Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajak masyarakat mengawal hasil persidangan pengujian Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan gugatan UU baru sebagai dasar kinerja komisi antirasuah yang telah diberlakukan sejak 2019.
"Akan segera menemui titik akhir. Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan membacakan putusan uji formil dan uji materiil ini," tulis ICW, seperti dikutip dari laman resminya soal UU KPK, Jakarta, Selasa (4/5/2021).
Baca Juga
Dijaga Ketat, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan Gelar Persidangan Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Infografis Paslon RK-Suswono dan Dharma-Kun Tak Ajukan Gugatan Hasil Pilkada Jakarta 2024 ke MK dan Hasil Rekapitulasi Suara
Ridwan Kamil Batal Gugat Pilkada Jakarta ke MK, Golkar: Kita Kedepankan Budaya Jawa
Menurut ICW, peradilan berperan penting dalam masa depan penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi ini.Â
Advertisement
"Selain sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang bertugas menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum, kehadiran MK juga diharapkan menjadi lembaga penyeimbang sekaligus pengingat tatkala pembentuk UU (Presiden dan DPR) bertindak semena-mena dalam menyusun legislasi," tegas ICW.
"Maka dari itu, sebelum memutus uji materi UU KPK, MK diharapkan dapat mengimplementasikan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman," harap ICW menandasi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pernah Ditolak MK
Pada November 2019 lalu, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak uji materi terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan 18 mahasiswa.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ucap Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di ruang persidangan MK, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak uji materi terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ucap Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di ruang persidangan MK, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Menurut dia, UU Nomor 16 tahun 2019 adalah UU tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Merupakan permohonan yang salah obyek atau error in objecto," pungkasnya.
Sebelumnya, uji materi dengan nomor perkara 57/PUU-XVII-2019, diajukan oleh 18 mahasiswa dari berbagai universitas.
Kuasa pemohon merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Dalam gugatan materinya, para penggugat menyoalkan syarat pimpinan KPK yang diatur dalam Pasal 29 UU KPK.
Sejumlah syarat itu mengatur pimpinan KPK tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi yang baik, dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi pimpinan KPK.
Zico menilai, pasal tersebut tidak mengatur mekanisme sanksi atau upaya hukum apabila pasal 29 itu dilanggar. Sehingga ada kekosongan norma. Hal itu menyoroti Irjen Firly Bahuri yang menjadi Ketua KPK periode 2019-2023 yang disebut-sebut bermasalah.
Kemudian dari uji formil, para penggugat mempermasalahkan rapat pengesahan UU KPK yang baru pada 17 September 2019 di paripurna DPR yang hanya dihadiri 80 anggota DPR. "Berdasarkan hitung manual, rapat paripurna hanya dihadiri 80 anggota DPR saat dibuka," kata Zico.
Advertisement