Liputan6.com, Jakarta DPD RI berpandangan perbankan syariah harus mengambil peran dalam program pemulihan ekonomi nasional melalui instrument pengembangan ekosistem ekonomi syariah nasional.
Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamuddin mengatakan dibutuhkan sinergi dan harmonisasi kebijakan terkait perbankan syariah guna mendorong pertumbuhan dan kemajuan perbankan syariah di Indonesia dengan para stake holder terkait seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk juga fungsi pengawasannya oleh DPR RI dan DPD RI.
Baca Juga
“Pelaksanaan pengawasan terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan wujud komitmen DPD RI terhadap amanat pasal 22D ayat (3) UUD 1945 yang memberikan penegasan terkait dengan fungsi pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang,” ujarnya dalam acara Focus Group Discussion Komite IV DPD RI tentang “Kontribusi Perbankan Syariah Indonesia dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional” di Hotel Novotel, Tangerang, Banten, Senin, (5/4).
Advertisement
Sementara itu, Ketua Komite IV DPD RI, Sukiryanto memaparkan tahun 2021 diharapkan penempatan dana pemerintah di perbankan syariah menjadi stimulus bagi dunia usaha khususnya UMKM yang masih terdampak oleh pandemi Covid-19.
“Akibat pandemi, menyebabkan banyak mudharib (debitur) yang mengalami ketidaklancaran dalam pemenuhan kewajibannya, dan kewajiban untuk spin-off paling lambat akhir tahun 2023 agak berat dilaksanakan mengingat dalam kondisi pandemi, ketidakstabilan bisnis bank induk membuat keputusan besar seperti spin-off menjadi sulit dilakukan,” jelasnya.
Senator asal Kalimantan Barat tersebut dalam kesimpulan FGD menjelaskan Komite IV DPD RI mendukung sinergi kebijakan antar lembaga dan stakeholder terkait khususnya kebijakan di dalam mendorong pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.
“Komite IV DPD RI meminta Pemerintah dan otoritas terkait untuk melakukan telaah ulang mengenai kewajiban spin off bagi UUS (Unit Usaha Syariah) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan Komite IV DPD RI dan Asbisindo sepakat untuk bersinergi dalam melakukan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah kepada masyarakat di daerah,” paparnya.
Kesimpulan lain antara DPD RI dengan Asbisindo adalah Komite IV DPD RI mendukung program perbankan syariah yang melibatkan kaum milenial guna meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah, akselerasi digitalisasi perbankan syariah yang dapat menonjolkan keunggulan dan keunikan syariah sehingga mampu memberikan added value bagi masyarakat, percepatan proses transformasi perbankan syariah agar segera terwujud perbankan syariah yang resilient, berdaya saing tinggi serta mampu berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian nasional dan pembangunan sosial, penguatan permodalan syariah, agar perbankan syariah lebih mampu untuk menyediakan layanan digital dan mengembangkan produk syariah yang memiliki diferensiasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mengatakan pertumbuhan ekonomi perbankan syariah di Indonesia masih rendah.
“Perlu didorong agar mencapai setidaknya setengahnya dari Malaysia yang perbankan syariahnya tinggi. Kita bisa merubah beberapa perbankan agar bersatu,” ungkapnya.
Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Deden Firman Hendarsyah mengatakan OJK memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2022.
“Rasionalisasi ini sebagai langkah antisipatif untuk membantu debitur terdampak Covid-19 yang masih memiliki prospek usaha namun memerlukan waktu lebih panjang, hal ini juga membantu perbankan dalam menata kinerja keuangannya dari sisi mitigasi risiko kredit,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Abdullah Firman Wibowo, Plt Ketua Umum Asbisindo (Asosiasi Bank Syariah Indonesia) mengusulkan agar tambahan subsidi margin dapat di perpanjang karena masih dibutuhkan oleh nasabah yang masih terkena dampak Covid-19.
“Ekonomi masih belum sepenuhnya pulih. UMKM masih terdampak. Mohon Program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dapat di perpanjang satu tahun ke depan,” jelasnya.
Pengamat perbankan syariah, Adiwarman A Karim mengusulkan stimulus yang perlu dilakukan untuk memajukan perbankan syariah di Indonesia antara lain tidak ada kewajiban spin-off bagi Unit Usaha Syariah (UUS) dengan aset di atas lima puluh trilyun rupiah dan modal kerja minimal lima trilyun rupiah.
“Diperlukan stimulus bagi bank hasil spin-off dan stimulus bagi bank hasil konversi,” terangnya.
(*)