Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan rapor merah terhadap penanganan Covid-19 di DKI Jakarta. Penanganan pandemi virus corona di ibu kota mendapatkan nilai E, terendah di antara daerah-daerah lain di Indonesia.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono saat rapat bersama Komisi IX DPR RI, Kamis 27 Mei 2021. Dia menyampaikan penilaian kondisi bed occupancy rate (BOR) dan pelayanan Covid-19 daerah rata-rata memiliki kapasitas yang sangat terbatas.
Dante menyebut tak ada daerah di Indonesia yang mendapat nilai A dan B. Untuk DKI Jakarta bahkan mendapat penilaian kategori E atau yang terendah terkait BOR dan tracing Covid-19.
Advertisement
"Bed occupancy rate rata-rata seluruh Indonesia masih punya kapasitas yang terbatas, BOR perlu terus dimonitor dengan ketat," ujar Dante di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (27/5/2021).
Kemenkes berjanji akan memberikan perhatin khusus bagi daerah dengan penilaian D dan E.
"Ada beberapa daerah yang mengalami masuk kategori D dan ada yang masuk kategori E seperti Jakarta, tapi ada juga yang masih di C artinya tidak terlalu BOR dan pengendalian provinsinya masih baik," ucap Dante.
Adapun dari 34 Provinsi di Indonesia, hanya DKI Jakarta yang mendapat nilai E. Dante menyebut, DKI Jakarta berada pada kondisi kapasitas keterisian tempat tidur yang tak terkendali. Selain itu, upaya tracing di ibu kota juga masih buruk.
"Begitu juga kualitas pelayanan. Atas rekomendasi tersebut maka kami perlihatkan masih banyak yang masih dalam kondisi kendali kecuali di DKI Jakarta ini kapasitasnya E, karena di Jakarta BOR sudah mulai meningkat dan juga kasus tracing-nya tidak terlalu baik," pungkas Dante.
Penilaian Kemenkes terhadap penanganan Covid-19 di Jakarta itu menuai beragam respons. Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria menegaskan, pihaknya sudah berupaya optimal melakukan pengendalian pandemi Covid-19.
Kendati, pihaknya akan mengevaluasi upaya yang telah dilakukan DKI dalam mengendalikan pandemi Covid-19. "Semuanya nanti akan kita evaluasi. Dan saya tidak bisa mengomentari apa yang menjadi penilaian dari pusat," ujar Riza, Kamis (27/5/2021).
Politikus Gerindra itu berujar, selama ini seluruh sektor yang ada di Pemprov DKI saling berjibaku berupaya mengendalikan penularan Covid-19. Satu hasil baik yang diklaim Riza yaitu angka kesembuhan terus meningkat, sedangkan angka kematian akibat Covid-19 terus menurun.
Tidak hanya dilihat dari persentase kematian dan kesembuhan, Riza berpendapat, penanganan pandemi di Jakarta cukup maksimal dengan penyediaan tempat tidur pasien di rumah sakit rujukan Covid-19, penyediaan laboratorium untuk mempercepat proses testing, dan sebagainya.
"Prinsipnya kami Pemprov terkait Covid terus berusaha memberikan dukungan, bantuan, partisipasi, kontribusi, dan lain-lain agar kita bisa dapat mengurangi, menurunkan penyebaran Covid," kata Riza.
Lebih lanjut, Riza menyatakan, bahwa Pemprov DKI sangat serius dalam pengendalian Covid-19. Karena itu, dia menyesalkan penilaian Kemenkes untuk DKI Jakarta yang mendapat kategori E terkait bed occupancy rate dan tracing Covid-19.
"Jakarta sangat serius dan sungguh-sungguh dalam pengendalian Covid-19. Alhamdulilah kita lihat bersama, angkanya masih cukup landai, tidak ada peningkatan yang signifikan," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Jumat (28/5/2021).
Riza lantas memamerkan sejumlah capaian penanganan Covid-19 di DKI Jakarta, mulai dari jumlah rumah sakit (RS) rujukan yang sudah mencapai 106 RS. Diketahui jumlah itu meningkat, dari angka sebelumnya yakni 98 rumah sakit.
Selain rumah sakit, DKI juga punya lokasi isolasi terkendali di 12 tempat yang sebelumnya hanya 8 lokasi. Kemudian, DKI juga memiliki 209 puskesmas kelurahan dan 44 puskesmas kecamatan yang ikut menangani Covid-19.
"Bahkan tenaga kesehatan yang mendukung semuanya setidaknya mencapai 144.700 orang, total nakes dan penunjang di DKI Jakarta," beber dia.
Belum cukup sampai di situ, Riza merinci ketersediaan tempat tidur pasien Covid-19 yang disiapkan sebanyak 6.657 unit dan baru terpakai 2.149 atau hanya 32 persen.
"Ini alhamdulillah nggak ada penurunan, juga ruang ICU 1.014, terpakai 345, ada 34 persen," turur Riza.
"Ini merupakan upaya-upaya yang kita lakukan di DKI Jakarta, Jakarta sudah sejak lama tidak masuk dalam zona merah. Artinya ada upaya perbaikan," tandas Riza.
Tolok ukur penilaian Kemenkes terhadap penanganan Covid-19 di DKI juga dipertanyakan epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono. Ia menganggap, indikator yang dipaparkan Kemenkes tidak jelas.
"Apa itu E? Tidak jelas, saya benar-benar tidak paham apa yang diomongin Kemenkes," ucap Pandu kepada merdeka.com, Jumat (28/5/2021).
Ia juga melancarkan kritik tentang level 4 yang disampaikan Kemenkes. Sama halnya dengan penilaian D atau E yang diberikan kepada beberapa provinsi, level 4 yang dijelaskan Dante pun dianggap tidak jelas indikatornya.
"Yang disampaikan oleh Wamenkes juga enggak jelas, apa sih level 4?" ujar Pandu heran.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Lukai Perasaan Nakes
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani mengaku prihatin atas penilaian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terhadap penanganan Covid-19 di Jakarta. Ibu kota mendapatkan nilai E penanganan Covid-19, terburuk di antara seluruh daerah di Indonesia.
Penilaian penanganan Covid-19 itu disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam rapat bersama Komisi IX DPR, pada Kamis kemarin, 27 Mei 2021.
Menurut Zita, perlu ada faktor-faktor lain yang menjadi bahan pertimbangan Kementerian Kesehatan menilai penanganan pandemi pada sebuah daerah.
"Di Jakarta, kita tidak bisa hanya menilai dari angka penularannya, harus nilai dari segala sisi," ujar Zita, Jumat (28/5/2021).
Politikus PAN itu menyatakan bahwa kualitas respons tenaga kesehatan (nakes) di ibu kota dalam menangani Covid-19 sangat baik. Selain itu, persentase angka kesembuhan pasien Covid-19 di ibu kota terus meningkat, sementara angka kematian menurun.
Data per 27 Mei 2021, angka kesembuhan di ibu kota mencapai 95,7 persen, sedangkan angka kematian meninggalnya sebesar 1,7 persen. "Ini lebih baik dari yang lain," kata Zita.
Menurut dia, penilaian yang diberikan Kemenkes tersebut justru dapat melukai nakes yang tengah berjuang menangani pandemi Covid-19.
"Sekalipun penularannya meningkat, tapi tidak bisa dikatakan nilai E, itu melukai banyak perasaan tenaga kesehatan di ibu kota," sambungnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI, Idris Ahmad, mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar kembali meningkatkan kuantitas testing dan tracing Covid-19. Menurut dia, penilaian Kemenkes sepatutnya menjadi acuan Pemprov DKI agar tidak lengah menangani pandemi.
"Pak Gubernur tidak boleh hanya bangga dengan jumlah tes dan fasilitas kesehatan, perlu serius membenahi kemampuan tracing dan isolasi," ujar Idris Ahmad, Jumat (28/5/2021).
Idris menuturkan, Pemprov DKI perlu merespons rapor buruk dari Kemenkes dengan pengetatan aturan secara merata, mulai dari tingkat RT/RW, tempat kerja, maupun tempat rekreasi dan pusat perbelanjaan.
Bahkan, kata dia, kebijakan rem darurat bisa menjadi pertimbangan agar penanganan Covid-19 di Ibu Kota dapat terkendali.
"Jakarta perlu mempertimbangkan menarik rem darurat untuk meredam infeksi penularan Covid-19, sehingga mereka yang baru kembali dari luar Jakarta tidak menularkan virus ke warga yang tidak turut mudik," ucap Idris.
"Dan tingkatkan kapasitas jumlah SDM dan anggaran puskesmas hingga kelurahan sebagai garda depan pengendalian Covid, ” tambahnya.
Idris memaparkan saat ini semakin banyak RT yang memasuki zona merah dan zona oranye, sehingga terpaksa melakukan micro lockdown, belum lagi ditemukan RT di Cilangkap, Jakarta Timur, dengan kasus positif berjumlah lebih dari 100 orang.
Pada level provinsi, jumlah kasus positif DKI Jakarta meningkat sebesar 40 persen dalam satu pekan terakhir. Keterisian Wisma Atlet juga meningkat 6 persen pascalibur Lebaran 2021.
“Arus balik belum berakhir, masih banyak pemudik yang belum kembali dan mayoritas belum menjalani pemeriksaan swab antigen. Jika tidak segera dilacak dan diisolasi, maka klaster tersebut akan menyebar sehingga pada akhirnya timbul tsunami kasus Covid-19 di Jakarta,” kata Idris.
Advertisement
Menkes Minta Maaf
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin meminta maaf terkait penilaian E yang sempat diberikan lembaganya terhadap penanganan Covid-19 di DKI Jakarta. Penilaian tersebut disampaikan Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, pada Kamis, 27 Mei 2021.
"Saya menyampaikan permohonan maaf dari saya pribadi dan sebagai Menteri Kesehatan atas kesimpangsiuran berita yang tidak seharusnya terjadi," katanya dalam konferensi pers, Jumat (28/5/2021).
Dia menyebut, penilaian yang disimpulkan berdasarkan indikator pengendalian Covid-19 seharusnya tidak menjadi ukuran kinerja provinsi, seperti DKI Jakarta. Indikator, idealnya menjadi penilaian terhadap risiko sebuah daerah terhadap Covid-19.
Mantan Wakil Menteri BUMN ini mengatakan, DKI Jakarta telah melakukan yang terbaik dalam pengendalian Covid-19. Hal itu ditandai dengan testing Covid-19 di DKI Jakarta merupakan tertinggi di Indonesia.
Selain itu, vaksinasi Covid-19 terhadap lansia di atas 60 tahun juga merupakan tertinggi di DKI Jakarta. Bahkan, saat ini, persentase vaksinasi terhadap lansia sudah lebih dari 60 persen.
"Indikator risiko ini tidak seharusnya menjadi penilaian kinerja apalagi di salah satu provinsi yang sebenarnya adalah provinsi terbaik dan tenaga kesehatannya juga sudah melakukan hal-hal yang paling baik yang selama ini mereka bisa lakukan," ujarnya.
Tak ingin memicu kesalahpahaman, Menkes kemudian menjelaskan bawa nilai penanganan Covid-19 yang disampaikan lembaganya merupakan indikator risiko untuk melihat persiapan daerah dalam menghadapi lonjakan kasus usai libur Lebaran 2021.
Dia menegaskan bahwa indikator risiko bukan penilaian kinerja daerah dalam penanganan Covid-19.
"Data-data dan angka merupakan indikator risiko pedoman WHO yang baru yang digunakan sebagai analisa internal di Kementerian Kesehatan untuk melihat persiapan kita menghadapi lonjakan kasus sesudah liburan lebaran kemarin," ujar Budi.
Bukan hanya itu, dia menyebut indikator risiko ini juga digunakan untuk melihat laju penularan pandemi dan bagaimana kesiapan daerah dalam merespons. Dengan begitu, pemerintah dapat mengetahui intervensi dan bantuan apa yang harus dilakukan dalam penanganan Covid-19.
"(Kita) sendiri masih mendalami apakah ada faktor-faktor lain yang perlu kita lihat berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk bisa memperbaiki respons atau intervensi kebijakan, ataupun program yang kita bisa lakukan untuk mengatasi pandemi ini," jelasnya.
Infografis Awas Lonjakan Covid-19 Libur Lebaran
Advertisement