.
Selasa, 5 November 2002. Tim Antiteroris Markas Besar Polri menangkap Amrozi di kediamannya di wilayah Pondok Pesantren Al-Islam di Desa Tenggulun [baca: Calon Kuat Tersangka Tragedi Bali Ditangkap]. Pria berusia 40 tahun itu tak berkutik. Di kamarnya yang sederhana polisi mendapati sisa bahan kimia yang digunakanan untuk membuat bom, paspor serta 22 video compact disk berisi rekaman latihan militer dan pidato Osama bin Laden. Rekaman khotbah pimpinan Majelis Mujahiddin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir juga ditemukan.
Setelah beberapa jam bungkam, Amrozi akhirnya mengaku meledakkan dua klub malam di Kuta. Pengakuan Amrozi bukan tak mengundang kontroversi. Cukup banyak pula kalangan yang meragukan Amrozi melakukan ini seorang diri. Tak sedikit yang berandai-andai, jika Amrozi tahu mobil Mitsubishi Colt L-300 itulah yang membawanya ke tangan polisi, tentu dia akan melenyapkan kendaraan itu dari depan Sari Club. Bahkan, muncul pula analisis bahwa ledakan yang dilakukan Amrozi hanyalah selipan di antara ledakan lain yang jauh lebih besar.
Tapi, pengakuan Amrozi tak bisa dianggap enteng. Lelaki yang dikenal pemberani dan nekat itu membeberkan nama-nama lain yang membekingi. Di antaranya Imam Samudra yang disinyalir terlibat sejumlah pengeboman di malam Natal 2000 [baca: Polri Memburu Imam Samudra]. Menurut anak ketujuh dari delapan bersaudara itu, rencana peledakan dimusyawarahkan dalam sejumlah pertemuan yang diawali di Solo, Jateng [baca: Kapolri: Amrozi Disuruh Membeli Bahan Peledak].
Munculnya nama Ponpes Al-Islam memperkuat kecurigaan polisi akan keterlibatan Ba`asyir dengan ledakan Bali dan kasus serupa di Tanah Air. Maklum, ustad berusia 64 tahun itu dilaporkan pernah beberapa kali ke Ponpes Al-Islam untuk berceramah. Apalagi, Zakaria, pimpinan pesantren yang mewajibkan santri putrinya bercadar ini pun alumni Ponpes Al-Mukmin, di Ngruki, yang diasuh langsung Ba`asyir. Zakaria yang berinisiatif sendiri menemui Amrozi pun ikut-ikutan dimintai keterangan sebagai saksi, meski kemudian dilepas [baca: Ke Bali, Ustad Zakaria Bertemu Amrozi].
Kesimpulan sementara, polisi mengaitkan berbagai ledakan bom di Tanah Air dengan kelompok Jamaah Islamiyah. Jaringan yang kabarnya didirikan Abdullah Sungkar itu disebut-sebut menyokong aksi teror dengan tujuan mendirikan negara Islam dengan anggota Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina Selatan.
"Secara fisik, JI memang tak bisa ditemukan wujudnya. Namun, secara ideologis organisasi ini ada," kata Sidney Jones, Direktur International Crisis Group [baca: Jamaah Islamiyah Antara Ada dan Tiada]. Senada dengan Jones, Badan Intelijen Negara pun mengakui eksitensi JI
[baca: Kabin: Jaringan Jamaah Islamiyah Ada di Indonesia].
Kini, tepat sebulan lebih empat hari, ledakan bom Bali masih menyisakan kabut. Tinggallah polisi yang sibuk kasak-kusuk mengungkap sosok Amrozi dan yang ada dibelakangnya. Mungkin banyak yang sudah bosan, bahkan pesimistis kasus ini terkuak. Tapi, sampai kapan pun orang tak akan melupakan lolongan pedih ratusan korban yang mati terpanggang. Belum lagi tangisan warga Kuta dan sekitarnya yang kehilangan pekerjaan setelah Pulau Dewata ditinggalkan hampir semua pengagumnya. Entah sampai kapan luka Bali menganga.(MTA/Tim Liputan 6 SCTV)
Personel kepolisian yang terkumpul dalam Tim Gabungan Penyelidik Kasus Ledakan Bali mencurigai alat transportasi bernomor polisi DK 1324 BS tersebut. Setiap inci kendaraan itu ditelisik, rangkanya pun dibongkar. Ternyata, nomor rangka mesin dalam sasis mobil tersebut lenyap. Dari sinilah bau busuk mulai tercium.
Dengan menggunakan teknologi re-etching, permukaan besi mesin itu lantas diolesi pelbagai cairan kimia. Beberapa jam kemudian muncul bayangan nomornya: GB 611286. Namun, ketika dikonfirmasi, perakit Mitsubishi wilayah Indonesia membantah pernah memproduksi mobil dengan nomor sasis seperti tertera di atas. Teknik re-etching pun kembali dilakukan dan didapat nomor lain: GB 011286. Rupanya, mobil bernomor kerangka seperti itu dimiliki seorang pendeta yang berdomisili di Jawa Tengah. Polisi menemukan kendaraan itu terparkir rapi di depan sebuah gereja dengan kondisi masih bagus. Berarti, ini mobil lain yang jelas-jelas bukan Mitsubishi L-300 yang ditemukan di Kuta.
Bagusnya, polisi tak menyerah. Mereka lantas membongkar serpihan-serpihan mesin mobil yang tersisa. Ditemukanlah pelat uji kelaikan mobil (KIR) bernomor sasis asli: GB 011230. Dari sini, polisi mendapati tujuh nama yang pernah memiliki mobil tersebut. Amrozi terpampang sebagai empunya terakhir. Dari pengakuan sejumlah saksi dan barang bukti di lokasi ledakan, polisi pun meluncur ke Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, daerah Amrozi menetap.
Selasa, 5 November 2002. Tim Antiteroris Markas Besar Polri menangkap Amrozi di kediamannya di wilayah Pondok Pesantren Al-Islam di Desa Tenggulun [baca: Calon Kuat Tersangka Tragedi Bali Ditangkap]. Pria berusia 40 tahun itu tak berkutik. Di kamarnya yang sederhana polisi mendapati sisa bahan kimia yang digunakanan untuk membuat bom, paspor serta 22 video compact disk berisi rekaman latihan militer dan pidato Osama bin Laden. Rekaman khotbah pimpinan Majelis Mujahiddin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir juga ditemukan.
Setelah beberapa jam bungkam, Amrozi akhirnya mengaku meledakkan dua klub malam di Kuta. Pengakuan Amrozi bukan tak mengundang kontroversi. Cukup banyak pula kalangan yang meragukan Amrozi melakukan ini seorang diri. Tak sedikit yang berandai-andai, jika Amrozi tahu mobil Mitsubishi Colt L-300 itulah yang membawanya ke tangan polisi, tentu dia akan melenyapkan kendaraan itu dari depan Sari Club. Bahkan, muncul pula analisis bahwa ledakan yang dilakukan Amrozi hanyalah selipan di antara ledakan lain yang jauh lebih besar.
Tapi, pengakuan Amrozi tak bisa dianggap enteng. Lelaki yang dikenal pemberani dan nekat itu membeberkan nama-nama lain yang membekingi. Di antaranya Imam Samudra yang disinyalir terlibat sejumlah pengeboman di malam Natal 2000 [baca: Polri Memburu Imam Samudra]. Menurut anak ketujuh dari delapan bersaudara itu, rencana peledakan dimusyawarahkan dalam sejumlah pertemuan yang diawali di Solo, Jateng [baca: Kapolri: Amrozi Disuruh Membeli Bahan Peledak].
Munculnya nama Ponpes Al-Islam memperkuat kecurigaan polisi akan keterlibatan Ba`asyir dengan ledakan Bali dan kasus serupa di Tanah Air. Maklum, ustad berusia 64 tahun itu dilaporkan pernah beberapa kali ke Ponpes Al-Islam untuk berceramah. Apalagi, Zakaria, pimpinan pesantren yang mewajibkan santri putrinya bercadar ini pun alumni Ponpes Al-Mukmin, di Ngruki, yang diasuh langsung Ba`asyir. Zakaria yang berinisiatif sendiri menemui Amrozi pun ikut-ikutan dimintai keterangan sebagai saksi, meski kemudian dilepas [baca: Ke Bali, Ustad Zakaria Bertemu Amrozi].
Kesimpulan sementara, polisi mengaitkan berbagai ledakan bom di Tanah Air dengan kelompok Jamaah Islamiyah. Jaringan yang kabarnya didirikan Abdullah Sungkar itu disebut-sebut menyokong aksi teror dengan tujuan mendirikan negara Islam dengan anggota Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina Selatan.
"Secara fisik, JI memang tak bisa ditemukan wujudnya. Namun, secara ideologis organisasi ini ada," kata Sidney Jones, Direktur International Crisis Group [baca: Jamaah Islamiyah Antara Ada dan Tiada]. Senada dengan Jones, Badan Intelijen Negara pun mengakui eksitensi JI
[baca: Kabin: Jaringan Jamaah Islamiyah Ada di Indonesia].
Kini, tepat sebulan lebih empat hari, ledakan bom Bali masih menyisakan kabut. Tinggallah polisi yang sibuk kasak-kusuk mengungkap sosok Amrozi dan yang ada dibelakangnya. Mungkin banyak yang sudah bosan, bahkan pesimistis kasus ini terkuak. Tapi, sampai kapan pun orang tak akan melupakan lolongan pedih ratusan korban yang mati terpanggang. Belum lagi tangisan warga Kuta dan sekitarnya yang kehilangan pekerjaan setelah Pulau Dewata ditinggalkan hampir semua pengagumnya. Entah sampai kapan luka Bali menganga.(MTA/Tim Liputan 6 SCTV)