Liputan6.com, Jakarta Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai bonus demografi yang dimiliki Indonesia layaknya dua sisi mata uang. Bisa menjadi peluang namun bisa juga menjadi ancaman.
Penilaian tersebut disampaikan LaNyalla saat menjadi pembicara di Konferensi Cabang PMII Kota Malang, Kamis (15/4/2021). Kegiatan ini diikuti Ketua Umum dan pengurus PC PMII Kota Malang, juga Kader PMII.
Baca Juga
Senator asal Jawa Timur ini menilai tantangan bonus demografi Indonesia menarik untuk dibicarakan.
Advertisement
"Karena sejatinya bonus demografi tersebut seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi adalah berkah atau peluang. Tetapi di satu sisi bisa jadi musibah atau ancaman," katanya.
Dijelaskan LaNyalla, Indonesia akan memasuki puncak bonus demografi pada tahun 2030 hingga 2040. Pada masa itu penduduk usia produktif berusia 15 – 64 tahun lebih banyak dibandingkan penduduk dengan usia tidak produktif.
"Pertumbuhan penduduk usia produktif diprediksi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akan mencapai 64 persen dari total penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Puncaknya, angkatan kerja Indonesia mencapai 71 persen," katanya.
Namun, Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu menilai di situlah letak tantangan sesungguhnya.
Karena, melimpahnya usia produktif bisa menjadi peluang dan dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi negara.
"Sebaliknya, jika banyaknya usia produktif tidak dibarengi dengan tersedianya lapangan kerja, hal tersebut justru akan berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran dan banyak permasalahan lain," ujarnya.
Untuk menjawab tantangan bonus demografi, harus dilakukan proyeksi dan memetakan apa yang akan terjadi, dan apa yang dibutuhkan Indonesia pada saat itu.
"Termasuk sumber daya manusia dengan kualifikasi seperti apa yang dibutuhkan Indonesia pada saat itu. Sehingga diharapkan dapat berintegrasi dengan kebutuhan industri 4.0," katanya.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu menambahkan, menjawab tantangan demografi juga bisa dilakukan dengan penataan roadmap untuk penciptaan pengusaha-pengusaha baru yang dibutuhkan saat itu.
"Tentunya dengan mengandalkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Indonesia," katanya.
Â
(*)