Sukses

Koalisi Masyarakat Desak Anies Baswedan Buka Adendum Kerja Sama Swastanisasi Air  

Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membuka adendum (perubahan) atas perjanjian kerja sama swastanisasi air Jakarta untuk transparansi.

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membuka adendum (perubahan) atas perjanjian kerja sama swastanisasi air Jakarta untuk transparansi. Swastanisasi air telah dilegalkan melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 891 tahun 2020. 

"KMMSAJ sebelumnya mengajukan informasi publik atas Kepgub tersebut namun mengalami penolakan dengan alasan yang berubah-ubah. Dengan begitu, patut diduga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah memperpanjang perjanjian kerja sama dengan swasta yang menyangkut akses air bersih 10 juta warga Jakarta," kata perwakilan KMMSAJ, Nelson Nikodemus Simamora dalam rilis daring, Minggu (11/4/2021).

Nelson menyebut pada Desember 2020 silam, Anies mengumumkan Keputusan Gubernur Nomor 891 Tahun 2020 tentang Persetujuan Adendum Perjanjian Kerja Sama Antara Perusahaan Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Perseroan Terbatas Aetra Air Jakarta.

Mengetahui hal tersebut, menurut Nelson, KMMSAJ telah mengajukan permohonan informasi publik tentang apa sebenarnya isi dari Adendum (Perubahan) Perjanjian Kerja Sama Swastanisasi Air Jakarta tersebut.

“Namun kami mendapat penolakan (Anies Baswedan) melalui jawaban Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik DKI dengan alasan adendum terkait masih dalam proses kajian oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP) atas permintaan KPK,” kata Nelson.

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Mengajukan Keberatan

KMMSAJ lantas mengajukan keberatan kepada atasan PPID namun mendapat jawaban yang berubah-ubah.

"Tanggapan keberatan informasi publik ini justru semakin menunjukkan bahwa Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menerbitkan kepgub abal-abal yang tidak memiliki dasar yang jelas. Kepgub beserta addendum tersebut bertentangan dengan hukum, hak asasi manusia, dan nalar publik, karena: Pertama, adendum tersebut sudah final karena sudah disahkan melalui Kepgub 891 Tahun 2020," tegasnya.