Liputan6.com, Jakarta Jelang sidang putusan, Terdakwa Joko Sugiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menyakini vonis yang akan dijatuhkan majelis hakim akan lebih ringan ketimbang tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas dua perkara suap red notice dan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
"Yang terbaik sesuai dengan fakta," kata Djoko ketika ditemui sebelum sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Senin (5/4/2021).
Terlebih, Djoko Tjandra mengklaim kalau tuntutan yang dilayangkan oleh JPU kepada dirinya banyak yang tidak tepat. Walaupun ketika ditanya terkait hal apa, Djoko enggan untuk berkomentar lebih jauh.
Advertisement
"Yakin dong lebih ringan banyak yang ngawur. Persidangan kan kalian sudah dengar, nanti dengerin saja," ujarnya.
Bahkan Djoko merasa tidak khawatir dan tetap tenang menghadapi sidanh vonis kali ini. Karena dia merasa kalau dirinya tidaklah bersalah dan bukan seorang koruptor.
"Orang, enggak ada salahnya, kenapa khawatir. Kalau mencuri, korupsi boleh khawatir, ini apa masalah perkaranya," tegasnya.
Pantauan merdeka.com, sidang yang semula diagendakan sekitar pukul 10.00 WIB, dimundurkan menjadi pukul 13.00 WIB.
Sebelumnya, Pengacara Djoko Tjandra, Soesilo Ari Wibowo berharap kliennya tersebut turut dibebaskan, lantaran dinilai sebagai korban dalam perkara red notice dan upaya fatwa Mahkamah Agung (MA).
"Pandangan saya, pak Djoko itu hanya korban. Jadi pak Djoko harus dibebaskan," ujarnya.
Sebagaimana diketahui bahwa JPU telah menuntut Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Sebagaimana tuntutan dalam dua kasus sekaligus, yakni terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) atau Red Notice.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Suap 2 Jenderal Polisi
Jaksa menilai Djoko terbukti telah menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.
Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA. Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu. Jaksa menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Jaksa menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement