Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah tak menjadikan vaksinasi Covid-19 terhadap guru sebagai landasan kembali dibukanya sekolah tatap muka. KPAI meminta agar pemerintah lebih memperhatikan persiapan penerapan protokol kesehatan di lingkungan sekolah.
"Pembukaan sekolah bukan didasarkan pada guru sudah divaksinasi, namun lebih utamanya adalah didasarkan pada kesiapan sekolah dalam menyediakan infrastruktur dan protokol kesehatan," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dikutip dari siaran persnya, Minggu (21/3/2021).
Menurut dia, apabila infrastruktur dan protokol kesehatan tak disiapkan dengan baik, maka sekolah berpotensi besar menjadi klaster penyebaran Covid-19. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh protokol kesehatan sudah disosialisasikan ke warga sekolah termasuk para orangtua siswa.
Advertisement
Retno menyampaikan berdasarkan aplikasi pengisian penyiapan buka sekolah di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baru 50 persen lebih sekolah yang mengisi dari seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, yang masuk kategori siap membuka sekolah tatap muka hanya sekitar 10 persen.
Data yang tak berbeda juga terlihat dari hasil pengawasan KPAI pada Juni hingga November 2020 terkait penyiapan buka sekolah di 49 sekolah pada 21 kabupaten/kota di 8 provinsi. Dari 49 sekolah tersebut, kata Retno, hanya 16,3 persen yang siap dan 83,7 persen belum siap melakukan sekolah tatap muka.
"Jika guru sudah divaksinasi, namun peserta didik belum divaksinasi maka kekebalan kelompok tidak akan terbentuk," ujar Retno.
Dia mengatakan kekebalan kelompok baru terbentuk apabila jumlah yang divaksinasi mencapai 70 sampai 80 persen dari populasi. Sementara, jumlah siswa bisa mencapai 1.000 dengan guru hanya 70 orang.
"Tidak sampai 10 persen dari populasi di sekolah," ucapnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Antisipasi Libur Lebaran
Untuk itu, KPAI mengingatkan pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam membuka sekolah pada Juli 2021. Hal ini mengingat ada liburan Lebaran pada Mei 2021 yang kemungkinan akan memicu pergerakan orang secara besar-besaran karena mudik.
"Setelah itu pada Juni 2021 adalah liburan kenaikan kelas yang juga akan memicu pergerakan orang mengunjungi famili dan ke tempat rekreasi. Pergerakan orang ini berpotensi besar akan meningkatkan kasus Covid-19 di berbagai daerah. Hal ini perlu diwaspadai dan dipertimbangkan," tutur Retno.
Â
Advertisement