Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menilai, belum ada kerugian negara dari rencana Kementerian Pertahanan terkait anggaran Rp 1.760 triliun untuk modernisasi alutsista. Menurut dia, hal itu masih baru sebatas rencana yang belum sampai pada pembelanjaan.
"Itu kan baru konsep perencanaan awal, belum masuk pada tahap pembelian atau pengadaan," kata Hasanuddin dalam pesan tertulisnya, Sabtu (29/5/2021).
Hasanuddin mengaku, apa yang disampaikan Kemhan saat ini masih dikaji, termasuk oleh Komisi I DPR RI. Dia menyatakan, kajian akan dicocokkan dengan kebutuhan dan disesuaikan kondisi keuangan negara.
Advertisement
"Jadi kerugian negara bagaimana? Anggarannya saja kan masih dihitung. Bahkan mendapat persetujuan pun belum," jelas politisi PDIP ini.
Walau masih tahap perencanaan, Hasanuddin menyatakan dukung penuh terhadap rencana modernisasi alutsista dalam rangka penguatan sistem pertahanan negara. Sebab dia meyakini, nyaris seluruh alutsista yang dimiliki Indonesia sudah tua, bahkan banyak yang merupakan hibah negara asing.
"Prinsip saya setuju untuk memodernisasi alutsista TNI yang hampir 70 persen sudah tua. Tetapi anggaran dibutuhkan cukup besar. Karena masih pandemi dan sektor lainnya juga masih membutuhkan anggaran, maka silakan Menteri Keuangan untuk memertimbangkan," dia memungkasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dana Luar Negeri
Dikonfirmasi terpisah, pengamat militer Khairul Fahmi berpendapat, pinjaman luar negeri adalah sah-sah saja untuk memperkuat pertahanan Indonesia.
Khairul menjelaskan, dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun, angka yang dialokasikan pemerintah untuk alutsista selama 25 tahun itu sejatinya berada pada kisaran 11,4 persen. "Apalagi jika angka Rp 15.434,2 triliun itu dikalikan 25 tahun sebagai asumsi, maka persentase jumlah yang direncanakan tersebut dari PDB akan tampak makin kecil lagi. Hanya 0,7 persen setiap tahunnya," jelas Fahmi.
Artinya, lanjut Fahmi, jika rancangan itu disetujui presiden, maka Indonesia harus mampu mengejar target belanja pertahanan sekitar Rp 1,5 persen dari PDB per tahun.
"Asumsinya, sebanyak 0,78 persen bersumber dari anggaran regular dan sekitar 0,7 persen bersumber dari pinjaman luar negeri," sambung Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu.
Advertisement