Sukses

KRI Nanggala 402 Tenggelam Diduga Akibat Ada Perubahan Sistem Senjata Torpedo

Hasanuddin mengungkapkan bahwa KRI Nanggala 402 itu diretrofit tahun 2012 dengan menghabiskan anggaran sekitar USD 75 juta atau sekitar Rp 1,05 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin mengungkapkan rasa prihatin yang mendalam atas tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402.

"Kami mengucapkan rasa prihatin dan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas tenggelamnya KRI Nanggala 402 yang menyebabkan gugurnya 53 orang syuhada TNI ," katanya dalam keterangan, Senin (26/4/2021).

Hasanuddin mengungkapkan bahwa KRI Nanggala 402 itu diretrofit tahun 2012 dengan menghabiskan anggaran sekitar USD 75 juta atau sekitar Rp 1,05 triliun.

"Retrofit itu bukan sekadar mengganti suku cadang, tapi diperkirakan juga ada perubahan kontruksi dari kapal selam tersebut terutama pada sistem senjata torpedonya ," tuturnya

Di tahun yang sama, kata dia, KRI Nanggala 402 melakukan uji penembakan tetapi gagal lantaran torpedonya tak bisa diluncurkan karena sistem penutupnya bermasalah. Dalam peristiwa itu 3 orang prajurit gugur.

Kemudian, tambahnya, kapal selam buatan tahun 1978 itu diperbaiki lagi oleh team dari Korea Selatan.

"Saya menduga pada hasil perbaikan ini ada hal-hal atau konstruksi yang tidak tepat sehingga KRI Nanggala 402 tenggelam. Ini sangat disayangkan," tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kelebihan Kapasitas

Oleh karena itu, Hasanuddin meminta agar kapal selam sejenis yakni KRI Cakra 401 sebaiknya digrounded dulu. Selain itu, Ia juga menyoroti jumlah kru KRI Nanggala 402 yang melebihi kapasitas. Menurutnya, jumlah kru maksimal kapal selam itu mestinya hanya 38 orang.

“Pada saat hilang kontak KRI Nanggala 402 itu membawa 53 awak, artinya kelebihan beban 15 orang. Ada apa kok dipaksakan? Saya juga mendapat informasi bahwa saat menyelam KRI Nanggala 402 diduga tak membawa oksigen gel, tapi tetap diperintah untuk berlayar," tandasnya.