Liputan6.com, Jakarta Pembatalan Haji tahun ini menjadi salah satu topik yang dibahas oleh semua lapisan masyarakat bahkan mengenai dana haji juga tak luput dibicarakan. Untuk dana haji, pemerintah membuat Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang tertuang dalam Undang - Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang dijalankan mulai 17 Oktober 2014.
Badan tersebut mengamanatkan bahwa pengelolaan keuangan haji mesti berasaskan pada prinsip syariah, kehati -hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.
Baca Juga
Berdasarkan laporan keuangan 2019 yang dipublikasikan, sejak resmi dibentuk pada 2017 dan beroperasi setahun kemudian, BPKH terus mengalami peningkatan dana yang dikelola. Hingga akhir 2019 posis idana kelolaan sudah mencapai Rp124,32 triliun. Jumlah ini meningkat Rp11,97 triliun dari posisi akhir 2018 yang masih tercatat sebesar Rp112,35 triliun.
Advertisement
Peningkatan tersebut, dikontribusikan oleh penambahan jumlah pendaftar baru calon Jemaah haji yang secara akumulatif sepanjang Januari – Desember 2019 sebanyak 748.114 orang.
Jumlah itu terbagi atas calon Jemaah haji regular sebanyak 731.563 orang dan 16.551 calon jemaah haji khusus. Catatan pendaftaran baru calon Jemaah haji tersebut mencapai 115,09% dari target total 2019 sebanyak 650.000 orang.
Lantas bagaimana penggunaan dana sebesar itu selama ini? Mari simak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2018 yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 34 Tahun 2014.
Pada pasal 27 ayat (2) dari PP tersebut menyatakan bahwa selama 3 tahun sejak BPKH dibentuk, pengeluaran keuangan haji dalam rupa penempatan pada produk perbankan syariah atau lazim disebut bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS -BPIH), paling banyak 50 persen dari total penempatan dan investasi keuangan haji.
Dari laporan keuangan tadi bisa diketahui bahwa alokasi dana haji terkonsentrasi sebesar 43,68 persen pada penempatan dana di deposito BPS-BPIH. Jika diuangkan persentase itu sama dengan Rp54,30 triliun. Sisanya, Rp70,02 triliun atau 56,32% ditempatkan pada investasi.
Patut pula disimak, untuk penempatan dana di bank syariah, BPKH telah mendapat penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan melihat data ini, bisa dipastikan bahwa distribusi penempatan dana BPKH sudah sejalan dengan rambu yang digariskan pemerintah.
Patut pula disimak, untuk penempatan dana dibank syariah, BPKH telah mendapat penja minan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). BPKH dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 74/P Tahun 2017 sehingga dalam 3 tahun pertama dengan komposisi penempatan dan investasi sebesar 50 persen berbanding 50 persen berada antara 7 Juni 2017 hingga 7 Juni 2020. Kondisi persentase sama kuat itu telah mampu direalisasikan oleh BPKH pada Mei2019.
Selanjutnya, masih berdasarkan amanah PP Nomor 5 Tahun 2018, khususnya Pasal 27 ayat (3), disebutkan bahwa selepas 3 tahun BPKH terbentuk, pengeluaran keuangan haji dalam bentuk penempatan produk perbankan Syariah maksimal 30 persen dari total penempatan dan investasi. Kondisi distribusi penempatan dan investasi sebesar 30 persen berbanding 70 persen diharapkan dapattereali sasi paling lambat tahun ini.
Subsidi biaya
Kepala BPKH Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa penempatan dan investasi diatas bertujuan untuk menghasilkan nilai manfaat yang akan digunakan untuk menutup kekurangan penyelenggaraan ibadah haji setiap tahun tahunnya, atau lebih dikenal dengan istilah subsidi biaya penyelengaraan haji
“Ada rambu di UU 34/2014 dan PP 5/2018. Semua instrumen penempatan dan investasi harussyariah. Sekarang banyak tersedia di pasar instrument yang berbasis Syariah sehingga dijamin bebas riba,” tuturnya.
Terkait risiko investasi, lanjut Anggito, untuk tahap awal BPKH memulai dengan investasi yang berisiko rendah seperti portofolio yang diterbitkan oleh pemerintah, hingga investasi dengan risiko menengah yakni sukuk yang diterbitkan oleh korporasi.
“Ke depan BPKH terus mengembangkan diri untuk masuk ke tingkat risiko yang lebih tinggi tapi managable sehingga bisa mendapatkan nilai manfaat lebih tinggi tetapi tingkat risikonya juga masih bisa dikendalikan,” ujarnya.
Anggota menambahkan, sebenarnya pada 2020 ini, BPKH sudah harus merealisasikan investasi properti berupa kepemilikan hotel di Arab Saudi yang nantinya bisa dimanfaatkan oleh Jemaah haji asal Indonesia. Akan tetapi rencana itu diundur hingga 2021 lantaran merebaknya pandemi Covid -19.
Nilai manfaat
Sementara itu,terkait nilai manfaat, berdasarkan laporan keuangan diketahui bahwa pada 2019 mencapai Rp7,37 triliun. Angka ini melewati target 2019 sebesar Rp7,22 triliun, atau secara persentase mencapai 102,08%. Nilai manfaat tersebut diperoleh dari hasil penempatan BPS -BPIH yaitu sebesar Rp2,98 triliun dan hasil investasi sebesar Rp4,39 triliun, termasuk pengelolaan dana abadi umat (DAU). Perolehan nilai manfaat ini meningkat sebesar29,30% dibandingkan dengan perolehan pada 2018 sebesar Rp5,70 triliun.
Patut diketahui, penggunaan nilai manfaat hasil pengelolaan keuangan haji sebenarnya tidak hanya untuk mendukung BPIH, tetapi juga akan di distribusikan kepada Jemaah tunggu melalui rekening virtual yang nantinya akan diperhitungkan dengan kewajiban setoran lunasnya.
Proporsi nilai manfaat pada 2019 yang didistribusikan ke rekening virtual calon haji jemaah tunggu telah ditetapkan sebesar Rp1,08 triliun pada 17 Maret 2020. Sementara untuk nilai manfaat tahun ini, meningkat menjadi Rp2 triliun atau 28 persen, bagi Jemaah batal dan jemaah tunggu.
Selain pengelolaan dana haji, BPKH juga bertugas melakukan pengelolaan DAU yang nantinya disalurkan dalam bentuk program kemaslahatan umat. Untuk 2019 sudah terserap Rp156,54 miliar, dengan realisasi Rp131,48miliar, telah digunakan sebagai pelayanan ibadah haji termasuk di dalamnya sebesar Rp120 miliar untuk penambahan fasilitas akomodasi jemaah lanjut usia di Arab Saudi.
Sasaran dari program ke maslahatan ini adalah pendidikan dan dakwah sebesar Rp3,96 miliar; sarana prasarana ibadah Rp6,49 miliar; kesehatan Rp13,78 miliar; dan sosial keagamaan Rp840 juta yang pendistribusiannya juga mempertimbangkan pemerataan lokasi geografis yang mencakup 15 provinsi di seluruh Tanah Air.
Prestasi
Dalam menjalankan amatan dana haji tersebut, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) meraih Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Audit ini menunjukkan laporan keuangan BPKH dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik berdasarkan bukti-bukti audit.
Pencapaian tertinggi untuk kualitas Laporan Keuangan dari BPK ini membuktikan Badan pengelola Keuangan haji (BPKH) telah melaksanakan tata kelola keuangan haji secara transparan dan akuntabel sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga seluruh dana haji aman dalam pengelolaan BPKH.
Sejak dibentuk tahun 2017, Laporan Keuangan pertama yang langsung memperoleh Opini WTP ini semakin menambah kepercayaan publik untuk mendukung target investasi BPKH selanjutnya. BPKH berkomitmen untuk melaksanakan penyelenggaraan tata kelola keuangan sesuai dengan prosedur-prosedur yang berlaku.
(*)