Sukses

KLB Deli Serdang Sumut Dinilai Akan Buat Elektabilitas Demokrat Merosot

Dua ahli Indonesia (Indonesianis) asal Australia berpendapat KLB Deli Serdang Sumut akan menghancurkan Partai Demokrat.

Liputan6.com, Jakarta Dua ahli Indonesia (Indonesianis) asal Australia berpendapat KLB Deli Serdang Sumut akan menghancurkan Partai Demokrat. Mereka tidak yakin Partai Demokrat tetap dipilih konstituennya yang saat ini berjumlah lebih dari 10 juta orang.

Demikian hal itu terungkap dalam webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Ilmu Kemasyarakatan Universitas Parahyangan, Jumat 12 Maret 2021. Dalam keterangan yang diterima Selasa (16/3/2021), Ahli Indonesia terkemuka Marcus Meitzner dari Australia National University (ANU) menilai Partai Demokrat dipilih karena faktor ketokohan yaitu SBY dan AHY.

“Jika mereka tidak ada, partai ini kehilangan daya tarik utamanya,” kata Meitzner yang sudah meneliti politik Indonesia selama lebih dari satu dekade.

“Jika kepemimpinan Partai Demokrat diambil-alih Moeldoko, saya yakin elektabilitas Partai Demokrat akan terjun bebas menjadi 1-2 persen saja dan tidak akan lolos ambang batas parlemen pada pemilu 2024,” kata Meitzner.

Rekannya sesama Indonesianis, Thomas Power dari University of Sydney menarik kesimpulan serupa.

“Bagaimana mungkin AHY yang elektabilitasnya 7-8 persen, digantikan oleh orang yang elektabilitasnya nol persen? Jadi, upaya kudeta ini tak bisa lain hanya bisa dibaca sebagai upaya menghancurkan Partai Demokrat,” tanya Thomas.

Thomas berspekulasi bahwa boleh jadi ini bagian dari upaya memuluskan rencana masa jabatan presiden tiga periode.

 

Saksikan Video Piliihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Sayangkan Sikap Presiden

Kedua pengamat Indonesia ini secara terbuka mengaku tidak faham mengapa Presiden Jokowi tidak menyampaikan pernyataan atau melakukan tindakan atas upaya Kepala KSP Moeldoko mengambil alih Partai Demokrat ini. Mereka tidak yakin Presiden tidak mengetahuinya mengingat posisi Kepala Staf Kantor Presiden atau di luar negeri biasa disebut sebagai Chief of Staff, pada dasarnya melekat pada Presiden.

Pada pemerintahan-pemerintahan demokratis lainnya, tindakan seperti ini biasanya berujung pada pengunduran diri atau pemberhentian dari jabatan.

Tapi keduanya sepakat upaya pengambilalihan partai ini menambah kuat sinyal memburuknya kualitas demokrasi di Indonesia, yang sudah dilontarkan banyak ahli dan lembaga internasional dalam beberapa tahun terakhir ini.