Sukses

Analisis Pakar soal Miripnya Surat Wasiat Bomber Makassar dan Penyerang Mabes Polri

Terduga teroris bomber Gereja Katedral Makassar yaitu L dan penyerang Mabes Polri yaitu ZA meninggalkan surat terakhir atau surat wasiat kepada keluarga sebelum melakukan aksi teror.

Liputan6.com, Jakarta - Terduga teroris bomber Gereja Katedral Makassar yaitu L dan penyerang Mabes Polri yaitu ZA meninggalkan surat terakhir atau surat wasiat kepada keluarga sebelum beraksi.

Dalam surat wasiat, keduanya berharap, keluarga yang ditinggalkan tidak meninggalkan ibadah. Keduanya juga menyinggung soal jangan berhubungan dengan bank karena hal tersebut riba dan tidak diberkahi.

Pengamat terorisme Al Chaidar menilai, kemiripan surat wasiat antara ZA (25) dan L dipicu karena kesamaan dari mentor keduanya. Menurutnya, kemiripan yang terjadi dalam surat wasiat mengindikasikan sudah adanya template untuk pelaku dalam menulis surat sebelum melakukan aksi terorisme.

"Konsepnya bisa didikte oleh mentornya yang sama yang berperan sebagai ulama organic kekerasan," kata Chaidar ketika dihubungi merdeka.com, Minggu (4/4/2021).

Menurutnya, seorang otak di balik aksi teror ini telah mempersiapkan hal-hal kecil, seperti surat wasiat yang diperlukan sebelum melakukan serangan teror oleh para pelaku.

"Ulama organic kekerasan inilah yang mempersiapkan hal hal kecil yang perlu dalam sebuah serangan amaliyah," terangnnya.

Sementara terkait pelaku terorisme yang kerap tinggalkan surat wasiat, Chaidar melihatnya itu sebagai pesan bagi anggota keluarga yang akan ditinggalkan. Selain itu terdapat motif dakwah dibaliknya.

"Itu wasiat terakhir agar ortunya tau kenapa anaknya meninggal, ada motif dakwahnya juga," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

ZA menyalin surat L?

Pakar terorisme dari UIN Jakarta Zaki Mubarok memandang, ZA menyalin surat wasiat dari L. Lantaran setelah insiden bom di Gereja Katedral Makassar, surat yang ditulis L beredar di sosial media.

"Bisa jadi si ZA itu tinggal copy paste saja. Tidak semua pelaku aksi teror bisa buat testimoni, ketika dia menemukan contoh dan dianggapnya cocok untuk mengekspresikan suara hatinya maka ditiru saja surat wasiat itu," kata Zaki.

Namun demikian, bila ZA tidak pernah melihat dan membaca surat yang ditulis L sebelumnya, hal itu yang memunculkan banyak spekulasi kalau ada pihak lain yang sengaja mempersiapkan surat tersebut untuk ditulis ZA.

"Jika ZA tidak pernah membaca atau melihat surat wasiat Lukman, maka spekulasi-spekulasi muncul, bisa saja itu surat palsu, dalam arti bukan dia yang buat. Tapi orang atau pihak lain untuk tujuan yang macam-macam," ujarnya.

Pasalnya jejak dan jejaring ZA dalam aksi teror sampai hari ini masih belum ditemukan, sehingga diduga kalau dia bergerak melalui media sosial seorang diri atau lone wolf.

"Karena tidak ditemukannya kaitan dengan Jemaah Ansharud Daulah (JAD) atau semacamnya yang belum ditemukan. Jadi jika dia dianggap punya guru atau mentor yang sama dengan pengebom Makassar, sangatlah meragukan," jelasnya.

"Memang banyak misteri yang meliputi kasus ZA sehingga banyak yang menyangsikan dia teroris beneran. Dari proses masuk ke Mabes yang mulus, siapa antar dia ke sana, naik kendaraan apa, masih belum terungkap jelas. Sayangnya - ini yang menambak misteri dan makin membuat kabur, karena dia ditembak mati dari jarak jauh tepat di jantungnya," tambahnya.

 

3 dari 3 halaman

Kata Kepala BNPT

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menilai, bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar berkaitan dengan aksi teror di Mabes Polri.

"Berdasarkan fakta yang didapat, surat wasiat pelaku penyerangan Mabes Polri mencontoh surat wasiat yang ditulis oleh pelaku bom suami istri di Makassar, seperti meminta maaf ke keluarga dan jangan pakai bank. Ini adalah hasil proses radikalisasi oleh radikal intoleran terorisme melalui media sosial," kata Boy Rafli di Polda Sulawesi Selatan, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (1/4/2021).

Boy Rafli menegaskan akan menindaklanjuti dan berupaya melakukan upaya pencegah lebih dalam lagi kepada para generasi milenial. Pasalnya, kemajuan dunia digital saat ini membuat mudah dan maraknya konten-konten propaganda serta narasi ujaran kebencian, yang tidak dapat terhindarkan.

"Untuk itu, peran keluarga juga diharapkan dapat terlibat untuk mengawasi anak-anak mereka dalam menggunakan sosial media secara baik dan benar. Langkah preventif dan represif baik soft maupun hard approach juga akan diterapkan oleh pemerintah dan aparat keamanan untuk upaya pencegahan yang lebih menyeluruh dan mendalam," tegas Boy Rafli.

Sebagaimana diketahui, ZA sempat menulis pesan perpisahannya dalam dua lembar kertas putih. Di antara isi wasiat tersebut adalah permintaan maaf Zakiah kepada orangtuanya.

ZA juga meminta keluarganya untuk berhenti berhubungan dengan bank (kartu kredit) karena menganggap riba. Dia juga meminta ibunya untuk berhenti bekerja menjadi dawis (dasa wisma) karena menganggap membantu kepentingan pemerintah tagut.

Selain itu, dalam surat yang dituliskan tersebut pelaku juga turut berpesan agar keluarganta tidak mengikuti proses pemilu, karena orang-orang yang terpilih itu akan membuat hukum tandingan Allah bersumber Alquran - Assunnah.

Dengan beredarnya surat ZA, sejumlah isi surat pun memiliki kemiripan dengan surat yang ditulis L pelaku bom bunuh diri di Makassar. Dengan isinya meminta maaf jika ada salah, mengingatkan keluarga agar senantiasa beribadah dan tidak meninggalkan salat.

Termasuk di akhir surat, L yang menjadi pelaku bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar menuliskan tanda tangannya beserta nama lengkapnya. Hal itu sama seperti yang dilakukan ZA

 

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka