Sukses

KemenPPPPA: Sinetron Pernikahan Anak Bisa Pengaruhi Pikiran Masyarakat

Sebab, dalam adegan sinetron diceritakan bahwa sang anak di bawah umur sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar utang keluarga.

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar memaparkan, dari hasil telaah yang dilakukan, pihaknya menemukan sejumlah aspek pelanggaran dalam produksi sinetron bercerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun.

Sinetron tersebut ditayangkan oleh salah satu televisi swasta di Indonesia.

"Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan," ujar Nahar dalam keterangan tertulis diterima, Kamis (3/6/2021).

Nahar menilai, sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria serta pemaksaan melakukan hubungan seksual terhadap sosok anak di bawah umur.

"Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ucap dia.

Nahar mengingatkan, tayangan tersebut berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Sebab, kata dia, dalam adegan sinetron diceritakan bahwa sang anak di bawah umur sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar utang keluarga.

"Jika nanti ditemukan kasus serupa di lapangan dan setelah digali peristiwa tersebut merupakan bentuk imitasi dari tayangan yang disiarkan TV terkait, maka pihak stasiun TV terkait itu dapat dipidanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," terang Nahar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bisa Timbulkan Pikiran Toxic

Nahar meyakini, tayangan dalam sinetron tersebut secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity di pikiran masyarakat yang menonton sinetron tersebut.

"Akan terbangun konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan," dia menandasi.