Liputan6.com, Jakarta - Bencana banjir bandang disertai longsor melanda sejumlah wilayah di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu malam, 4 April 2021.
Hingga 7 April kemarin, pukul 20.00 WIB, jumlah korban meninggal dunia kembali bertambah. Menurut Kepala BNPB Doni Monardo, saat ini korban yang meninggal menjadi 138 orang.
Baca Juga
Doni mengaku ada sejumlah faktor yang menyebabkan piihaknya kesuitan menemukan jenazah para korban. Salah satunya pengerahan alat berat ke lokasi kejadian. Â
Advertisement
"Kesulitan untuk memobilisasi alat berat, ekskavator dan juga dump truck untuk mengangkut batu-batu yang sangat besar. Kemudian cuaca yang masih belum begitu bagus ya," ujarnya dalam konferensi pers secara daring pada Rabu, 7 April 2021.Â
Selain korban jiwa, dampak dari banjir bandang tak urung meluluhlantakkan sejumlah fasilitas umum dan rumah warga. Tiga hari pasca kejadian, ada 1.992 rumah yang terdampak. Jumlah rumah rusak berat terbanyak berada di Kabupaten Lembata.
Berikut deretan pernyataan terkini dari BNPB terkait dengan bencana banjir bandang yang terjadi di wilayah Flores Timur, NTT dihimpun Liputan6.com:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
1. Korban Meninggal Jadi 138 Orang
Berdasarkan laporan dari BNPB terkait perkembangan temuan korban banjir bandang, mereka yang meninggal dunia kini menjadi menjadi 138 orang.
"Total korban meninggal yang telah ditemukan jasadnya mencapai 138 orang. Dan yang masih dalam pencarian sebanyak 61 orang," ujar Doni dalam konferensi pers secara daring, Rabu, 7 April.Â
Korban yang meninggal dan juga hilang akibat bencana banjir bandang ini tersebar di beberapa wilayah di NTT:
1. Flores Timur, meninggal 67 orang, hilang ada 6 orang.
2. Kabupaten Alor, meninggal 25 orang, hilang ada 20 orang.
3. Malaka, meninggal ada 4 orang.
4. Kabupaten Kupang, meninggal ada 5 orang.
5. Kabupaten Lembata, meninggal 32 orang, hilang 35 orang.
6. Kabupaten Sabu Raijua, meninggal ada 2 orang
7. Kota Ende, Kota Kupang dan Ngada masing-masing ada satu yang meninggal dunia.
Advertisement
2. Faktor Cuaca Jadi Kendala
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, bahwa cuaca di lokasi kejadian yang tidak menentu membuat kapal-kapal jadi berisiko saat berlayar. Maka dari itu, alat berat pendukung untuk pencarian belum bisa didatangkan ke lokasi.
"Cuaca yang juga masih belum begitu bagus karena sejumlah kapal yang mengangkut alat berat ini tidak bisa berlayar," ujar Doni dalam konferensi pers secara daring, Rabu, 7 April.Â
Doni mengatakan, alat berat sangat dibutuhkan untuk proses pencarian korban di lokasi. Namun, menurutnya, alat berat saat ini sulit menjangkau lokasi kejadian karena transportasi utama yang ada di lokasi yaitu kapal sulit bergerak.
"Kesulitan untuk memobilisasi alat berat, ekskavator dan juga dump truck untuk mengangkut batu-batu yang sangat besar," ujarnya.
Ia berharap, cuaca di lokasi segera bersahabat, sehingga alat berat dapat dimobilisasikan ke seluruh wilayah yang terdampak bencana banjir yang masih terisolasi.
"Namun mudah-mudahan cuaca malam ini semakin baik sehingga alat berat bisa dikirim dari Larantuka ke Pulau Adonara," harapnya.
3. Tidak Dibangun Hunian Sementara (Huntara)
Terkait dengan bangunan hunian sementara atau huntara, Doni mengatakan, pemerintah tidak membangunnya di lokasi pengungsian bencana. Langkah ini bertujuan untuk mencegah penularan virus Covid-19.Â
"BNPB atau pemerintah pusat tidak membangun huntara atau hunian sementara," katanya dalam konferensi pers, Rabu, 7 April 2021.Â
Pemerintah malah mendorong masyarakat terdampak untuk menyewa rumah atau tinggal terlebih dahulu di rumah saudara terdekat. Mengenai biaya penyewaan rumah, nantinya akan ditanggung oleh pemerintah sebesar Rp 500 ribu per bulan nya.
"Ini semata-mata untuk proses masyarakat tidak berada di huntara tetapi bisa menyewa rumah keluarga atau saudara terdekat sehingga risiko terpapar Covid-19 bisa kita kurangi," ujarnya.
Selain tidak membangun huntara, pemerintah pusat juga mendistribusikan puluhan ribu alat swab antigen untuk mendeteksi Covid-19. Penggunaan swab ini diharapkan agar dapat diprioritaskan oleh para pengungsi.
"Kami serahkan kepada pemerintah provinsi pendistribusiannya sehingga pemerataannya bisa berjalan lebih baik," jelasnya.
Advertisement
4. 1.992 Rumah Rusak dan 87 Fasilitas Umum Terdampak
Tiga hari pasca kejadian banjir bandang di NTT, BNPB telah mencatat ada 1.992 rumah yang rusak disebabkan oleh banjir bandang. Dengan rincian, 688 rumah rusak berat, 272 rusak sedang, sementara 154 rumah mengalami rusak ringan.
Selain itu, total 87 fasilitas umum juga ikut terdampak banjir bandang yang menimpa NTT. Dari total 87 fasilitas yang terdampak, ada 24 unitnya yang mengalami kerusakan berat.
"Kerugian materilnya 1.992 unit rumah dan 87 fasilitas umum terdampak," kata Doni Manardo saat konferensi pers virtual, Rabu, 7 April.Â
Doni menyebutkan, dari 15 kabupaten yang terdampak itu, jumlah rumah rusak berat terbanyak yaitu Kabupaten Lembata ada 224 unit rumah rusak berat. Selanjutnya disusul Kabupaten Timor Tengah Utara ada 150 rumah yang rusak berat, lalu Kabupaten Flores Timur sebanyak 82 rumah kategori rusak berat.
5. 13.226 Orang Mengungsi
Selain itu, jumlah korban jiwa di Kabupaten Flores Timur menjadi yang tertinggi, yaitu sebanyak 67 meninggal dunia dan 6 orang masih dinyatakan hilang.
Hal ini disebabkan karena kabupaten tersebut tidak hanya banjir tetapi juga mengalami tanah longsor. Sedangkan jumlah total korban jiwa 138 orang, 61 orang masih dinyatakan hilang.
"Di Kabupaten Flores Timur itu bukan hanya banjir bandang tapi tanahnya longsor juga. Wilayah yang disertai angin kencang itu Kabupaten Ngada dan Kabupaten Ndao," kata Ketua Satgas Covid-19 itu.
Doni juga melaporkan, totalnya ada 4.829 jiwa atau 1.700 KK yang terdampak. Selain itu, jumlah pengungsi pada hari ketiga ini mencapai 13.226 jiwa atau 2.019 KK
Â
Â
Cinta Islamiwati (Magang)
Advertisement