Sukses

Kisah Hamid, Suku Baduy yang Putuskan Jadi Mualaf

Aldi seorang pria suku Baduy berusia 28 tahun, kini berganti nama menjadi Hamid Bambang Kusumo setelah memutuskan untuk menjadi seorang muslim.

Liputan6.com, Jakarta - Aldi adalah seorang pria suku Baduy berusia 28 tahun. Dia kini memilih berganti nama menjadi Hamid Bambang Kusumo setelah memutuskan menjadi seorang muslim.

Hamid resmi memeluk agama Islam sebelum bulan Ramadan tahun lalu atau lebih tepatnya sekitar April 2020.

Dia menjadi mualaf bersama dengan istrinya bernama Sani, Nemah anak pertamanya, serta Anifah anak keduanya. Kini Sani juga telah berganti nama menjadi Siti Aisah.

Hamid mengatakan, tidak ada paksaan atas keputusannya untuk memeluk Islam bersama dengan keluarga kecilnya. Dia memutuskan untuk menjadi mualaf sesuai dengan niat hatinya.

"Alhamdulillah tidak ada paksaan apapun. Memang kebanyakan orang yang punya harta banyak kan pengen keluar gitu ya, kalau di Baduy enggak bebas. Kalau saya enggak, saya enggak bawa apa-apa cuma bawa badan aja," cerita Hamid kepada Liputan6.com.

Lantas, bagaimanakah perjalanan Hamid dan keluarga kecilnya hingga memutuskan untuk menjadi mualaf? Terlebih lagi Sani, istri Hamid berasal dari Baduy Dalam yang kental dengan adat serta kepercayaan Sunda Wiwitan yang kuat.

Berikut kisah singkat perjalanan Hamid dan keluarga kecilnya menjadi mualaf:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Memutuskan Menjadi Seorang Muslim

Awal mula Hamid memeluk Islam diceritakan karena perjalanan bersama keluarganya dari kampung halamannya menuju tempat ia tinggal sekarang bersama dengan istrinya.

Hamid mengungkapkan, awal dia bertemu dengan istrinya di Kampung Cisaban yang baru 7 Bulan dari Baduy Luar ke Baduy dalam. Usai 1 bulan bertemu dengan Istrinya, Hamid dan istrinya memutuskan untuk menikah pada 2015.

Demi menghidupi keluarganya, Hamid harus keluar wilayah Baduy untuk mencari pekerjaan dengan cara ikut dengan orang luar yang memberinya pekerjaan. Ia mengaku, tidak enak hati jika harus menumpang di rumah orang tua ataupun mertuanya.

"Saya kan di kampung enggak punya lahan, enggak punya mata pencaharian, terus ikut sama yang di luar saja kalo ada yang nyuruh kerja. Makanya keturunan kita enggak ada yang punya apa-apa dari orangtua atau mertua, jadi kemana bisanya saja," kata Hamid.

Sementara itu, Hamid mendengar kabar bahwa di tempatnya sekarang ini terdapat perumahan kosong yang diperbolehkan untuk ditinggali oleh Hamid dan keluarganya.

Hamid yang saat itu merasa bingung untuk pulang ke kampung halamannya karena tidak memiliki rumah dan merasa tak enak hati tinggal di rumah orangtuanya, akhirnya memutuskan untuk pindah ke rumah yang saat ini ditempatinya.

Akhirnya, setelah pindah ke rumah itu Hamid bersama Istri dan kedua anaknya memutuskan untuk menjadi seorang mualaf.

Hamid mengungkapkan, ia memilih masuk Islam bukan karena diberi rumah. Namun, karena memang sudah ada niat sebelumnya.

"Eggak juga, memang tadinya sudah niat, sudah ada hati. Cuma dari pada kemana-mana harus di gubuk aja bertetangga," cerita dia.

Begitu pun dengan sang istri yang memilih untuk masuk Islam dengan Hamid tanpa adanya suatu paksaan.

"Terus baru ketemu saya 1 bulan itu langsung nikah sama saya dan saya bawa ke gubuk-gubuk di hutan, jadi ikut saya terus. Setelah itu ngobrol-ngobrol, saya ajak masuk Islam mau Alhamdulillah," papar Hamid.

 

3 dari 4 halaman

Menjadi Mualaf Tak Memutuskan Hubungannya dengan Keluarga Baduy

Dalam keputusannya menjadi mualaf, Hamid dan istrinya mendapatkan restu dari orangtuanya yang juga suku Baduy dan memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan.

"Alhamdulillah orangtua ngizinin. Orangtua juga tetap Baduy, masih Sunda Wiwitan," ucap Hamid.

Begitu pun dengan saudara-saudaranya. Hamid yang merupakan putra kedua di keluarganya, memiliki 1 kakak perempuan dan 5 orang adik. Adik Hamid adalah tiga orang laki-laki dan dua perempuan yang juga masih tinggal di Baduy.

Meskipun Hamid memilih untuk keluar dari Baduy, namun hubungannya dengan keluarganya tetap berjalan dengan baik.

Bahkan, ia mengatakan bahwa keluarganya kerap mengunjunginya dengan mengenakan pakaian suku Baduy. Tak hanya keluarga Hamid, keluarga istrinya juga sering mengunjungi bahkan menginap di rumahnya.

Hamid mengatakan, tak ada waktu khusus keluarganya datang ke rumahnya. Kapan pun keluarganya ingin datang, Hamid mempersilakan. Seperti saat hari kedelapan Ramadhan ini, Bapaknya pun mengunjunginya.

Saat keluarga dari Baduy mengunjunginya, Hamid mengatakan ia dan istrinya tetap menjalankan ibadah salat sebagaimana biasanya.

Hamid pun juga masih tetap sering berkunjung ke Baduy Dalam. Dia bersyukur, keputusannya menjadi mualaf ini tak merubah hubungannya dengan keluarganya.

"Iyaa sering. Komunikasi baik-baik aja, enggak pengaruh apapun Alhamdulillah," cerita Hamid.

 

4 dari 4 halaman

Belajar Membaca Alquran dan Berpuasa

Setelah menjadi mualaf dan menetap tinggal di perumahan tersebut, Hamid mulai mempelajari Alquran. Sebelum itu, ia terlebih dahulu belajar membaca Iqra.

"Masih belajar terus. Awalnya belajar Iqra. Alhamdulillah dikit-dikit cuma belum lancar semua," kata Hamid.

Dia mengungkapkan, selama beberapa bulan tidak sendiri mempelajari bacaan Alquran. Hamid dibantu oleh seorang ustaz bernama Ahmad.

"Baru beberapa bulan ini. Karena baru ketemu sama Ustaz Ahmad. Belajar Iqra juga bersama Ustaz Ahmad," ucap Hamid.

Selain itu, Hamid mengungkapkan bahwa tidak terdapat kesulitan saat menjalankan ibadah puasa. Hal tersebut karena sejak kecil ia sudah bergaul dengan teman-teman yang beragama Islam.

"Eggak kaget awal puasa. Soalnya, dari kecil di Islam terus mainnya sebelum mualaf juga. Jadi enggak kaget lagi," tutup Hamid.

Berbeda dengan Hamid, ia mengatakan bahwa istrinya yang berasal dari Baduy Dalam mungkin sedikit merasa kaget dalam menjalani ibadah puasa. Meski begitu, tak ada keluhan dari istrinya selama menjalani ibadah puasa.

 

(Dinda Permata - Cinta Islamiwati)