Liputan6.com, Jakarta Saat jumpa pers pengumuman tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menampilkan sosok SWM atau Sri Wahyumi Maria. SWM adalah mantan Bupati Kepulauan Talaud (2014-2017) yang kembali ditahan KPK usai menjalani hukuman penjara selama dua tahun di Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, hal itu sengaja dilakukan KPK karena kondisi kejiwaan SWM yang tidak stabil.
Baca Juga
"Keadaan emosi yang bersangkutan tidak stabil sehingga mohon maaf kami tidak bisa menampilkan yang bersangkutan pada sore hari ini," jelas Ali saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (29/4/2021).
Advertisement
Diketahui SMW kembali diamankan karena dugaan kasus suap atau gratifikasi senilai Rp 9,5 miliar. Hal diungkap KPK usai penyidik melakukan pengembangan dari kasus SMW sebelumnya.
Pada kasus tersebut, hakim telah menjatuhkan vonis hingga SMW mendekam selama dua tahun, setelah mendapat keringanan dari normal masa tahanan 4 tahun.
Kini SMW diduga melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Deputi Penidakan KPK Karyoto merunut kasus suap atau gratifikasi yang kembali menjerat SWM atau Sri Wahyumi Maria.
"Kasus gratifikasi ini bermula saat Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019, adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp 9,5 miliar," kata dia dalam keterangan yang diterima, Kamis (29/4/2021).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Revitalisasi Pasar Lirung
Karyoto mengungkap, dalam proyek revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo di tahun 2019, SWM diduga meminta commitment fee sebesar 10% dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut.
"Sri Wahyumi pun memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung," jelas Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement