Liputan6.com, Jakarta - Beragam spekulasi bermunculan usai Mabes Polri diserang orang tak dikenal yang belakangan diketahui dilakukan warga Dua Wetan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Zakiah Aini (25).
Pengamat Terorisme Harits Abu Ulya menyebut, baku tembak yang terjadi di Mabes Polri tidak bisa langsung dikaitkan dengan aksi terorisme karena banyak ditemukan kejanggalan.
"Ya andai terkait biasanya dia tidak keluar dari tiga kemungkinan; anak, janda, istri terduga teroris yang ditangkap," jelasnya saat dihubungi Liputan6.com, Rabu malam, 31 Maret 2021.
Advertisement
Hal berbeda diungkap oleh pengamat teroris, Al Chaidar. Menurutnya, penyerangan ke Mabes Polri ada kaitannya dengan aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu, 28 Maret lalu.
"Karena mereka balas dendam, iya pasti ada itu (berkaitan)," ujar Chaidar, Rabu, 31 Maret.
Sebelumnya, video baku tembak di Mabes Polri antara petugas dan pelaku penyerangan sempat viral. Sosok berjubah hitam dilaporkan sempat menembakkan peluru hingga enam kali ke arah petugas.
"Menembak enam kali, dua kali kepada anggota yang ada di dalam pos. Dua kali yang ada di luar dan (sisanya) menembak lagi kepada anggota yang ada di belakangnya," ujar Kapolri Jenderal Listyo Sigit saat jumpa pers di Mabes Polri Jakarta, Rabu 31 Maret 2021.
Sampai akhirnya, pelaku terkapar dan tewas akibat terkena tembakan polisi. Atas dugaan serangan teroris itu sontak jadi sorotan masyarakat. Berikut sederet tanggapan sejumlah pihak terkait aksi baku tembak di Mabes Polri Jakarta dihimpun Liputan6.com:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
1. Ketua MPR: Polri, BIN, BAIS Harus Perkuat Intelijen
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai, aksi penyerangan yang dilakukan terhadap Mabes Polri ini jadi alarm keras untuk seluruh pihak agar dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap kelompok teroris. Ia meminta, polisi di berbagai daerah perlu meningkatkan kewaspadaan khususnya dalam menjaga objek vital masyarakat.
"Polri, BIN, BAIS, dan berbagai aparat keamanan lainnya harus memperkuat kegiatan intelijen, sehingga bisa mendeteksi dini kemungkinan terjadinya pergerakan teroris. Begitupun dengan BNPT hingga TNI yang harus memaksimalkan perannya," jelas Bamsoet di Jakarta, Rabu, 31 Maret 2021.
“UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadikan tidak ada alasan lagi bagi aparat hukum untuk mengatakan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan cukup dalam penanggulangan terorisme seperti terjadi di tahun-tahun sebelumnya," sambungnya.
Bamsoet mengingatkan kepada masyarakat agar tidak menghubungkan pakaian khas agama yang digunakan penyerang dengan agama tertentu. Jadi, tidak ada perlu stigma bahwa teroris berasal dari satu agama tertentu.
"Walaupun penyerangan di Mabes Polri dilakukan oleh orang yang menggunakan pakaian khas muslim, bukan berarti penyerang mencerminkan kondisi penduduk muslim seutuhnya," ujarnya.
Advertisement
2. Al Chaidar: Cara Lama Digunakan untuk Menyerang Mabes Polri
Pengamat teroris, Al Chaidar menduga akan terjadi hal ini usai terjadinya aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar, pada Minggu, 28 Maret 2021.
Menurutnya, aksi serangan ini ada keterkaitannya dengan aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Penyerangan yang terjadi di Mabes Polri ini diduga kelompok teroris.
Chaidar menjelaskan, penyerangan orang yang diduga teroris ini menggunakan cara lama. Kelompok tersebut target utamanya adalah aparat keamanan. Jadi, tidak heran pada aksi kali ini Mabes Polri yang jadi sasarannya.
"Gereja itu kan sasaran kedua, sasaran awal aparat keamanan dan itu sasaran tradisional mereka," jelasnya.
3. Harits Abu Ulya: Jangan Spekulasi ke Arah Terorisme
Pengamat Terorisme Harits Abu Ulya menilai untuk jangan cepat berspekulasi terhadap insiden baku tembak di Mabes Polri. Harits menduga ada kejanggalan dalam insiden ini.
"Jangan spekulasi dulu ke arah terorisme. Banyak kejanggalan," ujar Harits saat dihubungi Liputan6.com, Rabu malam, 31 Maret 2021.
Menurut Harits, aksi yang terjadi di Mabes Polri ini adalah ekses daripada insiden di Gereja Katedral Makassar dan penangkapan sejumlah terduga teroris di Cikarang dan Jakarta Timur kemarin. Jadi, lingkaran pelaku tidak jauh dari kerabat mereka.
Advertisement
4. PBNU: Lone Wolf Tak Mudah Dideteksi
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Robikin Emhas mengatakan, aksi penyerangan Mabes Polri ini jadi pekerjaan rumah (PR) yang besar bagi bangsa Indonesia.
"Menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa besar bagi kita warga bangsa, karena fenomena lone wolf tidak mudah dideteksi. Mari tingkatkan kewaspadaan dan mari tidak takut pada teror," kata Robikin melalui pesan video yang diterima, di Jakarta, Rabu 31 Maret 2021, dikutip dari Antara.
Selain itu, Robikin juga menegaskan, tidak ada agama yang membenarkan kekerasan. Jadi, penyerangan yang terjadi ini harus dikutuk keras.
"Penyerangan terhadap institusi negara, pengayom masyarakat, dan bagian dari penegak hukum, menggunakan dalil apa pun tidak bisa dibenarkan," kata Robikin.
Robikin memastikan, siapapun yang melakukan kekerasan apalagi teror mengatasnamakan agama, maka bukan berdasarkan ajaran agama. Karna, apapun agamanya melarang segala bentuk kekerasan.
5. Imam Jamaica Muslim Center: Aksi Terorisme Tak Memiliki Agama
Beberapa aksi teror yang terjadi di Tanah Air membuat Imam Jamaica Muslim Center, New York, Amerika Serikat (AS) Imam Shamsi Ali mengingatkan, aksi terorisme itu tidak memiliki agama.
Imam Shamsi menegaskan agar tidak melabeli aksi teror dengan agama apa pun.
"Terorisme itu tidak mengenal batas-batas, apakah itu batas ras, etnis, dan juga agama. Terorisme tidak mengenal batas agama, karena memang tidak mengenal agama, bahkan tidak beragama. Karenanya hentikan terorisme labelisasi terorisme dengan agama apa pun. Biarlah teror pada dirinya sendiri," jelasnya kepada Liputan6.com, Kamis, 1 April 2021.
Imam kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan mengatakan, pengaitan aksi terorisme dengan agama adalah sebuah kekeliruan. Bagaimana tidak, ia mengatakan apa yang dipraktikan dari aksi teror sangat bertentangan dengan ajaran agama apa pun.
"Terorisme itu kekerasan, pengrusakan, pembunuhan. Agama itu adalah “Rahmah” (kasih sayang) dan cinta kasih (love), membawa kebaikan, dan menjaga kehidupan. Lalu di mana kaitannya," ujarnya.
Imam Shamsi mengatakan, siapa saja dapat menjadi pelaku teror dan menjadi korban teror. Namun, menurutnya pelaku teror itu tidak didasari dengan ajaran agama.
Cinta Islamiwati (Magang)
Advertisement