Liputan6.com, Jakarta Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) senilai Rp 1,7 triliun untuk Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020 - 2024, telah disampaikan oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto.
Anggota Komisi I DPR FPAN, Farah Puteri Nahlia menyebut anggaran tersebut luar biasa besar. Oleh karena itu, Fraksi PAN menolak rencana Kemenhan berhutang sebesar Rp. 1,7 triliun untuk pembelian alutsista tersebut.
Baca Juga
“Pembelian Alpalhankam dengan anggaran sebesar itu tergesa-gesa dan belum terencana secara matang karena dalam pertahanan kita perlu membaca visi menjadi strategi lalu menjadi doktrin pertahanan untuk membuat roadmap yang sesuai dengan Nawacita. Dengan pembacaan ancaman yang tepat dan komprehensif, kita dapat mengetahui kebutuhan alutsista apa saja yang perlu dan mendesak,” katanya pada wartawan, Kamis (3/6/2021).
Advertisement
Saat ini, kata Farah, Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid 19. Upaya penanganan menjadi prioritas utama pemerintah agar ekonomi kita kembali pulih. Upaya menjaga ketahanan ekonomi masyarakat lebih urgen dan mendesak dilakukan tanpa mengurangi penguatan pertahanan militer.
“Anggaran tersebut beresiko membuat utang Indonesia bertambah besar. Apalagi Periode Maret 2021 utang berjalan Pemerintah RI sudah mencapai Rp 6.445,07 trilliun. Jadi, seharusnya setiap pembiayaan negara perlu dihitung konsekuensi logis dan rasionalisasi penggunaannya,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Akui Pinjaman dari Luar Negeri
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) akui rencana pembiayaan yang nantinya digunakan alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) akan menggunakan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri.
"Pembiayaan yang dibutuhkan masih dalam pembahasan dan bersumber dari pinjaman luar negeri," kata Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).
Dia menyebut, nilainya nanti dipastikan tidak akan membebani APBN, dalam arti, tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
"Mengapa? Karena pinjaman yang kemungkinan akan diberikan oleh beberapa negara ini diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil serta proses pembayarannya menggunakan alokasi anggaran Kemhan yang setiap tahun yang memang sudah dialokasikan di APBN, dengan asumsi alokasi anggaran Kemhan di APBN konsisten sekitar 0,8 persen dari PDB selama 25 tahun ke depan," klaim Dahnil.
Advertisement