Sukses

Utang Garuda Indonesia Tembus Rp70 Triliun, DPR Desak Pemerintah Segera Berbenah

Masalah keuangan yang dialami maskapai Garuda Indonesia Tbk (Persero) atau GIAA mengundang keprihatinan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Liputan6.com, Jakarta Masalah keuangan yang dialami maskapai Garuda Indonesia Tbk (Persero) atau GIAA mengundang keprihatinan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Utang perusahaan pelat merah itu tercatat mencapai Rp70 triliun dan diperkirakan terus bertambah Rp 1 triliun setiap bulannya, akibat anjloknya jumlah penumpang selama pandemi Covid-19. Dampaknya, sejumlah tenaga kerja harus berhadapan dengan isu pensiun dini hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. 

“Saya ikut prihatin dengan kondisi keuangan Garuda Indonesia yang berdampak pada masalah ketenagakerjaan, pemberhentian secara massal karyawan Garuda. Masalah manajemen dan keuangan maskapai Garuda Indonesia menurut informasi yang saya peroleh, sebenarnya sudah berlangsung lama bahkan sudah berlangsung sekitar 20 tahun. Namun tak kunjung dibenahi oleh direksi, komisaris Garuda dan Kementerian BUMN,” kata Fauzi melalui keterangan tertulisnya kepada Parlementaria, Kamis (3/6/2021).

Masalah keuangan Garuda Indonesia, dinilai Fauzi, tak hanya karena terpaan pandemi tetapi juga adanya dugaan tindak pidana korupsi. Bahkan, dirinya sempat mendengar ada pihak yang mau membangkrutkan Garuda Indonesia. 

“Ada juga mewacanakan Citilink, anak perusahaan dibeli oleh PENAS atau PT Survai Udara Penas (Persero) akan ditunjuk menjadi induk subholding BUMN pariwisata termasuk Garuda Indonesia. Ada juga isu Garuda Indonesia dibubarkan saja. Semoga isu ini tidak benar adanya,” ungkap politisi Partai NasDem itu.

 

2 dari 3 halaman

DPR Kritik Sistem Manajemen Garuda Indonesia

Lebih lanjut Fauzi menilai, permasalahan keuangan tidak terlepas dari sistem manajemen tata kelola yang tak kunjung dibenahi. Kesannya, masalah kian diperparah dengan menunjuk orang yang tidak tepat di bidangnya. Fauzi menyarankan Menteri BUMN agar dalam penunjukkan direksi ataupun komisaris lebih mempertimbangkan kapasitas. 

“Menteri BUMN saat ini terkesan asal nunjuk orang  untuk duduk di BUMN kita, lebih banyak pertimbangan politisnya ketimbang mempertimbangkan kapasitas atau kualitas SDM-nya” imbuhnya.

Saran lainnya, Fauzi menilai  perlu dilakukannya audit forensik laporan keuangan Garuda Indonesia dengan melibatkan sejumlah lembaga yang berwenang, mulai dari BPK, KPK, Kejaksaan Agung, hingga Kepolisian RI. Bahkan termasuk dugaan korupsi terjadi di tubuh Garuda Indonesia. “Menteri BUMN harus segera memperbaiki manajemen Garuda Indonesia, dengan menunjuk orang yang memiliki kapasitas yang tepat dan amanah, yang bisa memperbaiki dan membangkitkan kembali Garuda Indonesia,” tegas Fauzi.

Terkait masalah keuangan, pihaknya mengaku belum ada pembicaraan internal di Komisi XI DPR RI secara khusus mengenai Garuda Indonesia. Sebagai Komisi yang membidangi keuangan, Fauzi menilai pihaknya  perlu mendapat penjelasan dari pihak Kementerian BUMN, Direksi dan Komisaris Garuda termasuk Menteri Keuangan, sebelum menyetujui perlunya menyuntikan dana ke Garuda. 

“Saya mengusulkan agar direksi dan komisaris Garuda sekarang segera diganti, karena dengan kondisi keuangan Garuda Indonesia saat ini yang terlilit utang sudah mencapai Rp70 triliun, dan diperkirakan bertambah Rp1 triliun setiap bulannya. Ini membuktikan bahwa mereka telah gagal dalam me-manage Garuda Indonesia. Kedua perlu dilakukan audit forensik keuangan Garuda Indonesia termasuk dugaan korupsi,” ungkapnya.

Rekomendasi berikutnya, pemerintah dan pemegang saham harus berjuang menyelamatkan Garuda Indonesia dengan kembali menyuntik dana segar ke Garuda Indonesia. Menurutnya, Komisi XI DPR RI sepenuhnya akan mendukung upaya penyelamatan Garuda Indonesia, tanpa harus mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. 

 

3 dari 3 halaman

DPR Dorong BUMN Gotong Royong Bantu Garuda Indonesia

Tidak hanya itu, Fauzi mengusulkan agar antar BUMN gotong-royong membantu pendanaan Garuda Indonesia. Sebab terbentuknya Garuda Indonesia ini, bermodalkan dari ide Bung Karno kepada saudagar di Aceh. Kini market penerbangan sudah terbentuk tak hanya melayani penerbangan dari Aceh sampai Papua, tapi juga melayani penerbangan Internasional. Karenanya, saat sedang menghadapi masalah keuangan, sebaiknya antar BUMN bekerjasama untuk menyelamatkan maskapai Garuda.  

“Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan pertama dan terbesar di Indonesia, mempunyai sejarah yang panjang yang mengikuti perjalanan bangsa ini, menurut saya harus dipertahankan. Dulu lahir dari sumbangan, maka saat ini kala terlilit hutang demi bangsa kenapa tidak BUMN yang lain gotong royong menyelamatkan Garuda Indonesia,” pungkas legislator dapil Sumatera Selatan I itu. 

Oleh karenanya, manajemen Garuda Indonesia harus segera diperbaiki. Fauzi mendesak hal tersebut seharusnya menjadi tugas Menteri BUMN untuk membenahinya. Dirinya mewanti-wanti agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan sebelumnya.

“Jangan asal menunjuk orang duduk di direksi dan komisaris BUMN, tapi benar-benar mengedepankan pertimbangan kapasitas SDM yang bersangkutan agar bisa bekerja maksimal dalam menyelamatkan Garuda Indonesia dan BUMN lainnya,” pungkasnya.

 

(*)