Sukses

HEADLINE: Kerumunan Tanah Abang Abaikan Prokes, Alarm Klaster Pasar dan Mal?

Jelang perayaan hari raya Idul Fitri atau Lebaran, pusat perbelanjaan acap kali diserbu oleh masyarakat. Tak peduli sedang pandemi.

Liputan6.com, Jakarta Jelang perayaan hari raya Idul Fitri atau Lebaran, acap kali pusat perbelanjaan menjadi salah satu tujuan masyarakat dalam berbelanja. Tak peduli pandemi Covid-19 masih mengancam. 

Seperti yang terjadi pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pusat belanja produk tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu disesaki pengunjung Sabtu dan Minggu, 1-2 Mei 2021. Selain sesak dan berjubel, beberapa pengunjung terlihat tidak mematuhi protokol. Misalnya, tak pakai masker. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat melakukan peninjauan di hari yang sama mengakui, ada lonjakan pengunjung pada hari Sabtu yang hampir mencapai 87 ribu pengunjung. Pihaknya tak menduga akan seramai itu.

Selain di Tanah Abang yang mencuri perhatian, pusat perbelanjaan yang digadang-gadang taat dengan protokol kesehatan seperti mal ternyata juga diserbu oleh masyarakat. Pengunjung memang pakai masker, tapi jaga jarak diabaikan. 

Pengamat kebijakan publik Andrinof Achir Chaniago menyatakan, seharusnya semua pihak sudah menyadari bahwa jelang Lebaran ini pasar maupun pusat perbelanjaan akan menjadi sasaran dari masyarakat. Sehingga, sudah harus diantisipasi dan melakukan segala upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19.

"Saat menjelang Lebaran ini pasar tentu saja area paling berpotensi memunculkan klaster baru. Kerumunan di Tanah Abang itu sangat disayangkan," kata Andrinof kepada Liputan6.com, Senin (3/5/2021).

Meski menyayangkan, dia menuturkan seharusnya jangan menyalahkan masyarakat saja yang melakukan kerumunan. Tapi antisipasi dari seluruh stake holder untuk mencegah penyebaran Covid-19 harus jadi kuncinya. Seperti pengawasan, sosialisasi, serta tindakan nyata.

"Dalam situasi saat ini, modal utama pencegahan Covid-19 tetap ketaatan pada protokol kesehatan," jelas Andrinof.

Dirinya pun mengusulkan mereka yang melanggar protokol kesehatan dan menyebabkan kerumunan di Tanah Abang maupun di mal, ada baiknya diberikan sanksi juga.

"Masyarakat tidak bisa dilepas begitu saja. Kalau perlu berlakukan sanksi yang menimbulkan efek jera," kata Andrinof.

Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah saat Rapat Koordinasi Satgas Nasional, memprediksi, mobilitas orang ke pusat perbelanjaan kian naik 10 hari jelang Lebaran. Prediksi kenaikan tersebut berdampak terhadap berkurangnya kepatuhan dalam penerapan protokol kesehatan.

Berdasarkan data monitoring Satgas Covid-19, pasar-pasar banyak beroperasi, terlebih lagi jelang Lebaran, yang mana pengunjung membeli pakaian baru dan barang lainnya. Sayangnya, protokol kesehatan terlihat mengendur.

"Kalau kita lihat dari hasil monitoring di lapangan, pasar-pasar beroperasi, namun kepatuhan dalam penerapan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) masih perlu kita ingatkan kembali," kata Dewi.

Dewi Nur Aisyah juga memaparkan, terjadi kenaikan mobilitas orang ke pusat perbelanjaan di 29 provinsi. Rata-rata kenaikan mobilitas 14,82 persen, bahkan ada yang paling tinggi mencapai 50,57 persen.

"Ada 29 dari 34 provinsi mengalami kenaikan mobilitas ke pusat perbelanjaan dalam 7 hari terakhir, rentang waktu 20-27 April 2021. Artinya, orang-orang sudah mulai keluar rumah, banyak ke pusat perbelanjaan," paparnya.

Tanah Abang Sebagai Alarm Covid-19

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan, apa yang terjadi di Tanah Abang seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak dalam menghadapi Covid-19.

"Ini alarm di DKI. Dengan ratusan ribu orang berkumpul, positivity rate masih 10 persen dan kemungkinan penularan kasus itu bisa terjadi dari klaster kemarin dan itu tidak berhenti di situ. Alarm Tanah Abang menunjukkan untuk Indonesia," kata Hermawan kepada Liputan6.com, Senin (3/5/2021).

Dia memandang apa yang terjadi di Tanah Abang, ada kemungkinan tanda bahwa orang akan tetap mudik sebelum ada pelarangan. Meskipun di satu sisi bisa juga karena masyarakat sudah mulai jenuh dan memang ada kebutuhan yang dicari untuk keperluan Lebaran.

"Ini ancaman serius, Kalau orang membeli baju kemudian berpenampilan baru, akan ada mobilitas saat lebaran orang akan berkumpul," ungkap Hermawan.

Dia mengkhawatirkan, jika akan ada perayaan hari besar dan terciptanya mobilitas di masyarakat, maka apa yang ada di India bisa saja terjadi di Indonesia.

Adapun infeksi Covid-19 di India salah satunya dipicu oleh kerumunan umat Hindu berkumpul untuk festival keagamaan, yang hingga Senin (3/5/2021) kasus positif Corona mencapai 19,9 juta orang.

"Jadi bayangkan jutaan puluhan juta orang akan bergerak dalam momentum lebaran dan ini. Kita tentu tidak ingin (seperti India), tapi alarm ini meningkatkan kesadaran bahwa ancaman nyata di depan kita terkait kerumunan," kata Hermawan.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Eko Sakapurnama memandang apa yang terjadi di Tanah Abang adalah kultural di ibukota menjelang hari raya yang terbiasa menyambut Lebaran dengan berbelanja kebutuhan.

Karena itu, seharusnya Pemprov DKI Jakarta sudah menyiapkan skenarionya.

"Kewenangan untuk mengatur PPKM dalam hal ini ada di Pemprov DKI Jakarta, seyogyanya lebih melakukan tindakan preventif untuk mengatur disiplin masyarakat," kata Eko kepada Liputan6.com, Senin (3/5/2021).

Tak hanya pasar, mal juga perlu pengawasan yang ketat dari pihak Satgas Covid-19 untuk mengantisipasi munculnya klaster baru.

"Klaster-klaster dari sesi buka bersama di mal. Karena sebenarnya kasus Covid-19 ini masih jauh dari aman. Malah terjadi peningkatan," ungkap Eko.

Dia juga berharap pemerintah pusat bisa melakukan koordinasi dengan Pemda terkait implementasi kebijakan PPKM dan juga dengan asosiasi pasar ataupun pusat perbelanjaan. Ada banyak hal yang dilakukan.

"Pertama, pembatasan jumlah pengunjung mal atau pasar. Yang kedua, Sosialisasi kembali mengenai bahaya gelombang kedua pandemi di Indonesia," jelas Eko.

Jangan juga, lanjut dia, gencarnya pemerintah melakukan vaksinasi Covid-19, dan sudah banyak masyarakat menerimanya ini menjadikan masyarakat justru meremehkan virus Corona sendiri. Sehingga mengabaikan hal yang sudah menjadi pakem di tengah pandemi.

"Lebih tegas dalam menegakkan peraturan atau kebijakan yang telah dibuat. Sehingga muncul rasa disiplin dari masyarakat maupun peritel untuk memenuhi protokol kesehatan," kata Eko.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Melihat Upaya Pemerintah

Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menegaskan, jangan sampai jadi klaster baru Covid-19. Ia meminta setiap pemerintah daerah untuk mengantisipasi kerumunan yang terjadi di pusat perbelanjaan.

Hal ini disampaikannya saat Rapat Koordinasi Satgas Nasional pada Minggu 2 Mei 2021.

"Kita melihat mulai ramainya pusat-pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Tolong ini diantisipasi," kata Doni.

Sebagai langkah antisipasi kerumunan di pusat perbelanjaan, mantan Danjen Kopassus meminta kerjasama kepedulian, baik pimpinan daerah juga TNI Polri untuk melakukan pencegahan agar tidak terjadi penyebaran meluas virus Corona di pusat perbelanjaan.

"Kita berharap, upaya pencegahan dilakukan lebih awal untuk menghindari terjadinya penularan Covid-19," jelas Doni.

Direktur Utama Perumda Pasar Jaya Arief Nasrudin mengatakan, akan memberlakukan perubahan waktu tutup di pasar Tanah Abang.

"Toko yang berada di lantai ganjil diminta tutup pukul 16.00 WIB dan yang berada di lantai genap tutup pukul 17.00 WIB," kata Arief dalam keterangan tertulis, Senin (3/5/2021).

Arief mengatakan, hal tersebut guna mencegah terjadinya penumpukan keluar pengunjung Pasar Tanah Abang secara bersamaan. Selain itu, Arief berharap tidak ada penumpukan pembeli di satu lokasi saja.

"Agar masyarakat tidak berkerumun dan mencari lokasi lainnya mengingat cukup banyak toko menjual produk serupa di kawasan Pasar Tanah Abang," jelas dia.

Sementara itu, sejumlah perjalanan KRL tidak akan berhenti di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat pada pukul 15.00 sampai 19.00 WIB mulai Senin (3/5/2021).

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyatakan, Stasiun Tanah Abang juga tidak akan melayani penumpang keluar ataupun masuk.

"Penumpang dari arah Rangkasbitung atau Parungpanjang atau Serpong (lintas barat) layanan hanya sampai Stasiun Palmerah," kata Syafrin saat dihubungi, Minggu (2/5/2021).

KRL dari arah Bogor, Depok, Nambo-Angke atau Jatinegara PP juga tidak melayani naik turun penumpang pada waktu tersebut di Stasiun Tanah Abang.

"Pengguna diwajibkan naik turun dari Stasiun Karet, Duri atau Angke," ucapnya.

Nantinya lanjut Syafrin, pelaksanaan pengendalian untuk kawasan Tanah Abang tersebut akan terus dilakukan evaluasi. "Menyesuaikan dengan data dan respon pengguna untuk hari-hari berikutnya," jelas dia.

Petugas gabungan TNI-Polri pun dikerahkan demi mengawal penerapan protokol kesehatan Covid-19 pengunjung.

Kapolsek Tanah Abang AKBP Singgih Hermawan menyampaikan, pihaknya menerapkan penjagaan ketat di setiap blok pasar hingga ke Stasiun Tanah Abang.

"Itu semua bergabung tiga pilar. TNI, polisi, Satpol PP, jumlahnya 670-an orang," tutur Singgih saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (3/5/2021).

Menurut dia, personel ditempatkan di 17 pintu masuk Pasar Tanah Abang untuk melakukan pengecekan suhu dan penggunaan masker pengunjung. Sebagian petugas lainnya juga akan berpatroli di setiap blok pasar.

"Ada tiga posko, 17 pintu diisi tiga pilar plus tiga posko. Posko yang depan pasar blok B, pasar blok A dan di hall pasar blok B. Pasar blok B inilah yang viral kemarin karena dia adanya hall jadi orang ketemu di situ. Makanya ada posko tiga pilar di situ dan ada sound system-nya juga untuk memberikan imbauan maupun membatasi orang berkerumun," kata Singgih.

Singgih menyebut, sentra ekonomi memang tetap perlu berjalan. Namun begitu, masyarakat diharapkan tetap sadar pentingnya menghindari terjadinya kerumunan yang dapat memicu penyebaran Covid-19.

"Tugas kami membantu PD Pasar Jaya termasuk memberikan imbauan prokes, kalau memang ramai kita dorong ke luar sehingga tidak terjadi penumpukan," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Jangan Menyalahkan Masyarakat Semata

Anggota DPR RI Abraham Lunggana alias Lulung yang juga merupakan tokoh masyarakat di Tanah Abang meminta pemerintah tidak hanya menyalahkan masyarakat.

"Kenapa mesti dipersoalkan, mereka tidak sengaja berkerumunan, tidak datang bareng, tidak ada undangan, tidak ada pengumpulan massa, mereka berkerumun tidak sengaja," kata Lulung pada Liputan6.com, Senin (3/5/2021).

Dia meminta pemerintah terlebih dahulu memberi contoh baik dengan tidak mengadakan acara yang disengaja dan akhirnya membuat kerumunan.

"Padahal yang sengaja berkerumun dibiarkan, misal kerumunan pejabat, yang kunjungan kerja ke NTT misalnya, kan sama itu kan kerumunan juga dan sengaja kumpul malah tidak dipertanyakan, boro-boro sanksi," kata dia.

Ia menawarkan solusi yakni menutup toko secara bergantian atau sistem ganjil-genap di Pasar Tanah Abang.

"Solusinya dari saya, diperketat saja lah, sudah seluruh toko tutup saja dulu, biar pada tidak lebaran sekalian. Atau solusi kedua, ada jam atau hari yang ditentukan pemerintah, misal ganjil-genap. Atau hari ini Blok A buka, blok lain tutup begitu bergantian," ucap dia.

Lulung juga meminta pemerintah pusat tidak melimpahkan kesalahan ke Pemerintah DKI Jakarta. "Nah ya Pak Anies kagak pernah datang kerumunan massa, jangan salahin Pak Anies, pernah enggak dia kunjungan kerumunan? Jadi pemerintah pusat jangan salahin pemda DKI. Tapi pemerintah pusat introspeksi," kata Lulung.

Legislstor asal DKI lainnya, Ahmad Sahroni menegaskan, mendukung upaya pemerintah mengendalikan kerumunan di pusat perbelanjaan. Pasalnya, tidak mungkin jika kegiatan ekonomi disetop begitu saja, sehingga memang harus ada kebijakan yang juga mempertimbangkan faktor ekonomi masyarakat.

"Tapi, saya juga paham bahwa roda ekonomi tidak bisa disetop begitu aja, jadi ga mungkin ada penutupan full, jadi saya setuju dengan konsep buka tutup ini, paling tidak pengunjungnya dibatasi, dan dengan petugas yang betul-betul menegakkan aturan ini,” sambungnya.

Sahroni menyebut, belajar dari membludaknya kasus di India, salah satu faktor utama yang meningkatkan kasus Covid-19 di sana adalah kerumunan yang tidak mengikuti protokol kesehatan.

"Kita nggak mau apa yang terjadi di India terjadi juga di sini, makanya antisipasi ini memang dibutuhkan, dan yang penting juga adalah prakteknya di lapangan harus betul-betul ditaati," pungkas Sahroni.