Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah menargetkan rupiah pada tahun 2012 seperti yang tercantum dalam APBN di level 9.000 per dolar. Namun hingga kini rupiah justru makin menjauh dari target yang kini di level 9.621 per dolar AS. Hingga akhir tahun masih banyak faktor-faktor yang bisa bikin rupiah melemah.
"Melemahnya rupiah dipicu oleh masih tingginya permintaan valuta asing untuk kebutuhan impor serta kondisi perekonomian global yang masih bergejolak," bunyi siaran pers Rapat Dewan Gubernur BI November seperti dilansir Jumat (9/11/2012).
Beberapa yang masih bisa menekan rupiah adalah:
1. Masih tingginya ketidakpastian terkait prospek penanganan krisis utang dan fiskal di Eropa di tengah kondisi makroekonomi yang terus menurun
2. Belum solidnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS)
3. Perlambatan pertumbuhan ekonomi China
4. Serta melemahnya harga komoditas sebagai basis utama ekspor Indonesia turut menekan pergerakan nilai tukar rupiah.
Namun menurut BI, terus berlanjutnya aliran dana asing ke pasar keuangan domestik pascakebijakan stimulus oleh negara maju dan perolehan status investment grade Indonesia mampu menahan pelemahan nilai tukar rupiah lebih lanjut.
Pergerakan rupiah yang diiringi oleh volatilitas juga lebih terjaga. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia untuk melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya.
Investor lokal juga kini tengah memantau efek fiscal cliff di AS yang akan berakhir Desember 2012. Berakhirnya fiscal cliff ini membuat pemotongan pajak berakhir alias akan ada kenaikan pajak dan ada pemotongan belanja pemerintah AS.
Kondisi di AS pasca menangnya Obama tidak terlalu membuat pasar terkejut karena ada kekhawatiran soal fiscal cliff yang jika tidak ditangani tepat akan membawa AS kembali resesi.
Sementara kondisi di dalam negeri yang jadi fokus pasar adalah melemahnya nilai ekspor dan melambatnya pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2% yang di bawah target 6,5%.
Pada perdagangan Jumat (9/11/2012) rupiah ada di level 9.621 per dolar AS. (IGW)
"Melemahnya rupiah dipicu oleh masih tingginya permintaan valuta asing untuk kebutuhan impor serta kondisi perekonomian global yang masih bergejolak," bunyi siaran pers Rapat Dewan Gubernur BI November seperti dilansir Jumat (9/11/2012).
Beberapa yang masih bisa menekan rupiah adalah:
1. Masih tingginya ketidakpastian terkait prospek penanganan krisis utang dan fiskal di Eropa di tengah kondisi makroekonomi yang terus menurun
2. Belum solidnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS)
3. Perlambatan pertumbuhan ekonomi China
4. Serta melemahnya harga komoditas sebagai basis utama ekspor Indonesia turut menekan pergerakan nilai tukar rupiah.
Namun menurut BI, terus berlanjutnya aliran dana asing ke pasar keuangan domestik pascakebijakan stimulus oleh negara maju dan perolehan status investment grade Indonesia mampu menahan pelemahan nilai tukar rupiah lebih lanjut.
Pergerakan rupiah yang diiringi oleh volatilitas juga lebih terjaga. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia untuk melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya.
Investor lokal juga kini tengah memantau efek fiscal cliff di AS yang akan berakhir Desember 2012. Berakhirnya fiscal cliff ini membuat pemotongan pajak berakhir alias akan ada kenaikan pajak dan ada pemotongan belanja pemerintah AS.
Kondisi di AS pasca menangnya Obama tidak terlalu membuat pasar terkejut karena ada kekhawatiran soal fiscal cliff yang jika tidak ditangani tepat akan membawa AS kembali resesi.
Sementara kondisi di dalam negeri yang jadi fokus pasar adalah melemahnya nilai ekspor dan melambatnya pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2% yang di bawah target 6,5%.
Pada perdagangan Jumat (9/11/2012) rupiah ada di level 9.621 per dolar AS. (IGW)