Liputan6.com, Jakarta Penjualan tas anyaman plastik anyaman di Kediri, Jawa Timur sempat merosot akibat pandemi Covid-19. Namun kini para perajinnya mulai bangkit lagi.Â
Ya, kini para perajin tas anyaman plastik mengaku kewalahan melayani pesanan dari luar Pulau Jawa. Itu karena mengikuti manfaat promosi medsos ala Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, #LapakGanjar.Â
Baca Juga
Seperti yang dialami perajin tas anyaman plastik, Riatul Laili. Warga Dusun Ngandong, Desa Nanggungan, Kayen Kidul, Kediri ini mengungkapkan, sejak Covid-19, pesanan tasnya merosot hingga 50%.
Advertisement
Putar otak, ia akhirnya memberanikan diri ikut promosi di #LapakGanjar. Melalui akun pribadinya @ria.nanggungan2233, ia memamerkan foto tas anyaman plastik model de coupage, dan menandai akun @ganjar_pranowo. Foto unggahannya itu, kemudian di-repost oleh Ganjar, di edisi #LapakGanjar17.
"Kami berusaha untuk maju dan pengin besar, lalu kami ikut LapakGanjar. Setelahnya DM (Direct Message-Pesan Langsung) lewat Instagram pun bermunculan, sampai kami kewalahan memenuhi kebutuhan luar kota," paparnya, Sabtu (12/6).
Diceritakan Ria, sebelum berjualan di LapakGanjar, yang meminati produk tas anyamannya hanya sekitar Kediri. Namun, setelahnya mulai ada pesanan dari Sulawesi, Bali, bahkan sampai Vietnam.
Â
Ia bersyukur akan berkah tersebut. Namun sayangnya, lini produksi yang diperkuat 10 orang, hanya mampu menghasilkan 50 tas anyaman setiap harinya. Akibatnya, ia tak mampu melayani pengiriman ke luar kota dalam jumlah besar.
"Antusiasnya begitu besar karena dari luar kota, dari luar negeri, dari luar pulau pun ada. Kami tak dapat memenuhi pemasaran. Di luar pulau masih sedikit capai target. Tapi kami sudah sempat mengirim ke Sulawesi 300 tas, ke Bali 200 tas, dan Vietnam 50 tas," paparnya.
Ria berujar, usahanya berawal dari pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Nanggungan. Dari situ, ia kemudian mengajari dan merekrut tetangga kanan kirinya, sebagai pekerja.
Produknya, mulai dari anyaman jenis deco, suvenir hajatan tas dari anyaman daun jali. Harganya, dipatok mulai dari Rp 6.000 sampai termahal Rp 60 ribu per tas.
Usahanya mulai berkembang, namun Covid-19 membuat bisnis rumahan itu redup. Pesanan turun, lini produksi pun mulai berkurang.
"Kita kan ingin memberdayakan ibu-ibu di sini. Bisa menghasilkan meskipun sedikit bisa untuk jajan, kita juga pingin bantu keuangan keluarga. Namun karena pandemi, kita terhalang pemesanan turun drastis di bawah 50 persen," ungkap Ria.
Dia mengaku syukur, akan hasil tersebut. Ia pun mengajak sejawatnya para perajin di Jawa Timur, tidak patah arang menghadapi dampak pandemi. Manfaatkan medsos, seperti instagram atau facebook untuk menawarkan dagangan.
Â
(*)