Liputan6.com, Jakarta - Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita diserahkan kepada pemerintah melalui Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg).
Hal tersebut sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII.
Baca Juga
Dengan adanya perpres tersebut, maka Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1977 dinyatakan berakhir yaitu pengelolaan Yayasan Harapan Kita yang didirikan oleh mendiang istri Presiden ke-2 RI Soeharto, Tien Soeharto.
Advertisement
Yayasan Harapan Kita pun diberi untuk menyerahkan laporan pengelolaan aset negara seluas 146,7 hektare itu.
"Setelah waktu tiga bulan, pengelola saat ini harus memberikan laporan pengelolaan kepada tim transisi dan kemudian pengelolaan selanjutnya akan dibahas oleh tim transisi," ujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam konferensi pers, di Kantor Kemensetneg, Jakarta, Rabu, 7 April 2021.
Kewajiban Yayasan Harapan Kita itu juga tertuang dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII yang diteken Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2021.
Sekretaris Kemensetneg Setya Utama pun mengungkap, Yayasan Harapan Kita tak pernah menyetor pendapatan TMII ke negara.
"Benar (Yayasan Harapan Kita tak pernah menyetor ke kas negara)," ucap Setya saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 8 April 2021.
Pengelola TMII pun angkat bicara. Menurut Kabag Humas TMII Adi Widodo, setiap aktivitas yang terjadi hingga aliran keuangan di TMII dilaporkan seluruhnya ke Yayasan Harapan Kita selaku pihak yang memiliki kewenangan lebih tinggi.
"Jadi gini, kalau soal kas negara itu kewajiban melaporkan ke Sesneg itu Yayasan Harapan Kita. Kewajiban kita adalah memberikan laporan ke Yayasan Harapan Kita. Kalau kewajiban pajak kita lakukan, maka kas negara yang dimaksud saya kurang paham itu," tutur Adi.
Berikut fakta-fakta terkait penyerahan pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita kepada pemerintah dihimpun Liputan6.com:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Diberi Waktu 3 Bulan Serahkan Pengelolaan
Pemerintah melalui Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg) memberikan waktu selama tiga bulan kepada pengelola Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Yayasan Harapan Kita untuk memberikan laporan pengelolaan aset negara seluas 146,7 hektare ini.
"Setelah waktu tiga bulan, pengelola saat ini harus memberikan laporan pengelolaan kepada tim transisi dan kemudian pengelolaan selanjutnya akan dibahas oleh tim transisi," ujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam konferensi pers, di Kantor Kemensetneg, Jakarta, Rabu, 7 April 2021.
Kewajiban Yayasan Harapan Kita itu juga tertuang dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII yang diteken Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2021.
"Penyerahan laporan pelaksanaan dan hasil pengelolaan serta serah terima penguasaan dan pengelolaan TMII ... dilaksanakan paling lama tiga bulan terhitung sejak Peraturan Presiden ini berlaku," seperti tertulis Pasal 2 ayat (4) Perpres 19/2021.
Â
Advertisement
Pemerintah Bentuk Tim Transisi
Pemerintah melalui Kemensetneg akan membentuk tim transisi untuk memindahkan pengelolaan TMII dari pengelola sebelumnya, Yayasan Harapan Kita.
"Karena ini ada pemindahan pengelolaan, kami juga perlu untuk memutuskan masa transisi, jadi nanti akan dibentuk tim transisi untuk mengelola (TMII) selama transisi itu," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dalam konferensi pers secara daring.
Menurut dia, tim transisi yang dibentuk Kemensetneg akan mengawal pemindahan pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita. Pratikno mengatakan, TMII akan dikelola agar dapat mengoptimalkan manfaat bagi masyarakat luas dan juga memberikan kontribusi bagi negara.
"Dengan aset yang begitu luas, besar dan strategis, dan selama ini banyak juga didukung oleh banyak kementerian, pemerintah daerah, dan BUMN, ini akan dikelola dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan kontribusi bagi negara, terutama kontribusi keuangan," kata dia, dikutip Antara.
Pemerintah, kata Pratikno, tetap berkomitmen untuk menjadikan TMII sebagai sarana dan prasarana untuk melestarikan budaya bangsa dan juga sebagai sarana prasarana edukasi bagi masyarakat.
Pemerintah ingin TMII menjadi kawasan pelestarian budaya dan edukasi berstandar internasional, serta menjadi jendela Indonesia di mata internasional.
Sekretaris Kemensetneg Setya Utama mengatakan tim transisi akan terdiri dari pejabat dan pegawai di Kemensetneg, yang dibantu oleh Kelompok Kerja (Pokja) Aset, Pokja Keuangan dan Pokja Hukum.
"Nanti sebelum ada serah terima ke Kemesetneg, mereka akan bekerja sama dengan badan pengelola TMII yang sekarang," kata Setya Utama.
Kemensetneg menjamin selama pemindahan pengelolaan, TMII akan beroperasi secara normal bagi masyarakat dan hak-hak para karyawan TMII akan dipenuhi sesuai ketentuan berlaku.
Â
Yayasan Harapan Kita Disebut Tak Pernah Setor ke Kas Negara
Sekretaris Kemensetneg Setya Utama menyebut, Yayasan Harapan Kita tak pernah menyetor pendapatan TMII ke negara. Adapun yayasan milik keluarga Presiden ke-2 RI, Soeharto ini mengelola TMII selama 44 tahun.
"Benar (Yayasan Harapan Kita tak pernah menyetor ke kas negara)," ucap Setya saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 8 April 2021.
Hal ini pula lah yang menjadi salah satu alasan pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita. Pasalnya, pemerintah ingin agar TMII tersebut memberikan kontribusi terhadap keuangan negara.
"Untuk optimalisasi aset, kontribusi ke negara salah satunya. Yang penting lainnya, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat segala kalangan," jelas Setya.
Sebelum akhirnya diambil alih negara, Setya mengatakan Kemensetneg telah memberikan pengarahan terlebih dahulu kepada pengelola TMII agar meningkatkan kualitas pelayanan. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar TMII diambil alih Kemensetneg.
"Kita berikan arahan dulu, lakukan legal dan financial audit, pertimbangkan rekomendasi BPK dan pihak-pihak lainnya, dan putuskan harus diambil alih," kata Setya.
Â
Advertisement
Respons TMII
Pengelola TMII pun angkat bicara terkait disebut Kemensetneg tak pernah serahkan laporan kas negara.
"Jadi gini, kalau soal kas negara itu kewajiban melaporkan ke Sesneg itu Yayasan Harapan Kita. Kewajiban kita adalah memberikan laporan ke Yayasan Harapan Kita. Kalau kewajiban pajak kita lakukan, maka kas negara yang dimaksud saya kurang paham itu," tutur Kabag Humas TMII Adi Widodo saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 8 April 2021.
Menurut Adi, setiap aktivitas yang terjadi hingga aliran keuangan di TMII dilaporkan seluruhnya ke Yayasan Harapan Kita selaku pihak yang memiliki kewenangan lebih tinggi.
"Jadi kewajiban kita kan nggak langsung ke Sesneg ya. Tapi kita punya kewajiban segala kegiatan kita, kita laporkan ke Yayasan Harapan Kita. Yayasan Harapan Kita melaporkan ke Sesneg," tegas Adi.
Â
Moeldoko Sebut TMII Alami Kerugian
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa TMII yang dikelola Yayasan Harapan Kita selama 44 tahun, kerap mengalami kerugian.
Sehingga, Yayasan Harapan Kita harus mensubsidi Rp 40-50 miliar per tahun untuk menutupi kerugian yang dialami.
"Perlu saya sampaikan sampai saat ini kondisi TMII dalam pengelolaannya itu mengalami kerugian dari waktu ke waktu. Saya dapat informasi bahwa setiap tahun, Yayasan Harapan Kita menyubsidi antara Rp 40-50 miliar," kata Moeldoko kepada wartawan, Jumat, 9 April 2021.
Dia mengakui hal itu menjadi salah satu pertimbangan pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan TMII. Pasalnya, dengan kerugian yang dialami, maka TMII otomatis tidak memberikan kontribusi kepada keuangan negara.
"Tadi saya sampaikan ada kerugian 40-50 miliar per tahun. Itu jadi pertimbangan. Kasian Yayasan Harapan Kita nombokin terus dari waktu ke waktu," ujarnya.
Moeldoko mengatakan Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah melakukan pendampingan kepada TMII pada 2016. Hingga akhirnya, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit keuangan TMII.
Hasilnya, BPK merekomendasikan agar pengelolaan TMII diambil alih oleh Kementerian Sekretariat Negara. Hal ini agar kualitas pengelolaan aset negara dapat optimal dan lebih baik sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap keuangan negara.
"Pada 2016 Pak Mensesneg sudah lakukan pendampingan kepada TMII, apa persoalannya, bagaimana kinerjanya seperti ini. Tapi ternyata sampai dengan sekarang tidak ada perubahan kinerja yang baik. Itulah kenapa kira-kira baru sekarang (diambil alih)," jelas Moeldoko.
Â
Advertisement
Yayasan Harapan Kita Tegaskan Tak Pernah Rugikan Negara
Pihak Yayasan Harapan Kita (YHK) angkat bicara terkait pengambilalihan pengelolaan TMII oleh pemerintah. Termasuk menjelaskan berbagai kabar kerugian negara atas pengurusan objek wisata tersebut di masa lalu.
Sekretaris YHK Tria Sasangka Putra merunut mulai dari awal pembangunan TMII yang digagas oleh istri Presiden Soeharto, Raden Ayu Siti Hartinah atau Tien Soeharto sejak 30 Juni 1972 dan diresmikan 20 April 1975.
"Terkait dengan izin pembangunan dan izin usaha TMII ini berdasarkan keputusan Gubernur DKI Jakarta pada 1974 lalu," tutur Tria saat konferensi pers secara virtual, Minggu (11/4/2021).
Menurut Tria, TMII kemudian diserahkan kepada negara berdasarkan pemahaman utuh atas pentingnya penerimaan keragaman seni dan budaya di Indonesia. Juga dalam rangka membangun rumah kebangsaan nasional untuk dapat dimanfaatkan bagi rakyat, bangsa, dan negara, sebagai bentuk kontribusi Yayasan Harapan Kit atas wahana pelestarian seni dan budaya Indonesia.
"Hingga saat ini Bapak Soeharto dan penggagas Ibu Negara Tien Soeharto tidak memiliki niat swakelola TMII secara mandiri. Hal ini dapat dilihat bahwa pada rentang selama tiga tahun sejak pembangunan sampai peresmiannya, TMII langsung dipersembahkan dan diserahkan Yayasan Harapan Kita kepada negara," jelas dia.
Pembangunan TMII yang dilaksanakan YHK, lanjut Tria, sesuai dengan rekomendasi yang memang diberikan dalam empat pilihan oleh DPR. Adapun keputusan yang diambil adalah YHK membiayai sendiri pembangunan proyek TMII dalamn rangka pengisian master plan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia.
"Pertimbangan Yayasan Harapan Kita dalam memilih alternatif keempat adalah bertumpu pada skala prioritas agar tidak mengganggu dan mengurangi prioritas pembangunan pada saat itu dan hasil dari public hiring yang telah dilaksanakan DPR pada masa itu," kata Tria.
Lebih lanjut, pendanaan dan pengelolaan TMII dikucurkan langsung oleh YHK tanpa bantuan anggaran dari pemerintah. Audit dalam bidang keuangan juga dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan (BPK) terhadap TMII.
"Dalam pelaksanaan pengelolaan TMII, selama ini Yayasan Harapan Kita sebagai penerima tugas negara tidak pernah mengajukan atau meminta kebutuhan anggaran dari pengelolan TMII kepada negara atau pemerintah. Kebutuhan anggaran yang tidak dapat tercukupi untuk pengelolaan pemeliharaan dan pelestarian TMII ditanggung oleh Yayasan Harapan Kita sebagai suatu bentuk kontribusi kepada negara sesuai amanat Keppres Nomor 51 Tahun 1977," bebernya.
Tria menekankan, pendanaan dan pengelolaan TMII tidak selalu berjalan mulus. Pemasukan yang diperoleh kerap kurang mencukupi kebutuhan operasional TMII.
"Yayasan Harapan Kita selalu memberikan bantuan kepada TMII, termasuk membiayai secara mandiri peningkatan pengembangan TMII sesuai amanah Keppres Nomor 51 tahun 77. Sehingga dengan demikian Yayasan Harapan Kita tidak pernah membebani dan merugikan keuangan negara," Tria menandaskan.