Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan penghapusan red notice dengan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra bakal menghadapi vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada hari ini, Senin (5/4/2021).
Ketetapan sidang vonis terhadap Djoko Tjandra dinyatakan Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis dalam sidang perkara yang digelar pada Kamis 25 Maret 2021 lalu.
Advertisement
"Ditetapkan kembali (sidang vonis) pada Senin tanggal 5 April pada pukul 10.00 WIB dengan acara untuk putusan," ujar Hakim Damis usai sidang dengan agend pembacaan duplik Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Djoko Tjandra sendiri dalam sidang duplik masih berkeyakinan dirinya adalah korban penipuan yang dilakukan Pinangki Sirna Malasari, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Menurut Djoko Tjandra, fakta dalam persidangan menyebut bahwa Pinangki menemuinya di Malaysia sambil menawarkan jasa pengurusan fatwa perkara korupsi hak tagih Bank Bali di MA lewat Kejagung.
Fatwa MA diperlukan Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi ke penjara dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
"Memang faktanya itu kan penipuan. Jelas saya didatangi kok di Malaysia. Bukan saya mencari. Itu keyakinan dan fakta dipersidangan begitu," ujar Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/3/2021).
Atas keyakinannya itu, Djoko Tjandra mengaku siap menghadapi vonis. "Santai sajalah, sesuai fakta hukum saja apa yang terjadi dalam persidangan," kata dia.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tuntutan Jaksa
Diketahui, jaksa menuntut Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Djoko Tjandra menghadapi tuntutan dalam dua kasus sekaligus, yakni terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Jaksa menilai Djoko terbukti telah menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.
Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.
Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu. Jaksa menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Jaksa menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Advertisement