Sukses

Imam Samudra Mengaku Sebagai Otak Bom Bali

Setelah tertangkap di dalam sebuah bus, Imam Samudra, sosok yang disebut-sebut sebagai otak di balik peledakan di Bali dimunculkan ke muka publik.

Liputan6.com, Cilegon: Bak elang, lelaki itu melepas pandangan dengan sorot tajam. Kepala mendongak, kaki dan tangan diborgol, Imam Samudra seperti menantang mereka yang berada di depannya: pencari berita, pewarta foto, dan kameraman televisi media lokal dan asing. "Allahu Akbar!" tiba-tiba muncul teriakan Mohamad Lulu Jamaluddin, adik kandung Imam, yang memang turut menyaksikan kemunculan pertama kakaknya setelah tertangkap. "Allahu Akbar!" Imam menyahut cepat, berulang-ulang sebanyak tiga kali. Suasana pun mendadak gaduh, sampai akhirnya polisi berpakaian preman mendorong Imam ke dalam [baca: Imam Samudra Ditangkap, Ibunya Shock Berat].

Seusai acara jumpa pers Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Da`i Bachtiar di aula Markas Kepolisian Resor Cilegon, Banten, Jumat (22/11) petang, Imam memang sengaja dimunculkan ke muka umum. Meski hanya sebentar, pemunculan Imam menjadi begitu berarti bagi wartawan. Maklum, lelaki kelahiran Banten, 14 Januari 1970 itu adalah sosok yang disebut-sebut sebagai otak peledakan di Bali.

Berdasarkan pengakuan Imam, seperti yang dibeberkan Kapolri, Imam Samudra alias Abdul Aziz memang menjadi otak di balik peledakan bom di Pulau Dewata. Imam juga mengakui terlibat serangkaian pengeboman di Mal Atrium, Jakarta, dan Bom Natal. Menurut informasi yang dirangkum SCTV, pengakuan ini diungkapkan Imam tanpa tekanan dalam pertemuan khusus yang dilakukan Kapolri di Markas Kepolisian Resor Cilegon, Banten, Jumat siang. Imam membenarkan dibantu Taufik bin Abdullah Halim alias Dani--terpidana pengebom warga negara Malaysia yang divonis hukuman mati saat beraksi di Jakarta.

Untuk kasus di Bali, menurut Kapolri, Imam dibantu Amrozi, Idris, dan Dulmatin. Ketiga orang yang berada di bawah koordinasi Imam, mempunyai tugas masing-masing. Amrozi, misalnya, ditugasi membeli mobil dan bahan-bahan peledak. Sedangkan Dulmatin bertugas membuat bom. Idris harus menyediakan segala akomodasi dan keperluan mereka selama di Bali. Sementara Imam mesti menentukan tempat dan tanggal untuk beraksi. &quotBetul saya sendiri yang melakukan pengeboman,&quot kata Da`i, mengutip pengakuan Imam. Dia juga membenarkan Iqbal--yang tewas di Paddy`s Cafe--bertindak sebagai koordinator lapangan.

Kapolri menyebutkan, untuk mendanai peledakan bom di Legian, kelompok Imam kerap merampok toko-toko emas di wilayah Serang. Lelaki kelahiran Banten, 14 Januari 1970 ini mengakui bahwa merampok memang sengaja diarahkan untuk tujuan lain yang lebih besar. Dalam kesempatan itu, Kapolri sempat melihat pengecekan ulang identitas Abdul Aziz dengan sidik jari dan tes lain.

Sejauh ini, Kapolri belum mengizinkan pihak keluarga dan Tim Pengacara Muslim untuk bertemu Imam [baca: Keluarga Imam Samudra Menunjuk TPM jadi Pengacara]. Di tempat terpisah, Ketua Tim Investigasi Kasus Peledakan Bom Bali Inspektur Jenderal Polisi Mangku Pastika membenarkan Abdul Aziz mempunyai paspor atas nama Faiz Yunsar. Penemuan ini membuktikan bahwa nama samaran Iman bertambah, selain Kudama, Al Fatih, dan Abu Kumar. Belakangan terungkap paspor bernama Faiz Yunsar dikeluarkan Kantor Imigrasi Pekanbaru, Riau [baca: Imam Samudra Diperiksa, Kapolri ke Banten](KEN/Miko Toro)