Sukses

Prajurit TNI Gabung KKB, Kompolnas Minta Pengawasan Penyimpanan Amunisi Diperketat

Komisioner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan, perlu adanya pengetatan pengawasan terhadap anggota TNI-Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan, perlu adanya pengetatan pengawasan terhadap anggota TNI-Polri.

Hal ini terkait dengan adanya pembelotan yang belakangan ini dilakukan oleh anggota TNI-Polri seperti membantu maupun bergabung dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.

"Yang perlu dilakukan untuk pencegahan adalah mengawasi ketat penyimpanan senjata dan amunisi," kata Poengky saat dihubungi merdeka.com, Selasa (20/4/2021).

Selain itu, untuk mencegahnya sering melakukan patroli di jalur-jalur yang menghubungkan wilayah konflik dan pasca konflik.

"Misalnya Papua dengan Aceh dan Maluku, atau jalur luar negeri misalnya Filipina Selatan dan Thailand Selatan," ujarnya.

Lalu, untuk mereka yang membelot ke KKB, menurutnya, dapat dikenakan sanksi pidana seperti hukuman seumur hidup selain adanya pengawasan. Hal ini dikarenakan mereka yang membelot telah berkhianat.

"Untuk efek jera, maka para pelaku harus ditangkap jika masih belum tertangkap, diproses pidana dan dijatuhi hukuman berat. Kalau PTDH kan sanksi etik. Pidana, bisa kena UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 yang ancaman hukumannya mati, seumur hidup atau 20 tahun," ungkapnya.

"Perlu pengawasan ketat dan sanksi tegas bagi pelanggarnya agar ada efek jera bagi pelaku dan anggota lainnya. Kalau oknum yang berani membelot ke KKB, itu motifnya memang berkhianat," sambungnya.

Sementara terkait faktor yang menjadikan anggota TNI-Polri membelot dengan membantu maupun bergabung ke KKB Papua. Karena faktor ekonomi, salah satunya yakni menjual senjata dan amunisi ke KKB.

"Motif mereka berjualan senjata dan amunisi bisa berbagai macam dan pembuktiannya di sidang pengadilan. Ada yang bermotif ekonomi dan memperoleh kesempatan untuk melakukannya," jelasnya.

Namun, untuk kasus ekonomi itu sendiri masihlah relatif. Karena, adanya mencari pekerjaan sampingan dengan cara yang halal dan bukan menjual senjata api secara ilegal.

"Kalau soal ekonomi, itu relatif. Ada orang yang tahan menghadapi tantangan hidup, meski pendapatan kecil, tapi mereka mengupayakan lepas dinas bekerja halal untuk menambah pemasukan," ungkapnya.

"Di sisi lain ada yang tidak tahan dan tergoda melakukan tindakan melawan hukum, misalnya korupsi atau mencuri senjata dan amunisi untuk dijual secara illegal," tutupnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

KSAD Benarkan Pembelotan Personel TNI

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa menyampaikan, seorang prajurit TNI yang bergabung dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua meninggalkan seluruh atribut dan senjatanya. Namun ada sejumlah amunisi yang dibawa sebelum akhirnya menghilang.

"Senjata dia tinggal, tetapi dua magasin dengan isi 70 butir amunisi 5,56 milimeter itu yang dibawa. Sampai sekarang proses masih terus kita tangani," katanya di Puspom TNI AD, Jalan Sultan Raya, Jakarta Selatan, Selasa (20/4).

Dia menyebut, pihaknya mengevaluasi peristiwa membelotnya prajurit TNI AD tersebut. Dari rekam jejaknya, anggota itu masuk pada 2015 lalu di usia 24 tahun.

"Lahir dan besar di Wamena dan ditempatkan setelah bertugas di salah satu batalyon infantri di Jawa Tengah," jelasnya.

Pada Februari 2021 lalu, lanjut Andika, infantri yang menaungi prajurit tersebut menjalankan tugas di Papua. Sekitar tanggal 12 Februari, atasan mendapati dia meninggalkan pos tugas.

"Beberapa pasal sudah kita kenakan termasuk THTI atau Tidak Hadir Tanpa Izin yang setelah 30 hari kita sudah bisa memecat yang bersangkutan. Tetapi pencarian ke yang bersangkutan terus dilakukan baik secara fisik maupun elektronik. Dan saya dapat laporan keberadaan tapi masih secara umum ada di Papua," tutup Andika.

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka