Liputan6.com, Jakarta Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Dani Amrul Ichdan mengatakan rencana impor beras tidak akan dilakukan pemerintah jika stok masih aman dan sedang memasuki masa panen.
"Prinsipnya satu, impor dilakukan jika angka mendesak dalam kerangka cadangan (beras). Kalau saat ini berdasarkan data Kementerian Pertanian dan Bulog masih cukup," kata Dani dalam diskusi di Jakarta, Kamis (25/3/2021).
Baca Juga
Menurut Dani, inisiatif Kementerian Perdagangan merencanakan impor beras satu juta ton hanya untuk berjaga-jaga jika proyeksi hasil panen raya tidak sesuai target.
Advertisement
Untuk itu, tambah dia, pemerintah baru akan melakukan impor beras jika syarat dan situasi telah memungkinkan serta apabila kondisi mengharuskan karena pasokan berkurang.
"Seandainya target itu tidak tercapai dan stok beras di bawah 1 juta ton, sementara kebutuhan bertambah, seperti kebutuhan untuk bantuan sosial (bansos) kemungkinan semakin banyak, maka dibutuhkan impor," ujar Dani seperti dilansir dari Antara.Â
Dia menambahkan kebijakan impor beras bisa dilakukan pemerintah dalam keadaan khusus untuk menjaga keseimbangan ekosistem produksi, distribusi, dan konsumsi.
Tujuan impor tersebut adalah untuk menjaga pasokan beras apabila stok tidak memadai dan harga-harga tidak mengalami kenaikan karena adanya kelangkaan barang.
"Pemerintah tidak hanya melihat kapasitas produksi, tidak hanya stok (beras) yang ada, tapi juga stabilisasi harga," kata Dani.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kritik Ombudsman RI
Sementara itu, Ombudsman RI mencium adanya dua potensi penyimpangan atau maladministrasi dalam kebijakan impor beras 1 juta ton yang ditetapkan pemerintah, yakni maladministrasi terkait mekanisme dan manajemen impor beras.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya mencari dua potensi maladministrasi ini agar lebih bisa menelusuri lebih dalam terkait keputusan impor beras yang dikeluarkan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Pertama terkait potensi maladministrasi dalam potensi mekanisme impor beras. Kita ingin dalami mekanisme rakortas dalam impor beras. Kita cium itu karena polemik terjadi akibat kebijakan impor beras," kata Yeka dalam sesi teleconference, Rabu (23/3/2021).
Merujuk pada penelitian yang dilakukan Ombudsman, Yeka mengindikasikan stok beras nasional saat ini tidak bermasalah. Sehingga pihaknya mempertanyakan, apakah ada yang salah dalam keputusan impor beras ini, karena itu harus dilakukan berdasarkan data yang valid.
"Beras bukan cuman komoditi, tapi punya dampak sosial ekonomi yang luas. Suka tidak suka, kebijakan impor beras musti dipahami semua orang. Kalau enggak akan terjadi keributan, dan keributan ini digoreng," ujar Yeka.
Yeka menyatakan, Ombudsman jadi tak paham apa akar masalah dari kebijakan impor beras ini. Oleh karenanya ia ingin melihat, apakah rakortas di Kemenko Perekonomian punya early warning system berbasis scientific evidence terkait keputusan itu.
"Kalau misalnya ada kekhawatiran stok Bulog kurang, kami juga perlu dalami. Apakah stok di Bulog kurang dari 1 juta ton itu masalah? Karena di tahun 2018 di Maret, stok beras kita juga sekitar 600 ribuan ton, jadi tak ada masalah. Masa lalu juga pernah 400 ribu ton dan enggak ada masalah," tuturnya.
Kedua terkait potensi maladministrasi dalam manajemen beras. Yeka menyayangkan Perum Bulog kini hanya bisa menyerap beras dan menumpuknya di gudang, tapi tidak bisa menjualnya melalui outlet seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Bulog enggak bisa jualan lagi. Dulu mereka ada outlet kek Rastra (program beras sejahtera). Bulog sekarang bisa ngerap beras tapi enggak jelas mau dikemanakan," ujar Yeka.
Â
Advertisement