Sukses

5 Keberatan ICW Usai Jokowi Angkat Indriyanto Seno Adji sebagai Dewas KPK

ICW menilai pengangkatan Indriyanto Seno Adji tidak sesuai aturan Undang-Undang KPK karena tidak melibatkan panitia seleksi.

Liputan6.com, Jakarta Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyatakan keberatannya kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas diangkatnya Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. 

Ada sederet alasan mengapa dirinya merasa keberatan dengan diangkatnya mantan Plt Wakil Ketua KPK tersebut. Salah satunya pengangkatan tersebut seharusnya melibatkan panitia seleksi.

Kurnia bahkan menyebut Presiden Jokowi dinilai telah abai dengan menabrak peraturan yang telah dibuatnya sendiri.

"Langkah ini menunjukkan Presiden telah mengabaikan dan menabrak regulasi yang ia ciptakan sendiri," kritiknya dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (29/4/2021).

Peneliti ICW bahkan mengatakan Indriyanto cenderung tolerir dengan pelanggaran etik. Pelanggaran tersebut terjadi saat anggota Dewas KPK yang baru ini menjadi panitia seleksi pimpinan KPK. 

Berikut deretan keberatan ICW terhadap pengangakatan Indriyanto Seno Adji sebagai Dewan Pengawas KPK oleh Jokowi:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 6 halaman

1. Tidak Sesuai Peraturan Perundangan

Kurnia mengatakan diangkatnya Indriyanto tidak sesuai aturan tercatat di Undang-Undang dengan harus melibatkan panitia seleksi.

“Pengangkatan itu dilakukan tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 37 E ayat (2) UU 19/2019 jo Pasal 15 PP 4/2020 secara terang benderang disebutkan bahwa Presiden harus membentuk panitia seleksi terlebih dahulu, jika kemudian anggota Dewan Pengawas yang berhenti karena meninggal dunia," jelasnya. dalam keterangan tertulis diterima, Kamis (29/4/2021).

Diketahui, pengangkatan Indriyanto Seno Aji dilakukan setelah Artidjo Alkostar meninggal dunia. Kendati dengan langkah penggantian yang tidak sesuai ketentuan tersebut, Kurnia menilai Presiden Joko Widodo telah menabrak aturan yang dibuatnya sendiri.

 

3 dari 6 halaman

2. Tidak Mengindahkan Pentingnya Kepatuhan LHKPN

Lanjut Kurnia, aat menjadi Panitia Seleksi Pimpinan KPK, Indriyanto juga tidak mengindahkan betapa pentingnya kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.

"Semestinya, ia memahami bahwa LHKPN merupakan standar untuk menilai integritas dari setiap penyelenggara negara," tegasnya.

4 dari 6 halaman

3. Menolak Usulan Masyarakat soal Perppu Pembatalan UU KPK

Kemudian, Kurnia menilai, saat masyarakat menyuarakan agar Presiden mengeluarkan Perppu pembatalan UU KPK, Indriyanto diketahui justru menolak usulan masyarakat itu dengan dalih belum ada kegentingan yang mendesak.

"Bahkan, tatkala tiga Pimpinan KPK kala itu mengajukan uji materi, Indriyanto pun turut mengomentari dengan menyebut tindakan tersebut tidak etis," sambung dia.

5 dari 6 halaman

4. Sebut Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta Tidak Dibutuhkan

Kurnia menambahkan, Indriyanto juga sempat menyebutkan bahwa pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta tidak dibutuhkan dalam mencari dalang pelaku penyiraman air keras Novel Baswedan.

Namun, faktanya, hingga saat ini penuntasan perkara itu masih mengandung misteri dan mengundang banyak tanda tanya.

"Indriyanto sempat mengatakan bahwa dirinya tidak sepakat jika KPK mengambil alih penanganan perkara korupsi Joko S Tjandra. Kala itu, ia menyebutkan bahwa KPK cukup melakukan koordinasi dan supervisi saja. Padahal, sampai saat ini perkara Joko S Tjandra belum sepenuhnya klir diungkap oleh Kepolisian dan Kejaksaan Agung," beber peneliti ICW ini.

6 dari 6 halaman

5. Dinilai Toleran terhadap Pelanggaran Etik

Kurnia juga menyampaikan, Indriyanto juga mengomentari perihal hilangnya nama-nama politisi dalam surat dakwaan bansos. Saat itu, Indriyanto membenarkan langkah KPK tidak memasukkan nama-nama politisi itu.

Padahal, baik dalam pengakuan saksi di persidangan dan rekonstruksi KPK, telah secara klir menyebutkan bahwa politisi-politisi itu mengambil peran dan memiliki pengetahuan terkait pengadaan paket bansos.

"Indriyanto cenderung toleran dengan pelanggaran etik. Bagaimana tidak, ketika menjadi Panitia Seleksi Pimpinan KPK, yang bersangkutan diketahui meloloskan figur pelanggar etik menjadi Pimpinan KPK," nilai Kurnia.

Melihat hal itu, Kurnia meragukan, bagaimana ia bisa menegakkan kode etik KPK ketika menjadi Dewan Pengawas.

 

Daffa Haiqal