Sukses

Deretan Tanah yang Dibeli Edhy Prabowo dari Uang Suap Izin Ekspor Benur

Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp 25,7 miliar terkait izin ekspor benih lobster atau benur di KKP.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap total sekitar Rp 25,7 miliar terkait kasus suap ekspor benih lobster atau benur. Edhy menerima USD 77 ribu (sekitar Rp 1,1 miliar) dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito dan Rp 24,6 miliar dari eksportir benur lainnya.

Edhy Prabowo menerima suap tersebut untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai menteri.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Edhy menerima uang tersebut melalui Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswandhi Pranoto Loe. Jaksa menyebut Edhy menggunakan uang suap itu untuk belanja kebutuhannya termasuk aset berupa tanah.

"Selanjutnya terdakwa (Edhy Prabowo) mempergunakan uang suap tersebut sebagai berikut. Pada sekitar bulan Juni 2020, terdakwa (Edhy) melalui Amiril Mukminin melakukan pembayaran sebesar Rp 147 juta untuk pembelian tanah milik Dayu di Blok Jatinegara Desa Cibodas dengan luas 73,5 tumbak atau 1.029m3," ujar Jaksa dalam dakwaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/4/2021).

Kemudian Pada bulan Juli 2020, Edhy Prabowo membeli tanah senilai Rp 3 miliar, yaitu satu bidang tanah seluas 9.600 m2 dan satu bidang tanah seluas 10.100 m2 yang terletak di Desa Cijengkol, Sukabumi atas nama pemegang hak Elly Winda Aprillya dengan sertifikat hak milik nomor 91 tahun 1994, dan nomor 87 tahun 1994.

Pada 18 Juli 2020, 8 Agustus 2020, dan 28 Oktober 2020, Edhy melalui Amiril melakukan tiga kali pembayaran dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 190 juta untuk pembelian tanah milik Wara di Blok Pasirwaru Desa Cibodas dengan luas 135 tumbak atau 1.892 m2.

Pada 9 Oktober 2020, Edhy melalui Amiril melakukan pembayaran sebesar Rp 500 juta untuk pembelian tanah milik Aan Prawira dengan luas 463M2, SHM 00431 di desa Cibodas, Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Pada bulan Oktober 2020, Edhy melalui Amiril dan Ainul Faqih, membayar jasa Notaris Alvin Nugraha sebesar Rp 750 juta untuk pembayaran balik nama 27 bidang tanah di desa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur atas nama Edhy Prabowo.

Kemudian Edhy melalui Amiril dan Ainul Faqih mentransfer kepada beberapa pihak, yakni kepada Tetty Yumiati sebesar Rp 450 juta untuk pembayaran DP Tanah di Soreang, Kabupaten Bandung.

Pada antara bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2020 membeli satu bidang tanah seluas 219 m2 beserta bangunan di atasnya yang terletak di Jl. Cilandak 1 Ujung RT.002 RW.001, Cilandak Barat, Jakarta Selatan atas nama pemegang hak Andreau Misanta Pribadi seharga Rp 8 miliar.

"Pada 18 Juni 2020 untuk pelunasan pembelian satu bidang tanah dengan luas 200 m2 beserta bangunan di atasnya yang terletak di Blok/No.Kav: A/16 Desa Hegarmukti, Cikarang Pusat atas nama pemegang hak Andreua Misanta Pribadi seharga Rp 1.182.432.722,94," kata Jaksa.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Dakwaan Edhy Prabowo

Diberitakan Edhy Prabowo didakwa menerima suap sebesar USD 77 ribu atau sekitar Rp 1,1 miliar dan Rp 24.625.587.250 oleh tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jika ditotal, dugaan suap yang diterima Edhy sebesar Rp 25,7miliar. Suap berkaitan dengan pengurusan izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," ujar Jaksa KPK dalam dakwaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/4/2021).

Jaksa menyebut, Edhy Prabowo menerima USD 77 ribu dari pemilik PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito. Edhy menerima uang tersebut melalui Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadinya, dan Safri yang merupakan Staf Khusus Menteri dan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Pemberian uang tersebut dilakukan pada 16 Juni 2020 di di Kantor KKP Gedung Mina Bahari IV Lantai 16. Uang diberikan Suharjito kepada Safri sambil mengatakan 'ini titipan buat Menteri'. Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Edhy Prabowo melalui Akiril Mukminin.

Sementara penerimaan uang sebesar Rp 24.625.587.250 diterima Edhy dari para eksportir benur lainnya. Namun jaksa tak menyebut siapa saja eksportir tersebut. Jaksa hanya menyebut uang itu diterima Edhy melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi (anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo), Andreau Misanta Pribadi selaku Staf Khusus Menteri dan Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dan Siswandhi Pranotoe Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistic Indonesia (PT PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Jaksa menyebut, pemberian suap dilakukan agar Edhy mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT. DPPP dan para eksportir BBL lainnya yang bertentangan dengan kewajiban Edhy sebagai menteri.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu dengan maksud supaya terdakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT. DPPP dan para eksportir BBL lainnya," kata Jaksa.  

3 dari 3 halaman

3 Wanita di Pusaran Kasus Suap Edhy Prabowo