Sukses

Bandung Lautan Api 1946: Spirit Perjuangan Rakyat Indonesia Menolak Titah Penjajah

Bandung Lautan Api, kisah heroik para pejuang tanah air melawan tentara Sekutu masih terus dikenang hingga kini.

Liputan6.com, Jakarta - Kisah pembumihangusan Bandung yang terjadi 75 tahun silam itu terus dikenang hingga sekarang. Perjuangan ribuan rakyat dalam mempertahankan Tanah Air itu dikenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api. 

Sejarah Hari Ini (Sahrini) mencatat, tepat pada 24 Maret 1946, sekitar 200 ribu penduduk bersama Tentara Republik Indonesia (TRI) --kini TNI-- dan laskar rakyat membakar rumah dan harta benda mereka. 

Dengan strategi bumi hangus, mereka pun meninggalkan wilayah utara Bandung menuju selatan. Mereka tidak rela kota tercinta diduduki tentara Sekutu di bawah komando Inggris. Apalagi terjadi setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.

Sebutan Bandung Lautan Api pertama kali muncul dalam laporan surat kabar Suara Merdeka pada 26 Maret 1946. Saat peristiwa terjadi, seorang jurnalis Atje Bastaman, menyaksikan langsung bagaimana landscape Kota Bandung yang diamuk si jago merah dari atas bukit Gunung Leutik di sekitaran Pameungpeuk, Garut.

Atje langsung mengabadikan peristiwa itu dalam sebuah berita berjudul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk judul, maka diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api". 

"Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi," tulis Atje seperti dikutip dari situs Wikipedia.

Menarik ke belakang, peristiwa ini tak lepas dari alotnya negosiasi atas keinginan Inggris menduduki wikayah utara Bandung. Sehari sebelum peristiwa Bandung Lautan Api, Inggris mengultimatum agar wilayah tersebut dikosongkan. Namun rakyat tak ingin Bandung kembali jatuh ke tangan penjajah.

Pejuang Bandung saat itu berada di bawah komando Kolonel AH Nasution, seorang Komandan Divisi III TRI. Dalam buku "Bandung Lautan Api" karya Djajusman (1975), Nasution meminta lampu hijau dari Sutan Sjahrir, seorang perdana menteri saat pemerintahan Indonesia masih berbentuk Serikat, untuk melakukan pembumihangusan.

Namun Sjahrir menolak tegas permintaan Nasution. Dia meminta perintah dan ultimatum Inggris agar dipatuhi saja atas nama rakyat.

"Jangan diadakan pembakaran dan sebagainya karena nanti yang rugi rakyat kita sendiri juga dan yang harus membangunnya kelak kita," tegas Sjahrir.

Nasution bimbang. Sebagai komandan dan demi melindungi rakyat serta mempertahankan harga diri Kota Badung, dia tidak boleh takluk pada Sekutu. Namun Inggris juga tidak main-main dan serius memerintahkan pengosongan Bandung bagian utara.

Dalam rencananya, Inggris ingin menjadikan lokasi tersebut sebagai pangkalan militer strategis. Namun hal itu sangat tidak diinginkan oleh rakyat Indonesia.

Negoisasi masih dilakukan oleh Nasution. Dia meminta tenggat waktu pengosongan agar diperpanjang, dari tanggal 24 Maret 1946. Namun perundingan dengan Kolonel Hunt dari Staf Divisi Inggris di Bandung tidak menemukan titik temu.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Pesan Misterius Bulatkan Tekad Nasution

Dua arah perintah, pusat pemerintahan yang ada di Jakarta dan markas pusat TRI yang ada di Yogyakarta memberi titah berbeda.

Dalam sumber buku yang sama disebutkan, Nasution menerima pesan misterius bahwa tiap jengkal tumpah darah harus dipertahankan. Tidak tahu siapa yang mengirimkan, namun sumber pesan dari markas pusat TRI.

Tekadnya pun bulat, bahwa niatan membumihanguskan Bandung seperti rencananya di awal demi menjaga kedaulatan dari tangan Inggris akan direalisasikan. Rencana matang pun disusun.

Menurut Nasution, arahan pemerintah pusat di Jakarta bukan untuk dibangkang. Melainkan, dipatuhi bukan tanpa perlawanan.

Penyerangan Malam Hari

Tekad bulat Nasution membuat gerakan bersama masyarakat Bandung. Para pejuang Indonesia melakukan serangan dengan membakar pos penjajah, rumah mereka, dan segalanya. Penyerangan itu dilakukan pada 24 Maret 1946, pada malam hari.

Pembumihangusan Bandung dilakukan atas nama bangsa. Rakyat Indonesia yang tinggal di wilayah utara Bandung mengungsi ke selatan tanpa menghiraukan harta bendanya. Bahkan para rakyat sendirilah yang membakar rumah mereka sebelum pergi.

Seiring dengan pengungsian tersebut, aksi bakar kota dilangsungkan hanya dalam tempo sekitar tujuh jam. Berawal dengan pembakaran Indisch Restaurant di utara Alun-Alun Bandung pada pukul 21.00 WIB. Selanjutnya, rakyat dan para pejuang membakar bangunan-bangunan penting mulai dari Ujungberung hingga wilayah Cimahi.

Banyak rumah penduduk ditinggalkan dan dibakar hingga menimbulkan gelombang besar api yang berkobar-kobar. Menjelang tengah malam, Bandung telah kosong dan menjadi puing-puing.

 

Bandung Lautan Api. Gambaran kisah heroik itu pun diabadikan dalam lagu "Halo-Halo Bandung" yang masih kerap dinyanyikan hingga kini.