Liputan6.com, Jakarta Melihat Nusantara yang begitu luas dan beragam, seharusnya perkembangan Indonesia tidak bisa diukur hanya dari hiruk-pikuk ibu kota Jakarta. Perlu juga mengukur perkembangan ekonomi digital dengan melihat dampak teknologi terhadap kehidupan nelayan di garis pantai terluar, petani di tiap pulau besar dan kecil, serta pelajar yang tinggal di lokasi terpencil.
Melalui laporan Indeks Daya Saing Digital (Digital Competitiveness Index/CDI), East Ventures (EV) memetakan potensi ekonomi digital per provinsi. Co-founder dan Managing Partner EV Willson Cuaca menjelaskan, EV-DCI 2021 yang disusun pada level provinsi dan kota/kabupaten ini menunjukkan bahwa daya saing digital semakin merata di 34 provinsi terpengaruh pandemi Covid-19.
Dia mencontohkan Pulau Bali yang posisinya lompat tiga peringkat ke posisi empat menggeser Banten, DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pergeseran ini tak lepas dari keandalan infrastruktur digital di Pulau Dewata. Pasalnya, wilayah ini didukung rasio desa yang mendapatkan sinyal 3G dan 4G. Jangkauan internet yang hampir menyentuh seluruh wilayah desa menjadi pemicu meningkatnya kewirausahaan berbasis digital di Bali.
Advertisement
Gambaran kondisi tersebut terangkum di dalam studi EV-DCI 2021 yang menunjukkan terjadi kenaikan angka tengah indeks daya saing digital Indonesia dari 27,9 pada 2020 menjadi 32 pada 2021. Dengan skala 0-100, adanya kenaikan skor tersebut menunjukkan jarak antarskor tertinggi dan terendah semakin berkurang.
"Ini artinya tranformasi digital lebih seimbang. Berkat Covid-19, terjadi daya adopsi digital yang luar biasa signifikan," kata Willson Cuaca selaku Co-founder and Managing Partner EV. Hal ini dikemukakan dalam Katadata Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2021, Selasa (23/3/2021).
Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia sejak 2020 jelas menimbulkan dampak berupa krisis kesehatan dan perekonomian. Pandemi juga telah mengubah perilaku masyarakat, pemerintah, institusi dan pelaku ekonomi. Perubahan seketika terjadi di berbagai sektor, baik ekonomi, pendidikan, kesehatan, hiburan, dan lain-lain.
Pandemi yang mewajibkan orang untuk menghindari kerumunan dan menjaga jarak sosial membuat transformasi ke digital tidak bisa dihindari. Semua pihak dipaksa beradaptasi dengan kebiasaan baru yang bertumpu kepada teknologi digital.
"Terjadi akselerasi 3 tahun lebih cepat terutama pada kelompok orang yang notabene pertama kali memanfaatkan medium digital di Indonesia. Misalnya, pebisnis yang tidak bisa membuka toko juga dipaksa pindah ke digital," tutur Willson.
Menurut laporan SEA eConomy 2020, 1 dari 3 pengguna layanan daring di Tanah Air sepanjang 2020 adalah pengguna baru. Adapun, menurut Digital Indonesia 2021, kini sudah ada lebih dari 202,6 juta pengguna internet di Indonesia yang setara 73,7 persen populasi.
Pada sisi lain, EV mencatat ada beberapa bidang yang tumbuh positif selama pandemi Covid-19 yaitu infrastruktur digital, e-commerce, dan edutech. Infrastruktur digital terdongkrak misalnya oleh pengeluaran pulsa dan durasi waktu online (4-6 jam pada 2019, menjadi 7-10 jam pada 2020).
Di sektor e-commerce, jumlah merchant bertambah (Tokopedia pada Q2 2019 tumbuh 36 persen, menjadi 87 persen pada 2020). Sementara itu, edutech mengalami peningkatan jumlah murid daring dari 22 juta pada 2019 menjadi 30 juta pada 2020.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pengguna Tumbuh Cepat
Sebagai pelaku di dunia digital Indonesia sejak 2009, EV merasakan akselerasi penggunaan produk digital yang sangat cepat selama bulan-bulan pandemi. Sejak 2009-2019, pengguna internet tumbuh dari 30 juta ke 167 juta atau bertambah 137 juta selama sepuluh tahun.
Namun, pada Mei ke Desember 2020, hanya dalam 8 bulan, pertumbuhan pengguna internet meningkat 25 juta. Jumlah pengguna baru internet yang biasa dicapai dalam tiga tahun, pada masa pandemi Covid-19 bisa diakselerasi dalam setahun saja.
"Skor EV-DCI 2021 memang bertambah pada tahun ini, artinya pemerataan digital di Indonesia berjalan lebih seimbang dan terakselerasi. Tapi tetap, ketimpangan tentunya masih ada," ujar Willson. Ya, tetap ada bidang usaha yang tumbuh negatif seperti transportasi daring dan online travel.
Roda perekonomian selama pandemi Covid-19 memang belum bisa berputar normal selama aktivitas masyarakat dan bisnis masih dibatasi demi keselamatan bersama. Tapi, dalam setahun terakhir, perusahaan rintisan yang tahan banting mengelola bisnisnya dengan penuh kehati-hatian dalam mengejar pertumbuhan terbukti bisa bertahan.
Â
Advertisement