Liputan6.com, Jakarta Aliansi nasional reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebut, pelaksanaan sosialisasi RUU KUHP oleh pemerintah, tidak ada pelibatan dari elemen masyarakat sipil, pihak kritis maupun pihak yang akan terdampak keberlakuan produk hukum tersebut.
Aliansi merinci, pihak-pihak tersebut adalah, kelompok masyarakat adat, kelompok rentan, dan pihak lintas sektor diluar hukum pidana.
"Pasca sosialisasi di tiap kota tersebut pun tidak pernah diinformasikan inventarisasi hasil masukan masyarakat dari setiap kegiatan dan tindak lanjutnya," kata aliansi melalui siaran pers tertulis, Selasa (8/9/2021).
Advertisement
Aliansi berpandangan, sosialisasi dilakukan pemerintah hanya bersifat searah dan bukan untuk menjaring dan menindaklanjuti masukan masyarakat. Bahkan, 24 poin permasalahan RUU KUHP yang telah dipetakan masih ada, tidak diperbaiki.
Disebut kondisi jelas kontras dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menunda mengesahkan RUU KUHP. Yang salah satunya untuk melakukan pendalaman materi.
Aliansi pun mendesak, agar pemerintah bisa membuka pembahasan RUU KUHP secara transparan, perluasan pembahas dan para ahli yang kritis untuk perbaikan.
"Ini perlu dilakukan sebagai jaminan bahwa RKUHP adalah proposal kebijakan yang demokratis," demikian.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Aliansi Nasional Reformasi KUHP
Sebagai informasi, Aliansi Nasional Reformasi KUHP terdiri dari ICJR, ELSAM, AJI, LBH Pers, Imparsial, KontraS, ICW, HuMA, PBHI, LeIP, LBH Jakarta, PKBI, PSHK, Arus Pelangi, HRWG, YLBHI, SEJUK, LBH APIK, LBH Masyarakat, MaPPI FHUI, CDS, ILR, ICEL, Rumah Cemara, WALHI, Jatam, YPHA, Ecpat Indonesia, ILRC, Epistema Institute.
Kemudian ada Yayasan Kesehatan Perempuan, Aliansi Satu Visi, PKNI, PUSKAPA, AMAN Indonesia, AMAN Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, JKP3, OPSI, Pusat Kajian Gender dan Seks UI, Institut Perempuan, Lintas Feminis Jakarta, Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia, Pusham UII, OHANA, SEHATI Sukoharjo, Greenpeace Indonesia, SAFEnet, IJRS, Pamflet.
Advertisement