Sukses

Mendikbud: Baru 22 Persen Sekolah Gelar Pembelajaran Tatap Muka

Padahal, kata Nadiem, banyak dampak negatif jika sekolah masih kukuh melaksanakan pembelajaran secara jarak jauh.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengungkap baru sebagian kecil sekolah yang menggelar pembelajaran secara tatap muka. Ia mengungkap bahwa hanya sekitar 22 persen saja sekolah yang menggelar tatap muka, kendati pihaknya telah mengizinkan pembukaan sekolah di semua zona pada Januari 2021.

"Tapi kenyataan di lapangan adalah hanya sekitar 22 persen daripada sekolah kita yang melakukan pembelajaran tatap muka. Bahkan di zona hijau dan kuning pun, yang paling besar itu zona hijau sebesar 41 persen," kata Nadiem dalam acara Pengumuman Surat Keputusan Bersama sejumlah menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), Selasa (30/3/2021).

Padahal, kata Nadiem, banyak dampak negatif jika sekolah masih kukuh melaksanakan pembelajaran secara jarak jauh.

"Dan berbagai macam pihak, pakar-pakar dunia, seperti Bank Dunia, WHO dan UNICEF semuanya sepakat bahwa penutupan sekolah ini bisa menghilangkan pendapatan hidup di satu generasi, loss of learning ini real dan memang risiko yang dampaknya permanen," tegas Nadiem.

Menteri kelahiran Singapura, 4 Juli 1984 itu menyatakan bahwa hal itu bukan hanya menyebabkan dampak negatif pada pembelajaran, melainkan pula pada kesehatan, mental, dan perkembangan anak-anak.

"Dan jangan lupa untuk orang tuanya juga yang sangat sulit mendapatkan kesempatan ekonomi bekerja di luar, karena mereka juga harus mengurus anaknya di rumah. Jadi banyak sekali dampak negatif yang ada," urai dia.

Selama pandemi, lanjut Nadiem, dirinya juga melihat tren penurunan dalam dunia pendidikan. Terlebih pendidikan di daerah yang akses dan kualitas pendidikannya masih jauh dari kata ideal.

"Jadinya kesenjangan ekonomi bisa menjadi lebih besar. Kita melihat juga banyak anak orang tua yang tidak melihat peranan sekolah dalam proses belajar. Jadi banyak dari anak-anaknya ditarik keluar dari sekolah," terang Nadiem.

Belum lagi menyangkut isu kekerasan domestik terhadap anak selama melakukan pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi Covid-19 yang menurut Nadiem kurang teradar.

"Jadi risiko dari sisi bukan hanya pembelajaran, risiko dari masa depan murid itu, dan risiko psikososial atau kesehatan mental dan emosional daripada anak-anak. Ini semuanya sangat rentan," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Mewajibkan Tatap Muka

Nadiem memandang perkembangan pembukaan sekolah secara tatap muka di lapangan begitu lamban. Akhirnya hal itu yang mendorong pihaknya untuk mengambil langkah tegas agar mewajibkan pembukaan sekolah tatap muka usai guru dan tenaga pendidikannya menyelesaikan vaksinasi selama dua tahap.

"Karena kita sedang mengakselerasi vaksinasi, setelah pendidik dan tenaga pendidikan di dalam suatu sekolah telah divaksinasi secara lengkap, pemerintah pusat, pemerintah daerah atau kantor Kemenag mewajibkan satuan pendidikan tersebut untuk menyediakan layanan pembelajaran tatap muka terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan," tegas Nadiem.

Nadiem menyebut, sekolah juga wajib memberikan pilihan pembelajaran secara jarak jauh. Hal ini lantaran, kendati sekolah telah menjalankan pembelajaran secara tatap muka, tapi secara prosedur protokol kesehatan, kapasitas yang diizinkan hanya 50 persen saja.

"Jadi mau tidak mau walaupun sudah selesai vaksinasi dan diwajibkan untuk memberikan tatap muka terbatas, tapi harus melalui sistem rotasi. Sehingga harusnya menyediakan dua-dua opsinya, tatap muka dan juga pembelajaran jarak jauh," tekannya.

Â