Liputan6.com, Jakarta Peneliti Komunikasi Politik, Effendi Gazali, akhirnya memutuskan mengundurkan diri sebagai pengajar dan guru besar. Sebelumnya Effendi Gazali menyampaikan hal tersebut pada kanal YouTube Refly Harun.
"Itu karena saya merasa kecewa dengan praktik jurnalistik yang kebetulan ditargetkan menimpa diri saya. Padahal saya sudah mengajar jurnalistik dan komunikasi amat lama," tuturnya pada Liputan6.com.
Menurut Effendi, ada ribuan orang yang dipanggil sebagai saksi oleh KPK. Tapi mereka diberitakan biasa saja apa adanya. Namun dirinya betul-betul di-framing beberapa wartawan sebagai "penjahat yang terlibat" dengan tujuan merusak nama dan reputasi.
Advertisement
Effendi menuturkan 4 alasan kekecewaannya. Pertama, soal BAP yang menyebutkan dia mendapat 162.250 kuota bansos.
"Kan harusnya pelajaran mendasar jurnalistik adalah hati-hati menyikapi BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Masa BAP KPK bisa beredar? Kenapa langsung percaya pada secarik unggahan di medsos itu? Siapa yang berhak mengedarkan BAP?" ujar dia.
Kedua, soal kabar bahwa dia merekomendasikan bansos yang jumlahnya Rp 48 miliar.
"Padahal kan harus dipikirkan, kenapa rekomendasi seseorang harus didengarkan, apakah dia punya power relations? Misalkan badan pemeriksa, komisi legislatif, atau elit politik?" jelas Effendi.
Ketiga, menurut dia ada wartawan yang ingin mengancam dan menawarkan jasa dengan menggunakan prinsip suci jurnalistik yaitu konfirmasi berita.
Keempat, wartawan sengaja, bahkan pada berita audio-viusal, menyatakan tersangka tidak menampik, atau tersangka beberkan keterlibatan Effendi Gazali.
"Padahal video jelas memperlihatkan tersangka menyatakan 'Tidak ada. Tidak ada'," jelas dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
2 Alasan Lain
Effendi Gazali menyatakan pada Liputan6.com, selain kekecewaannya sebagai pengajar pada praktik jurnalistik seperti itu, masih ada 2 alasan lain kenapa dia mengundurkan diri.
"Pertama, biarlah ini jadi momentum agar cukup sering teman-teman dosen mengevaluasi hasil mengajar dan membandingkannya dengan praktek jurnalistik terkini," beber dia.
Kedua, supaya jangan melibatkan nama kampus.
"Kalau memang nista merekomendasi UMKM, yang barangnya terancam membusuk di gudang karena selalu disisihkan, biar nistanya saya yang tanggung sendiri. Jangan kait-kaitkan nama kampus. Segera kita tunggu hasil sidang Dewan Pers Kamis depan, 8 April. Lalu kita saksikan fakta-fakta persidangan," tutur Effendi.
Â
Advertisement