Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi melantik Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) di Istana Negara, Jakarta pada Rabu (28/4/2021). Mantan Bos Gojek Indonesia itu diamanahi Jokowi untuk turut memikul jabatan sebagai menteri yang menaungi riset dan teknologi menggeser Bambang Brodjonegoro.
Pengamat pendidikan dari Jaringan Sekolah Digital Indonesia (JSDI) Muhammad Ramli Rahim menilai penambahan beban ganda terhadap Nadiem merupakan langkah keliru. Pasalnya selama ini Ramli melihat Nadiem masih kurang cakap mengurusi pendidikan dasar dan menengah saja. Apalagi ditambahkan beban untuk mengurusi riset.
Baca Juga
"Nadiem Makarim seperti bukan Nadiem Makarim yang sukses di perusahaan, tak ada ide baru, tak ada inovasi yang ada adalah kebijakan tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran. Penambahan beban baru bagi Nadiem Makarim ini seperti odong-odong yang diberikan beban muatan truk gandeng," tegas Ramli dalam keterangan tulis kepada Liputan6.com, Jumat (30/4/2021).
Advertisement
Ia menganggap kebijakan pendidikan Nadiem Makarim banyak menimbulkan kontroversi bahkan paradoks dan sering kali diikuti dengan klasifikasi dan revisi, seperti misalnya Program Pendidikan Guru Penggerak yang diprogramkan selama 9 bulan hingga saat ini, menurut Ramli berdampak kepada para guru penggerak selama mengikuti program banyak meninggalkan kewajiban di kelas.
"Belum selesai dengan jumlah guru yang masih kurang, bertambah beban berat kelas dan pembelajaran di tinggalkan karena mengikuti program bombastis tanpa kajian akademik yang mendalam," ujarnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ide Lama
Di samping itu, menurut Ramli, Nadiem kerap memugar ide lama menjadi seakan-akan baru. Dalam kenyataannya program pendidikan yang bertumpu kepada pendekatan kontekstual, berfokus kepada siswa, bahkan Merdeka Belajar sekalipun bukanlah hal baru dan alih-alih menginginkan transformasi justru malah kembali kepada konsep lama.
Belum lagi soal Program Organisasi Penggerak atau POP yang belum diselesaikan permasalahan dan polemiknya dengan hasil tinjauan penerima POP di tahun 2020, dijalankan di tahun 2021 tanpa ada perubahan sama sekali. Menurut mantan Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) itu perubahan hanya pada distribusi tingkatan program.
"Evaluasi yang dijanjikan tidak ada dampak dan perubahannya," ujar Ramli.
Menurut Ramli, kepemimpinan Nadiem dalam Kemendikbud juga belum menghadirkan keterbukaan. Misalnya dalam kasus rancangan Peta Jalan Pendidikan, kata Ramli diajukan tanpa naskah akademik.
"Belum lagi proses keterbacaan yang ada juga tidak diupayakan. Jika pun keterbacaan dilakukan, hanya melibatkan komponen dan jejaring dilakukan tidak demokratis untuk kalangan tertentu saja. Contoh aktual mengenai keterbacaan konsep Profil Pelajar Pancasila," ujarnya.
Advertisement