Sukses

Ali Mochtar Ngabalin Bantah TWK untuk Melemahkan KPK

Ali Mochtar Ngabalin membantah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) adalah satu alat untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Liputan6.com, Jakarta Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin membantah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) adalah satu alat untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya mau bilang bahwa itu adalah tuduhan yang sungguh menyesatkan publik," kata Ngabalin seperti dilansir dari Antara, Minggu (30/5/2021).

Dia juga menyebut tidak benar bahwa ada upaya untuk menyingkirkan orang-orang tertentu di lembaga antirasuah tersebut. Menurutnya, TWK merupakan mekanisme untuk alih status pegawai menjadi ASN merujuk pada Undang-Undang KPK.

Karenanya, Ngabalin membantah bahwa ada intervensi pada proses TWK tersebut.

"Tidak ada orang yang bisa mengintervensi, lihat di Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pernyataan Novel Baswedan

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih bertanya-tanya soal tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diadakan pimpinan KPK. Apalagi, akibat TWK tersebut, 51 pegawai yang tak lolos akan dipecat dan 24 lainnya akan menjalani pembinaan kebangsaan.

Menurut Novel Baswedan, tuduhan tak memiliki wawasan kebangsaan yang dilayangkan terhadap 75 pegawai KPK adalah bentuk penghinaan.

"Itu bentuk penghinaan, karena orang yang bekerja menunjukan darma bakti kepada negara dengan sebaik mungkin dengan memberantas korupsi kemudian dilabel atau distigma sebagai orang yang bermasalah, orang yang tidak bisa dibina, orang yang kemudian dianggap tidak Pancasilais," ujar Novel di Komnas HAM, Jumat (28/5/2021).

Novel baru saja memenuhi panggilan Komnas HAM soal laporan dari 75 pegawai KPK terhadap kelima Pimpinan KPK terkait dugaan adanya pelanggaran HAM dalam proses TWK.

"Saya kira itu tuduhannya keji, jahat dan saya juga enggak mengerti kenapa bisa orang punya kepentingan tuh jahat gitu, untuk membikin stigma, dan itu enggak boleh terjadi," kata Novel Baswedan.