Liputan6.com, Jakarta - Isu jabatan Presiden tiga periode kembali berembus. Tak diketahui siapa yang pertama kali menggulirkan wacana itu pada 2019 lalu. Yang jelas, isu tersebut muncul bertepatan dengan wacana amandemen UUD 1945 di MPR kala itu.
Pukul 20.00 WIB, Sabtu (13/3/2021), politikus Amien Rais kembali membahas isu tersebut pada akun YouTube-nya Amien Rais Official.Â
Baca Juga
Menurut Amien Rais, ada upaya untuk meloloskan wacana itu. Skenario yang disusun untuk memperpanjang masa jabatan Presiden menjadi tiga periode adalah dengan menggelar sidang istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Advertisement
"Kalau ini betul-betul keinginan mereka maka saya kira kita sudah segera bisa mengatakan innalillahi wa innailaihirajiun," ujar Amien Rais dalam video tersebut.
Sementara, Pimpinan MPR saat ini memastikan, tidak ada rencana atau usulan perubahan masa jabatan presiden maupun menggelar sidang istimewa untuk hal tersebut.
Sontak, isu ini kembali menuai kontroversi. Berikut pro kontra wacana jabatan presiden tiga periode:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pro Presiden Tiga Periode
Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono mendukung usulan Presiden tiga periode. Dia menilai, tidak etis jika para elite politik mencalonkan diri jadi Presiden pada 2024, sedangkan rakyat masih menderita akibat dampak pandemi Covid-19.
"Pak Jokowi tolong legowo mendengarkan keinginan dan harapan rakyat untuk terus memimpin sampai bangsa ini bangkit lagi. Makanya rakyat minta dengan tulus agar Pak Jokowi legowo mau nyambung tiga periode," ujar Arief, Senin 15Â Maret 2021.
Arief Poyuono meminta para elite politik menghilangkan pikiran rebutan kursi Presiden dan segera konsentrasi memperkuat pemerintahan Jokowi untuk menyelamatkan rakyat dari bencana pandemi dan dampaknya.
"Saat ini yang dimiliki rakyat dan bangsa Indonesia saat ini adalah seorang Presiden Jokowi yang sedang berjuang melawan pandemi, membangkitkan ekonomi dan melanjutkan pembangunan yang tertunda akibat pandemi. Seharusnya semua pihak bersatu mendukung Pak Jokowi, bukannya malah bikin tim sukses capres," tegas Arief.
Menurut dia, hanya para elite politik yang punya kepentingan capres dan tim suksesnya yang menolak Jokowi jadi Presiden tiga periode. Sementara seluruih rakyat Indonesia masih membutuhkan Jokowi untuk tiga periode.
Â
Advertisement
Setuju dengan Catatan
Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengaku setuju dengan wacana masa jabatan Presiden tiga periode, namun dengan catatan atas kemauan rakyat sendiri.
"Setuju asal itu memang cerminan kehendak rakyat," kata Jazilul saat dikonfirmasi, Senin (15/3/2021).
Wakil Ketua MPR itu menyebut belum ada usulan berkaitan dengan amandemen UUD 1945 yang masuk ke MPR.
"Secara resmi belum ada yang mengusulkan ke MPR RI, masih sebatas wacana di publik," ucapnya.
Namun, dia mengingatkan agar semua pihak tenang dan tidak ketakutan adanya wacana itu. Ia menyebut berwacana dan mengusulkan apapun tidak dilarang.
"Tidak perlu saling curiga, amanden bukanlah sesuatu yang dilarang. MPR pada masa pak Amin Rais melakukan amandemen juga. Silakan saja berwacana dan atau mengusulkan amandemen UUD, itu sah saja. MPR terbuka untuk menerima usulan tersebut sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku dalam amandemen UUD 1945," tandasnya.
Penolakan
PKS menegaskan menolak rencana masa jabatan presiden tiga periode. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyebut wacana tersebut merupakan isu yang sangat berbahaya bagi demokrasi Indonesia.
"Sangat berbahaya. Masyarakat dan kita semua wajib menjaga agar tidak ada gerakan, ide, gagasan masa jabatan presiden 3 periode karena ini bertentangan dengan reformasi dan dapat membuat demokrasi kita mati," kata Mardani saat dikonfrimasi, Senin (15/3/2021).
Ia menyarankan Jokowi berhati-hati, sebab banyak pihak ingin mencari muka dan menjerumuskannya dengan isu tersebut.
"Lagipula Pak Jokowi 2019 sudah menyatakan tidak mungkin tiga periode, tapi pak Jokowi hati-hati terhdapa orang-orang yang ingin mengambil muka atau ingin menjerumuskan pak Jokowi. Ayo jaga konstitusi dengan periode dua saja," ujar Mardani.
Dia menyatakanm masa jabatan dua periode sudah ideal untuk mencegah adanya pemerintahan tirani.
"Idealnya sudah saya jelaskan, dua periode saja cukup, untuk menghilangkan peluang tirani. Karena kalau tiga periode kelamaan dan lapuk," ucap Mardani.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan tidak ada agenda di MPR untuk mengamandemen kembali UUD untuk memperpanjang masa jabatan Presiden tiga periode.
"Pada November 2019, Presiden Jokowi sendiri sejak saat itu telah menolak wacana tersebut, dan menyebut bahwa usulan masa jabatan presiden tiga periode itu muncul dari pihak yang cari muka, dan usulan itu tindakan yang menampar wajahnya dan bisa menjerumuskan dirinya untuk tidak mentaati UUD&amanat reformasi," kata Hidayat Nur Wahid.
Advertisement
Penolakan dari Jokowi
Wacana masa jabatan presiden tiga periode sudah pernah menjadi topik hangat 2019 lalu. Presiden Jokowi pernah angkat bicara dan menegaskan hal itu sangat tidak mungkin.
"Sejak awal, sudah saya sampaikan, saya ini produk dari pemilihan langsung," tegas Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka Jakarta, Senin 2 Desember 2019 lalu.
Jokowi mengaku sejak awal khawatir isu penghidupan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) akan melebar dan kini menjadi kenyataan. Dia menilai alangkah baiknya apabila semua pihak fokus terhadap permasalahan ekonomi global.
"Jangan melebar kemana-mana, kenyataannya seperti itu kan. Presiden dipilih MPR, presiden 3 periode, presiden satu kali 8 tahun. Seperti yang saya sampaikan. Jadi, lebih baik, tidak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," tutur Jokowi.
Jokowi saat itu menaruh curiga kepada pihak-pihak yang mengemukakan wacana masa jabatan presiden 3 periode. Jokowi menduga pihak tersebut ingin mencari muka atau sengaja menjerumuskannya.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga, menurut saya, satu ingin menampar muka saya, kedua ingin cari muka, ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," jelas Jokowi.
Kini, saat isu tersebut kembali mencuat, sikap Presiden Jokowi tidak berubah. Ia menegaskan pemerintah akan tetap mematuhi konstitusi yang menyatakan masa jabatan presiden 2 periode. Jokowi menekankan dirinya adalah presiden yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia berdasarkan konstitusi.
"Apalagi yang harus saya sampaikan? Bolak-balik ya sikap saya tidak berubah," ujar Jokowi dalam pernyataannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 15 Maret 2021.
Dia menegaskan tak memiliki niat untuk menjadi presiden tiga periode. Jokowi mengatakan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur masa jabatan presiden selama dua periode yang tentunya harus dipatuhi bersama.
"Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak berminat juga menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanatkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama-sama," jelasnya.
Dia meminta agar tak ada pihak yang membuat kegaduhan baru dengan memunculkan isu presiden tiga periode. Terlebih, saat ini pemerintah tengah fokus menangani pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia.
"Janganlah membuat kegaduhan baru. Kita saat ini tengah fokus pada penanganan pandemi," ucap Jokowi.
Â
Ketua MPR Angkat Bicara
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memastikan tidak ada pembahasan apapun di internal MPR RI untuk memperpanjang masa jabatan Presiden-Wakil Presiden dari dua menjadi tiga periode.
Presiden Joko Widodo, menurut dia, juga sudah menegaskan tidak ada niat untuk memperpanjang masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.
"Ketentuan masa jabatan kepresidenan diatur dalam Pasal 7 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD NRI 1945, MPR RI tidak pernah melakukan pembahasan apapun untuk mengubah Pasal 7 UUD NRI 1945," ujar Bamsoet di Jakarta, Senin (15/3/21).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, pemilihan masa jabatan kepresidenan maksimal dua periode sudah dilakukan dengan berbagai pertimbangan yang matang. Sama halnya seperti di Amerika Serikat yang terkenal dengan leluhurnya demokrasi, maupun di negara demokratis lainnya yang membatasi masa jabatan kepresidenan maksimal dua periode.
"Pembatasan maksimal dua periode dilakukan agar Indonesia terhindar dari masa jabatan kepresidenan tanpa batas, sebagaimana pernah terjadi pada masa lalu. Sekaligus memastikan regenerasi kepemimpinan nasional bisa terlaksana dengan baik. Sehingga tongkat estafet kepemimpinan bisa berjalan berkesinambungan. Tidak hanya berhenti di satu orang saja," jelas Bamsoet.
Advertisement