Sukses

Temui Keluarga Awak KRI Nanggala 402, Ketua DPR: Kita Tak Ingin Tragedi Terulang

Puan Maharani mengatakan, DPR saat fokus mendukung pemerintah dalam proses pencarian jenazah awak kru KRI Nanggala 402.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani bertemu dengan keluarga awak kapal selam KRI Nanggala 402 di Surabaya, Jawa Timur. Dia mendampingi Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk bersilaturahmi dan memberikan bantuan kepada keluarga korban kapal selam yang tenggelam di utara laut Bali.

"Kami menyadari bahwa duka yang paling dalam pasti dirasakan oleh anggota keluarga, karena itu sejak awal DPR-RI terus berkomunikasi dengan pemerintah agar negara memberikan perhatian kepada para keluarga yang ditinggalkan," kata Puan dalam keterangannya, Kamis (29/4/2021).

Puan menyampaikan, sebagai salah satu bentuk penghormatan pada awak KRI Nanggala 402, di Gedung DPR/MPR dan di seluruh rumah dinas anggota DPR/MPR dikibarkan bendera Merah Putih setengah tiang pada 26-28 April 2021.

Saat ini, kata Puan, DPR-RI fokus mendukung pemerintah dalam proses pencarian jenazah kru kapal selam KRI Nanggala 402. Segala upaya harus dilakukan optimal, termasuk mengangkat kapal selam dari laut dalam.

"Saat ini kita menghormati keluarga yang masih sangat berduka. Begitu juga kita tahu Indonesia masih kaget dan berduka dengan adanya peristiwa ini," ujar Puan.

Politikus PDI Perjuangan itu memastikan, DPR RI akan membahas segala sesuatu dengan pemerintah terkait tragedi KRI Nanggala 402 dan keseluruhan alutsista serta pertahanan Indonesia. Hal ini agar prajurit dapat menjalankan tugasnya dalam melindungi negara dengan baik.

"Kita semua pasti satu pemahaman bahwa kita tidak ingin tragedi seperti ini terulang kembali," ungkap Puan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Bantah Media Korsel, TNI AL: KRI Nanggala 402 Aktif Beroperasi Tiga Tahun Terakhir

Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) meluruskan pemberitaan dari media di Korea Selatan yang menyebut bahwa KRI Nanggala 402 tidak pernah latihan selama lebih kurang 3 tahun.

"Berkaitan dengan isi berita tersebut tidak sesuai dengan fakta kenyataan," ujar Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono sat dihubungi, Selasa (27/4/2021). 

Julius menyatakan, KRI Nanggala 402  selama 3 tahun terakhir termasuk kapal perang yang aktif melaksankan Latihan dan  operasi.

Dia juga merinci, selama kurun 2018 sampai dengan saat ini tercatat sudah melaksankan sejumlah latihan dan operasi.

Julius merinci pertama, latihan Operasi Komodo  Jaya 18, kedua dukungan Latihan Passusla, ketiga Latihan Armada Jaya 19, keempat Latihan Armada 20, dan kelima dukungan Peperangan Laut khusus.

"KRI Nanggala 402 juga melajukan dukungan Latopslagab 20 dan operasi Komodo Jaya serta Latihan rutin secara internal yang dilaksankan seminggu 2 kali," tegas Julius.

"Sehingga apa yang diberitakan media Korea Selatan tersebut diatas tidak benar," tandas dia.

Sebelumnya, salah satu media asing asal Korea Selatan yakni Hankook Ilbo membeberkan sejumlah fakta terkait penyebab tenggelamnya KRI Nanggala-402.

Dalam salah satu artikelnya, media asing tersebut meragukan bahwa kapal selam Angkatan Laut Indonesia buatan Jerman yang telah berusia tua, dirawat dengan baik dan dimobilisasi untuk pelatihan peluncuran torpedo. 

"Bahkan kapal selam tersebut diketahui tidak pernah menjalani pelatihan kapal selam selama tiga tahun," tambah artikel tersebut. 

Di dalamnya juga tertulis bahwa peluang kelangsungan hidup para penghuninya, yakni yang dimaksud adalah awak kapal, sangat rendah. 

Artikel tersebut melanjutkan bahwa pelatihan yang dilakukan pada hari tenggelamnya kapal tersebut, merupakan pelatihan simulasi untuk memeriksa fungsi sebelum peluncuran torpedo keesokan harinya. 

53 orang yang berada dalam kapal tersebut, disebutkan juga melebihi dari kapasitas sebenarnya yang hanya mampu menampung 34 orang. 

Seorang ahli kapal selam mengatakan, "Ada kemungkinan sejumlah besar air laut masuk saat membuka dan menutup pipa torpedo dalam proses pelatihan yang dilakukan sebelum peluncuran, atau karena kapal selam itu sangat tua, pipa sistem air laut bisa tidak tahan tekanan air."