Sukses

Rizka Anungnata, Pemburu Harun Masiku yang Tersingkir karena Tes Wawasan Kebangsaan KPK

Saat awal menjadi penyidik, Rizka diberikan kesempatan membantu seniornya, Novel Baswedan. Kini, setelah 10 tahun di KPK, dirinya disebut tidak memiliki wawasan kebangsaan lantaran tes yang dia sebut hanya akal-akalan pihak tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Rizka Anungnata, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkap kasus korupsi besar bersama tim penyidik lainnya, turut tersingkirkan dari lembaga antirasuah.

Rizka dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) bersama 74 pegawai KPK lainnya.

Rizka merupakan mantan Polisi yang memilih mengabdi di lembaga yang ditakutkan para koruptor. Rizka merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1999. Setelah 12 tahun lamanya menjadi anggota Polri, Rizka memutuskan menjadi penyidik di KPK.

Saat awal menjadi penyidik, Rizka diberikan kesempatan membantu seniornya, Novel Baswedan. Kini, setelah 10 tahun di KPK, dirinya disebut tidak memiliki wawasan kebangsaan lantaran tes yang dia sebut hanya akal-akalan pihak tertentu.

"Saya Akpol 1999, masuk KPK 2011, hampir 10 tahun (di KPK) yah, kemudian 2012 saya mengundurkan diri (dari Polri), tapi baru diakomodir oleh Mabes 2014-an, karena proses administrasi. Tapi saya sudah menjadi pegawai tetap (di KPK) ya 2012 itu, tapi saya mendapatkan pensiun (di Polri) 2014," ujar Rizka mengawali perbincangan dengan Liputan6.com, Kamis (3/6/2021) malam.

Dia mengaku ingin mengabdi di KPK lantaran tak mau saat bertugas mendapat intervensi dari pihak mana pun. Setidaknya, apa yang dia lakukan sebagai penyidik, murni karena penegakkan hukum.

"Saya ingin melakukan tugas tanpa intervensi sesuai dengan rule-nya penyidikan. Apa yang menjadi tugas dan tanggungjawab saya, di situ kalau misalnya, kayak saya memilih menjadi pegawai tetap kayaknya lebih mandiri, independen-lah bahasanya," kata dia.

Terbukti, selama proses pengunduran diri dari Polri, dia diberikan kesempatan menangani kasus besar yang menjerat Kakorlantas Polri saat itu, yakni Irjen Djoko Soesilo pada 2012. Kasus korupsi similator SIM itu dia tangani bersama seniornya, Kasatgas Novel Baswedan dan tim penyidik lainnya.

"Penyidikan yang pernah saya tangani bersama tim penyidik lainnya, pertama kasus simulator SIM, itu pada saat proses (menjadi pegawai KPK) saya menangani simulator," kata dia. 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Tandem Novel Baswedan, Tahu Dimana Harun Masiku

Rizka mengaku, hingga tahun 2016, dirinya kerap bekerja bersama Novel Baswedan. Rizka saat itu masih menjadi anggota satgas yang dipimpin oleh Novel. Pada tahun 2016 itu juga lah dirinya diberikan kesempatan menjadi Kasatgas.

Seperti saat menangani kasus korupsi mafia hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjerat Hakim MK saat itu, Akil Mochtar, dia masih menjadi anggota satgas yang dipimpin Novel Baswedan.

"Kasus pengadaan alquran, kasus yang melibatkan Mafia Hukum di MK Akil Mochtar, bareng Bang Novel, saya selalu tandem sama beliau, kasus yang melibatkan pengadaan e-KTP juga," kata dia.

Sejak awal pengusutan kasus megakorupsi e-KTP hingga menyeret Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto, Rizka mengaku kerap menemani Novel Baswedan dalam bekerja. Dalam beberapa kesempatan perbincangan dengannya, Rizka selalu menyatakan penanganan kasus di KPK bukan pekerjaan individual, melainkan kerjasama sebuah tim.

"Iya bersama, kami tim, kami bekerja sebagai tim. Karena sejatinya memang kita bergerak bersama-sama sebagai satu kesatuan tim," kata dia.

Rizka menyebut, kasus besar lainnya yang turut dia tangani adalah kasus yang melibatkan Ratu Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan.

Rizka juga salah satu penyidik yang menangani kasus mafia hukum di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Sekretaris MA Nurhadi. Dari awal kasus hingga pengembangannya dan menyeret nama Nurhadi, Rizka mengaku dia dan tim penyidik lainnya yang mengusut.

Terkait dengan gelaran operasi tangkap tangan (OTT), Rizka mengaku dirinya dan tim yang mengungkap adanya korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dia dan tim penyelidik lainnya mengungkap adanya tindak pidana suap ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur di KKP.

Rizka dan tim yang menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo beserta istrinya, Iis Rosita Dewi dan jajaran di KKP dari Bandara Soetta menuju markas antirasuah. Edhy ditangkap usai lawatannya ke Amerika Serikat.

"Kasus benur, saya dan tim penyelidik yang menangkap di Bandara Soetta," kata dia.

Rizka juga merupakan Kasatgas yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan ke lembaga antirasuah melalui OTT. Namun nahas, saat operasi senyap ini, Rizka dan tim penyelidik lainnya harus kehilangan calon anggota legislatif Fraksi PDIP Harun Masiku.

Padahal, saat itu buruannya, Harun Masiku sudah terdeteksi keberadaannya. Namun Rizka tak mengungkap di mana keberadaan Harun Masiku saat itu. Kini Harun Masiku menjadi buronan KPK.

Lembaga antirasuah juga sudah berkirim surat ke Interpol agar mengeluarkan red notice terhadap Harun Masiku.

"Kasus OTT-nya Harun Masiku, tapi saya bukan penyidiknya, saya penyelidik yang OTT-nya," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Tangani Kasus Korupsi Benur Edhy Prabowo

Tak hanya itu, dia juga salah satu penyidik yang mengungkap kasus suap terhadap penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju. Dalam kasus ini juga menjerat Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

"Terakhir itu kasus yang melibatkan Wali Kota Tanjungbalai dan Stepanus Robin Pattuju," kata dia.

Dalam akun Twitter pribadi Novel Baswedan menyebutkan jika yang mengungkap kasus ini adalah penyidik Ambarita Damanik, Rizka Anungnata, Yudi Purnomo Harap, dan Novel sendiri.

Namun sayang, keempatnya merupakan penyidik yang tak lulus TWK dan tak diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada 1 Juni 2021 kemarin.

Dalam kasus yang menjerat Robin dan Syahrial ini, terseret juga nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Lili disebut berkomunikasi dengan Syahrial saat berkas kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Tanjungbalai berada di atas meja kerjanya. Namun Lili pernah membantahnya.

Kini, Rizka yang tengah menangani kasus besar dengan melibatkan orang-orang besar ini dibebastugaskan melalui Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri. SK tersebut tertanggal 7 Mei 2021.

Untuk kasus benur, jika masih memiliki kewenangan di penyidikan, menurut Rizka masih ada potensi muncul para pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban untuk dinaikkan ke penyidikan.

Namun apalah daya, dirinya dianggap tak bisa dibina dan mendapat nilai merah dalam TWK. Dia harus memberikan tugas dan tanggungjawabnya sebagai penyidik kepada pimpinannya di Kedeputian Penindakan, Irjen Pol Karyoto.

"Di (kasus) benur saja, itu kan penyuapnya baru satu tuh (yang jadi tersangka), Suharjito, sementara masih ada 42 perusahaan lain yang menyuap, harapannya dari pengadilan nanti ketika dia divonis penerimanya Edhy, Edhy Prabowo itu menerima dari berbagai macam pemberi, perusahaan-perusahaan itu. Itu insyaallah pasti naik (ke penyidikan), ya kan, 42 perusahaan," kata Rizka.