Liputan6.com, Jakarta Keinginan pemerintah melalui Kementerian Pertahanan untuk melakukan pembelian terhadap alutsista milik Indonesia dalam rangka melakukan peremajaan dan modernisasi menuai polemik.
Hal ini lantaran munculnya Rancangan Peraturan Presiden Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024 (Alpalhankam).
Salah satunya yang menjadi sorotan adalah adanya pada pasal 7, dana yang dibutuhkan untuk membeli alutsista mencapai USD 124.995.000.000. Jika dirupiahkan, maka dana yang dibutuhkan mencapai Rp 1.788 triliun dengan kurs 14.300 per dolar AS. Meski disebutkan bahwa angka itu masih bersifat rencana.
Advertisement
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, anggaran ini sudah disampaikan secara tertutup saat rapat dengan Komisi I DPR. Pada intinya semua masih disusun.
"Rencana ini masih kita godok bersama Bappenas, bersama Kemenkeu dan pemangku-pemangku kepentingan lainnya," kata Prabowo usai rapat bersama dengan DPR RI, Jakarta, Rabu (6/2/2021).
Dia mengakui memang alutsista Indonesia sudah banyak yang tua dan perlu dimodernisasi.
"Sudah saatnya memang mendesak harus diganti. Kebutuhan-kebutuhan sangat penting dan kita siap menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berkembang dengan sangat pesat," jelas Prabowo.
Meski demikian, Ketua Umum Partai Gerindra itu tak menjelaskan apakah angkanya masih berada disekitar Rp 1,700 triliun atau bisa berubah.
"Ini sedang digodok, sedang direncanakan," tutur Prabowo.
Sementara, Penasehat Kepala Staf Presiden (KSP) yang juga Analisis Utama Politik Keamanan Lab 45, Andi Widjajanto mengatakan, wajar jika menggunakan pinjaman dari luar negeri.
"Selalu ada pinjaman luar negeri untuk alutsista," kata Andi kepada Liputan6.com, Rabu (6/2/2021).
Menurut dia, memang saat ini Indonesia perlu melakukan modernisasi alutsista, yang jelas sudah terkendala di anggaran sejak lama. "Sebelum Covid-19 pun sudah terkendala," jelas Andi.
Dia menjelaskan, pengadaan alutsista kali ini memang masuk Renstra jangka panjang keempat dalam sejarah Indonesia. Yang pertama di masa Presiden Sukarno yang disebut dalam perencanaan Pembangunan Semesta Berencana.
Kemudian kedua pada Renstra Hankam tahun 1978. Ketiga Renstra Kekuataan Pertahanan Mininum 2024 di tahun 2006. Dan terakhir Renstra 2044.
"Mungkin karena sedang Covid-19, perencanaan jangka panjangnya konservatif banget," tutur Andi.
Dia pun menyebut angka Rp 1,7 kuadriliun atau Rp 1.700 triliun belumlah belanja keseluruhan. Karena jika ditotal sampai 2044, maka besarannya bisa mencapai Rp 3 kuadriliun atau Rp 3.000 triliun.
"Ideal belanja alutsista sampai 2044 ada diseputaran Rp 3 kuadriliun," ungkap Andi.Â
Â
Â
Â
Perhitungan Rencana Belanja Alutsista
Berdasarkan data yang dimilikinya, Rancangan Perpres belanja alutsista Rp. 1,7 kuadriliun merupakan salah satu tahapan perencanaan strategis pertahanan yang menggunakan pendekatan teknokratik anggaran.
Ada empat pendekatan utama yang digunakan untuk merumuskan belanja pertahanan, yaitu politik pertahanan, skenario ancaman, pengembangan kapabilitas pertahanan, dan teknokratik anggaran.
Selain itu, Rancangan Perpres 1,7 kuadriliun disusun dengan pendekatan teknokratik anggaran. "Rancangan Perpres ini menggabungkan RENSTRA KPM III (2020-2024) dengan 4 RENSTRA baru (2024-2044) yang masih dalam proses finalisasi," demikian sebagian dikutip dari data yang diberikan oleh Andi yang berjudul 'Dinamika Senjata Rp 1,7 kuadriliun'.
Dalam data tersebut disebutkan pula bahwa, ada tiga model ekonomi pertahanan yang digunakan untuk merancang Perpres tersebut, yang dikaitkan dengan Renstra 2024.
Model I memperhitungkan kenaikan biaya produksi alutsista (hanya) untuk 9 sistem utama dari tahun 2020 hingga 2044 untuk mendapatkan postur pertahanan 2045. Model I menghasilkan estimasibelanja alutsista antara Rp 2,54 hingga 3,47 Kuadriliun.
Model II mengandalkan proyeksi linear kenaikan belanja alutsista yang dipatok di angka 9%/tahun dan diterapkan konsisten hingga tahun 2044 (tanpa memperhitungkan pemeliharaan dan perawatanalutsista serta beban pembiayaan). Model II ini memproyeksikan belanja alutsista Rp. 1,1 Kuadriliun.
Model III memasukkan 4 asumsi ekonomi makro (pertumbuhan ekonomi, proporsi PDB untuk belanja alutsista, proporsi belanja modal, serta proporsi pinjaman luar negeri). Proyeksi dengan menggunakan 4 asumsi makro yang konservatif menghasilkan estimasi belanja alutsista Rp. 1,7 Kuadriliun.
"Penggunaan 3 model ini menunjukkan bahwa pada dasarnya Kementerian Pertahanan tidak merencanakan kenaikan belanja alutsista secara tajam. 4 asumsi ekonomi makro yang digunakan untuk rencana belanja Rp 1,7 kuadriliun bersifat konservatif, yaitu (1) pertumbuhan ekonomi 5% ; (2) proporsi anggaran pertahanan ke PDB 1%, (3) proporsi belanja alutsista ke anggaran pertahanan 15%; dan (4) belanja alutsista akan 30% dibiayai oleh pinjaman luar negeri," demikian sebagian dikutip.
Disebutkan juga dalam data tersebut beberapa hal yang akan dibeli berdasarkan spesifikasi menurut SIPRI Arms Transfer Database 2020 dan kebutuhan yang diambil dari Postur Pertahanan 2007 dan MEF 2019, diantaranya untuk matra Angkatan Darat yakni kendaraan tempur tahun generasi 2014 sebanyak 3.738.
Kemudian, untuk matra Angkatan Laut diantaranya ada kapal perang permukaan tahun generasi 2017 sebanyak 40 dan 2020 sebanyak 16, kapal selam dengan tahun generasi 2018 sebanyak 10, dan kapal amfibi tahun generasi 2007 sebanyak 41.
Sedangkan untuk matra Angkatan Udara, ada pesawat tempur tahun generasi 2013 sebanyak 120, pesawat latih tahun generasi 2003 sebanyak 36, pesawat transportasi tahun generasi 2012 sebanyak 30, dan pesawat patroli tahun generasi 2017 sebanyak 36.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Wajar, Tapi Terlambat Dijelaskan
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, besaran pendanaan tersebut masuk akal jika memang untuk lima tahun renstra.
"Cuma masalahnya cukup lama Kemenhan tidak memberikan pernyataan soal angka itu. jadi apakah itu sudah fix atau masih bisa berubah dan disesuaikan dan masih dalam pembahasan. Itu kan bisa mengurangi spekulasi sejauh ini," kata Khairul kepada Liputan6.com, Rabu (6/2/2021).
Soal rencana pendanaan dari luar negeri, dia berharap Kemenhan selalu mengedepankan prinisp kehati-hatian serta akuntabilitas. Pasalnya ini akan menjadi beban negara nantinya.
"Jadi kalau skema pinjam luar negeri ini sebagai the only solution paling masuk akal untuk modernisasi alutsista, tentu harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan juga bagaimana bebannya tidak terlalu berat," jelas Khairul.
"Artinya begini, bagaimana pemerintah bisa memperoleh pinjaman dengan bunga rendah, tenornya panjang," lanjutnya.
Soal belanja alutsista di tengah pandemi Covid-19 ini menurutnya tak bisa diukur secara fisik. Karena sifat tantangan dan ancaman yang akan dihadapi tidak faktual serta jangka panjang.
"Katakanlah kita belanja hari ini sebenarnya dilakukan untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk di masa depan karena kenapa? Belanja hari ini kita harus prediksi potensi ancaman. kita belanja hari ini bukan buat besok, misal kita pesan kapal selam hari ini datangnya 2 sampai 4 tahun lagi, sehingga pesan lebih awal bisa menjawab kebutuhan lebih awal," ungkap Khairul.
Menurutnya, jika dibandingan dengan PDB Indonesia, belanja pertahanan hanya mencapai 0,8% dari PDB tersebut. Bahkan sudah ditingkatkan dengan skema APBN, yang semakin jelas tidak mungkin bisa berbagi dengan sektor lain yang tidak bisa ditinggalkan seperti pendidikan dan kesehatan.
"Jadi skema pinjaman ini yang digunakan. Dan dengan angka sekitar tenor 25 tahun, itu masih masuklah," jelas Khairul.
Menurut dia, nilai Rp 1.700 triliun tersebut sebenarnya tidak akan menghambat pembangunan sektor lain. "Kalau sektor lain meningkat, otomatis kemampuan kita untuk membayar beban utang juga akan lebih bisa lagi. Jadi kita tak bisa memandang anggaran itu parsial," kata Khairul.
Senada, Peneliti Marapi Advisory & Consulting Bidang Keamanan dan Pertahanan Beni Sukadis juga melihat mekanisme pinjaman dari luar negeri wajar saja.
"Kita melakukan pinjaman dari bank atau jasa keuangan luar negeri dan biasanya bank itu direkomendasikan oleh otoritas dari negara produsen Alutsista," kata Beni kepada Liputan6.com, Rabu (6/2/2021).
Dia melihat Menteri Pertahanan Prabowo memang terkesan ambisius, tapi itu bukan hal yang mustahil. Sehingga memang perlu berkoordinasi dengan Bappenas, Menkeu sebagai kunci untuk bisa melakukan pinjaman luar negeri.
"Sejauh ini Kementerian Keuangan tengah melaksanakan seleksi terhadap calon peminjam PLN untuk modernisasi alutsista Kementerian Pertahanan," ungkap Beni.
Menurutnya, pengadaan alutsista ini sesuai dengan kebijakan umum pertahanan dengan melihat kondisi lingkungan strategis, dan geopolitik.
Selain itu, kondisi alutsista yang dimiliki hanya sekitar 60% saja yang bisa siap. Bahkan sudah banyak tua, meskipun terkesan dilakukan saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19.
"Yang mana pembelian itu memerlukan waktu yang panjang sehingga penjajakan dan proses pengadaan alutsista sudah dan sedang berjalan tidak akan serta merta alutisista akan datang dalam 1 tahun ke depan. Mungkni saja 2 atau 3 tahun lagi kalau kontrak sudah ada, hingga kini saya belum lihat ada kontrak yang ditandatangani terkait pembelian pesawat tempur, kapal selam atau lainnya," kata Beni.
Dia menyebutkan, apapun yang namanya utang jelas membenani APBN. "Namun yang harus dilihat yaitu apakah proses mekanisme pengadaan ini sesuai dengan kemampuan sumber daya keuangan atau APBN kita saat ini. Ini yang harus dilihat secara detail lagi, apa saja alokasi yang menjadi prioritas Menkeu dalam pengadaan alutsista tersebut," jelas Beni.
Â
Advertisement
Jangan Beli Bekas
Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan ketegasan parlemen mendukung dan mendorong terpenuhinya kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI demi menjaga kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.
"DPR RI mendukung dan mendorong kebutuhan alutsista untuk Republik Indonesia harus sesuai karakteristik kewilayahan dan potensi ancaman yang dihadapi," kata Puan di Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Dia menyampaikan hal itu sekaligus untuk menanggapi rancangan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024 (Alpalhankam). Rancangan itu menuai perhatian luas karena nilai anggarannya mencapai Rp 1.788 triliun.
Menurut Puan, rancangan Alpalhankam itu akan dibicarakan DPR RI melalui Komisi I. Dia menilai kebutuhan alutsista TNI harus diperbarui dan dimodernisasi dengan merujuk pada rencana strategis Minimum Essential Force (MEF) yang akan berakhir pada 2024.
"Akan kami bicarakan melalui Komisi I, apa sih yang dibutuhkan oleh TNI? Nggak bisa lagi pengadaan alutsista tidak sesuai kebutuhan dan karakteristik wilayah negara," ujarnya.
Puan menegaskan, pemenuhan kebutuhan alutsista harus disesuaikan degan kebutuhan dan karakteristik negara dan bukan membeli alat bekas.
"Harus sesuai karakteristik, potensi ancaman, dan geopolitik. Sejak peristiwa KRI Nanggala, saya minta dan usulkan agar alutsista apa yang akan kita beli bukan barang bekas," sambung putri mendiang Taufiq Kiemas ini.
Dia menegaskan, DPR RI mendukung upaya membangun kekuatan TNI untuk melaksanakan pertahanan negara. Menurut Puan, salah satu upaya negara untuk memenuhi ketersediaan peralatan pertahanan adalah dengan memperkuat industri pertahanan sesuai UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
"Kekuatan pertahanan negara juga sangat membutuhkan sumber daya manusia, prajurit TNI yang tidak hanya andal tetapi juga memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi," pungkasnya.