Liputan6.com, Jakarta - Saat sidak, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kaget bukan kepalang. Ia melihat empat pasien covid-19 terbaring lemah di tempat tidur yang diletakkan di depan IGD RSUD Kartini Jepara.
Tak ingin jadi masalah, Ia pun memerintahkan agar pasien segera dipindahkan ke rumah sakit yang kamar perawatan covid-19nya masih tersedia.
"Lho nggak bisa seperti ini Kak, ini bahaya. Bapak masih punya ruangan kosong tidak? Kalau tidak, langsung cari rujukan ke rumah sakit lain," perintah Ganjar, Selasa 15 Juni 2021 lalu.
Advertisement
Jepara menjadi salah satu daerah yang masuk zona merah covid-19. Pasien covid-19 melonjak tajam di Kota yang terkenal dengan kerajinan ukiran kayunya itu. Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit sudah tidak mampu lagi menampungnya. Bahkan saking membludaknya, banyak pasien Covid-19 yang belum tertangani dengan baik.
Dalam beberapa pekan belakangan, zona covid-19 memang terus merangkak naik. Tercatat kini sudah ada 29 daerah yang masuk kategori berisiko tinggi terhadap virus covid-19. Angka ini berdasarkan data Satgas Covid-19, Rabu (16/6/2021).
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Ede Surya Darmawan menilai, peningkatan zona merah di Indonesia merupakan buah dari menurunnya kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Bahkan sikap jaga jarak dalam prokes itu kerap diabaikan.
"Sebenarnya pesan ke mobilitas dan menghindari kerumunan itu kalau menjaga jaraknya benar, itu selesai. Oke, naik satu bus, tapi jaraknya dua meteran, berarti busnya kosong. Dalam arti di busnya kerumunan juga enggak ada," ujar Ede saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (16/6/2021).
"Ketidaktaatan masyarakat menerapkan 3 M inilah yang persoalan utama sehingga kasus meledak, dari mana? Ya kita sama-sama paham ya. Habis liburan Idulfitri, terus sowan-sowan ke sana kemari terus kasus meningkat," dia menambahkan.
Selain itu, Ede menilai pemerintah juga tidak serius menjalankan tracing, testing, treatment (3T). Ia meyakini jika 3T dijalankan dengan benar, kasus mutasi baru yang menyerang sejumlah daerah Indonesia akan terdeteksi lebih awal.
"Kelambanan-kelambanan inilah yang mengakibatkan kasus kemudian meledak di akhir-akhir ini. Yang kita khawatirkan adalah ketidakmampuan pelayanan kesehatan, yang kedua kasus ini berlanjut terus. Nah ini yang mestinya ada upaya lebih ketat. Enggak ada salahnya kok kita kembali ke awal, stay at home lagi. Karena sudah kadung seperti ini," ujar dia.
Ede pun mempertanyakan keefektifan kebijakan PPKM mikro yang diterapkan di seluruh provinsi Indonesia. Ia menilai langkah tersebut tidak memiliki implikasi berarti dalam menekan penyebaran covid-19 di daerah.
"Nah pertanyaannya ada kebijakan baru PPKM mikro diterapkan di seluruh provinsi. Saya mau tanya wujudnya apa, kan gitu? Kok enggak ada bedanya? Itu persoalannya kita ini akhirnya bermain di level diksi, bukan di level aksi. Menyampaikan diksi baru lagi, tapi aksinya tuh enggak ada bedanya," ujar dia.
Pemerintah memprediksi lonjakan kasus covid-19 akan mencapai puncaknya pada Juli 2021. Namun menurutnya, lonjakan itu bisa saja terjadi jika tak ada yang mampu menahannya.
"Menahannya gimana? Menahannya itu tadi masyarakatnya disiplin, lalu pemerintahnya segera lakukan 3T-nya secepatnya. Kasus secepatnya temukan, jadi kalau standarnya satu kasus itu potensi menularkan kepada 30 orang, temukan secepatnya. Misalnya dalam 24 jam ketemu, lalu langsung dites, berapa yang positif," terang Ede.
Jika dari 30 ada 15 orang yang positif covid-19, kata dia, kemudian 15 yang terpapar ini harus jelas penanganannya. Selanjutnya sisanya yang tidak positif, perlu diingatkan agar tetap waspada lantaran sudah melakukan kontak langsung.
"Nah yang positif segera obati, segera isolasi supaya enggak berkeliaran ke mana-mana. Dan mereka yang menunggu hasil testing, dia mesti disiplin," ujar Ede.
Dia mengungkapkan kendala dalam penerapan 3T. Menurutnya, ini tak lepas dari alat yang digunakan serta prosesnya yang juga membutuhkan waktu.
"Nah ini memang apakah harus dilakukan proses yang lebih singkat. Misalnya alat itu bisa 6 jam kenapa enggak 6 jam? Nah dalam 6 jam itu ada berapa spesimen yang diperiksa. Itu yang barangkali yang dipertegas. Atau kalau alat itu sudah lama, ya harus di-update dengan alat baru," ujar dia.
Untuk mengendalikan agar zona merah tak meluas, ia menyarankan agar masyarakat tetap berada di rumah. Dengan begitu, tidak ada potensi untuk tertular dan menularkan.
"Ya enggak mau lockdown ya (kembali) stay at home, diam di rumah semua. Itu sebenarnya kuncinya," ucap dia.
Ia yakin ekonomi Indonesia akan mampu bangkit jika pandemi covid-19 dapat tertangani dengan baik. Karena itu, kebijakan yang bersifat penanganan covid-19 harus dimaksimalkan dan didukung sepenuhnya agar wabah ini lekas pergi dari bumi Pertiwi.
"Lihat presentasi BI. BI mengutip, slide pertamanya itu mengutip kesukesan China dalam menumbuhkan ekonomi. Nah dalam ekonomi itu syarat pertamanya apa? Karena China mampu menangani kasus Covid. Pertanyaannya kenapa enggak itu yang kita lakukan, kan gitu," terang Ede.
"Jangan (beranggapan) 'oh menangani Covid nanti ekonomi parah', pertanyaannya simpel, memangnya ekonomi bisa jalan sendiri? Enggak bisa. Ekonomi kan barang itu bisa jalan kalau subjeknya bisa menggerakkannya. Pelaku ekonominya terancam Covid ya enggak bisa," dia mengimbuhkan.
Yang terpenting lagi, kata Ede, para pemimpin juga harus konsisten dalam menerapkan kebijakan terkait penanganan covid-19 ini. Jangan sampai ada diskriminasi kebijakan saat diterapkan di lapangan.
"Seharusnya mereka memberikan contoh. Yang barangkali masyarakat ingin dengar 'sekian warga dari mana, dipulangkan, ditolak di bandara', kan begitu sebenarnya. Itu kan yang barangkali diharapkan, sehingga mereka melihat oh negara ini tegas. Bukan hanya kepada rakyatnya," terang dia.
Karena bila aturan itu tidak ditegakkan kepada semua orang, akan muncul ketidaktaatan masyarakat terhadap peraturan itu sendiri.Â
"Padahal kan bagi urusan negara ini kan maha penting, bukan lagi sangat penting. Apa buktinya? kita sudah satu tahun setengah, urusan negara kan jadi semuanya terhenti, semua kita tidak lagi bisa fokus. Ini barangkali yang mesti diberesin," demikian Ede.
Sementara Epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono menyebut, keberadaan zona merah covid-19 di sejumlah daerah Indonesia masih bersifat dinamis. Kendati begitu, penambahan zona merah COVID-19 saat ini cukup banyak dibanding pekan sebelumnya, yang mana baru berjumlah 17 kabupaten/kota.
Zonasi wilayah dari Satgas COVID-19 dilihat berdasarkan 3 indikator, yaitu indikator epidemiologi, surveilans, dan pelayanan kesehatan.
"Pergerakan zonasi, yang masuk zona merah, mungkin itu dinamis ya. Kalau kasus COVID-19nya meningkat, kemudian pelayanan kesehatan buruk, akan menjadi zona merah," jelas Yunis kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (16/6/2021).
"Kemudian bisa juga daerah lain yang tadinya zona oranye menjadi merah. Lalu yang zona merah geser ke kuning oranye."
Perihal zonasi wilayah, menurut Yunis, tidak ada yang beda. Misal, daerah yang masuk zona hijau, belum tentu hijau. Yang paling penting adalah penegakan penanganan pengendalian COVID-19.
"Zonasi merah, oranye buat saya sama saja. Lalu yang kuning dan hijau, belum tentu hijau. Daerah-daerah tersebut urgensi (penanganan COVID-19) belum kuat," lanjutnya.
Untuk pengendalian COVID-19 bagi daerah zona merah, Tri Yunis Miko Wahyono menilai tergantung langkah sasarannya. Apakah penanggulangan COVID-19 secara umum di seluruh Indonesia atau strategi menghadapi varian virus Corona baru.
"Menurut saya, itu dua hal yang berbeda penanganannya. Begitu ada varian virus Corona baru, kita harus lebih intensif, kemampuan testing, deteksi, tracing harus ditingkatkan di daerah yang ada varian baru atau diduga varian baru," katanya.
"Jadi, kalau ada varian baru ditelusuri bagaimana indikator epidemiologi harus dikembangkan, sehingga varian Alpa (B.117) yang sudah ada di Jakarta, varian Delta (B.1617.2) Bangkalan, Madura itu harus benar-benar dikendalikan agar tidak menyebar ke tempat lain."
Selain itu, lanjut dia, respons pengendalian COVID-19 terhadap adanya varian baru virus Corona juga harus tepat.
"Semua daerah harus seperti itu. Bila respons pengendalian kurang tepat, menurut saya, varian baru Corona akan menyebarluas ke daerah lain," imbuh Yunis.
Peningkatan zona merah di sejumlah daerah Indonesia tentunya akan membuat tenaga kesehatan kewalahan menanganinya. Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban, tidak mudah mengatur jam kerja nakes lantaran harus sesuai aturan yang ada.
"Mengatur pola kerja nakes agar enggak kewalahan ada aturan umumnya seperti jam kerja mingguan. Namun memang kenyataannya tidak semudah itu karena RS mulai kekurangan SDM karena rumah sakitnya penuh. Jadi ini akan membuat lingkaran yang buruk karena nakes berkurang dan mengakibatkan jam kerja nakes jadi bertambah," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (16/6/2021).
Prof Zubairi melanjutkan, penambahan tenaga medis dari wilayah lain juga pernah dilakukannya. Namun langkah itu terkendala dengan anggaran operasional.
"Sudah, di Kudus misalnya. Tapi ada kendala, seperti anggaran oprasional kendaraan dan makan dll, jadi ada kendala di insentif itu," ungkap dia.
Untuk itu, menurut dia, satu-satunya cara agar zona merah tidak merembet ke daerah lain adalah adanya ketegasan dari pemerintah. Apapun istilahnya kebijakan yang diambil pemerintah, menurutnya akan sia-sia tanpa adanya keseriusan dalam penerapan di lapangan.
"Standar saja. Sudah tahu harusnya, pertama batasi mobilitas, mau apa pun (namanya) PPMK, PSBB, Lockdown istilahnya asalkan tegas," demikian Zubairi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Rem Darurat di Zona Merah
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengungkap tingkat bed occupancy rate (BOR) atau keterisian tempat tidur rumah sakit rujukan terkait Corona di 15 kabupaten dan kota di Indonesia. BOR di 15 daerah itu melebihi 65 persen.
Keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 paling tinggi terjadi di Grobogan, Jawa Tengah, yakni mencapai 93,65 persen.
"Grobogan di Jawa Tengah mengalami kenaikan kasus paling tinggi yaitu 2.803 persen dengan BOR hingga mencapai 93,65 persen," kata Wiku, Rabu (16/6/2021).
Tingkat keterisian ini disusul Kota Semarang yang mencapai 93,38 persen. Kemudian Bandung Barat menyentuh angka BOR rumah sakit 88,33 persen.
"Bandung Barat mengalami kenaikan kasus 56 persen dengan BOR mencapai 88,33 persen," jelasnya.
Sementara rumah sakit rujukan Covid-19 di 12 kabupaten dan kota lainnya memiliki BOR di bawah 87 persen. Daerah tersebut adalah Bangkalan 86,88 persen, Kota Bandung 86,86 persen, Jakarta Pusat 86,11 persen, Demak 82,7 persen.
Selain itu, Jakarta Utara 81,21 persen, Jakarta Selatan 78,08 persen, Jakarta Barat 77,33 persen, Kota Bekasi 73,82 persen, Jepara 73,33 persen, Sleman 67,37 persen, Kota Depok 66,16 persen, Jakarta Timur 58,02 persen.
Sementara itu, sebaran Covid-19 di Kota Cirebon yang dianggap masin tinggi membuat pemerintah setempat menarik rem darurat. Hal tersebut sesuai arahan dari Pemprov Jawa Barat berdasarkan hasil evaluasi Covid-19.
Sekda Kota Cirebon Agus Mulyadi mengatakan, arahan rem darurat juga menindaklanjuti Instruksi Mendagri (Inmen) nomor 13 tahun 2021 tentang PPKM.
"Periode terakhir positif rate sampai 29 persen tapi dua minggu lalu sampai 42 persen berarti ada peningkatan," ujar Agus Mulyadi kepada wartawan, Rabu (16/6/2021).
Menurut dia, tren kenaikan positif covid-19 di Kota Cirebon dari dampak libur Lebaran. Semula diprediksi warga yang akan kembali ke Jakarta pada akhir Mei.
Namun, faktanya banyak warga memilih kembali ke Jakarta setelah penyekatan selesai total. Selain peningkatkan jumlah positif, keterisian kasur di ruang isolasi Covid-19 juga meningkat.
"Bahkan ada pendapat peningkatan sampai bulan Juli. Kami akan menarik rem darurat juga hasil rapat evaluasi dengan pusat dan provinsi kemarin malam dan arahannya Pemprov ya seperti itu," ujar dia.
Kebijakan menarik rem darurat juga berdasarkan data tingkat keterisian ruang isolasi di rumah sakit. Agus menyebutkan, pada tanggal 1 Juni 2021 tren Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisian di Kota Cirebon 39 persen.
Namun, pada tanggal 14 Juni lalu keterisian ruang isolasi meningkat 81 persen. Agus menyebutkan, beberapa rumah sakit yang menyediakan ruang isolasi covid-19 penuh.
"Ada RSD Gunung Jati 77,8 persen, RST Ciremai 95 persen, rumah sakit Putra Bahagia 100 persen. Kondisi ini berjalan dinamis tapi penanganan pasien menjadi bagian dari strategi," ujar dia.
Sementara itu, dari rumah sakit yang menyediakan ruang isolasi, hanya RSD Gunung Jati yang bisa ditambah 37 tempat tidur dari kapasitas yang ada yakni 117 tempat tidur. Tempatnya di ruang Prabu Siliwangi RSD Gunung Jati.
Agus mengimbau agar rumah sakit lain di Kota Cirebon agar menyediakan ruang isolasi covid-19. Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinkes Kota Cirebon agar menyampaikan kepada rumah sakit yang belum menyediakan layanan covid-19.
"Koordinasi jangka pendek ya dan jika tidak bisa sediakan ruang isolasi setidaknya meminta rumah sakit menyiapkan SDM untuk bisa bergabung membantu nakes di RSD Gunung Jati," ujar dia.
Sedangkan jumlah kasus harian Covid-19 di Kota Bogor juga terus bertambah. Penambahan jumlah kasus positif membuat tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit rujukan Kota Bogor ikut meningkat.
Hingga Rabu (16/6/2021) pagi, tingkat BOR di Kota Bogor naik 2 persen atau mencapai 51 persen, setelah periode sebelumnya masih berada di angka 49 persen.
Sedangkan BOR di ruang perawatan dan ICU RSUD Kota Bogor telah mencapai 75 persen atau hampir masuk kategori zona merah. Jumlah pasien Covid-19 di RS milik Pemkot Bogor ini melonjak tajam.
"Tadi malam arus pasien cukup banyak sehingga saya meminta RSUD harus menambah 138 tempat tidur," ujar Wali Kota Bogor Bima Arya Rabu (16/6/2021).
Menurutnya, RSUD Kota Bogor sebelumnya belum pernah menerima jumlah pasien begitu tinggi dalam waktu bersamaan.
Melihat kondisi ini, Pemkot Bogor harus melakukan langkah cepat menekan laju penyebaran Covid-19. Pemkot Bogor juga mengantisipasi penyebaran varian delta yang telah ditemukan di daerah tetangga.
"Apalagi varian baru telah masuk ke Jakarta dan koneksivitas Bogor dan Jakarta sangat erat, jadi sangat mungkin menyebar ke Bogor jika kita tidak mewaspadainya," terangnya.
Bima menerangkan, salah satu penyumbang kasus terbanyak saat ini yakni di sektor pendidikan.
"Ada peningkatan jumlah kasus positif di pesantren Bina Madani dan kasus baru siswa yang tinggal di asrama sekolah boarding school," ucap Bima,
Pada klaster Pondok Pesantren Bina Madani, ada penambahan jumlah kasus positif sebanyak 18 santri. Dengan begitu, kini total ada 93 orang yang positif.
Kemudian, 12 siswa Bintang Pelajar Boarding School yang berlokasi di Cimanggu, Tanahsareal dinyatakan terpapar virus corona, setelah dilakukan tes PCR beberapa hari sebelumnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retro mengatakan penambahan 18 kasus positif baru di Bina Madani ini adalah santri yang dua pekan lalu dinyatakan negatif tes PCR.
"Karena timbul gejala, lalu dites PCR lagi dan hasilnya 18 orang itu dinyatakan positif," ujar Retno.
Sedangkan temuan kasus baru di klaster Bintang Pelajar Boarding School berawal adanya dua siswa yang tinggal di asrama sekolah dinyatakan positif. Setelah dilakukan penelusuran dan pemeriksaan, hasilnya didapati sepuluh orang positif.
Dari sepuluh orang tersebut, satu diantaranya seorang pegawai di sekolah itu. "Jadi total kasus positif di sekolah itu sebanyak 12 orang," kata dia.
Menurutnya, seluruh pelajar yang terpapar kini sudah dibawa pulang oleh orang tuanya masing-masing untuk menjalani isolasi mandiri di rumahnya.
"Semua siswa yang terpapar rata-rata warga luar Kota Bogor," pungkasnya.
Advertisement
Dua Pekan, Zona Merah Kian Bertambah
Virus covid-19 terus menyebarkan sayapnya ke sejumlah daerah Indonesia. Virus yang sudah bermutasi ini semakin 'canggih' dan menggila menyerang para warga sehingga jumlahnya terus bertambah dalam beberapa pekan terakhir.
Pada Jumat 4 Juni 2021, tercatat daerah yang masuk dalam zonasi risiko tinggi atau zona merah covid-19 berjumlah 13 daerah. Namun angka itu melonjak tajam dalam waktu dua pekan.
Dikutip dari data Satgas Covid-19, Rabu (16/6/2021), disebutkan jumlah zona merah saat ini semakin meluas hingga mencapai 29 daerah. Daerah tersebut adalah Sumatera Selatan di Muara Enim dan Kota Palembang. Sumatera Barat di Padang Pariaman, Agam Pasaman Barat, dan Kota Bukittinggi. Riau ada di Kota Pekanbaru dan Rokan Hulu.
Selain itu, Lampung yang berada di Kota Metro. Kepulauan Riau ada di Bintan. Jawa Timur di Bangkalan. Terbanyak di Jawa Tengah, yang tersebar di Wonogiri, Kudus, Grobogan, Tegal, Sragen, Semarang, dan Jepara.
Kemudian juga Jawa Barat di Bandung, dan Bandung Barat. Jambi ada di Tanjung Jabung Barat, Kota Jambi, Muaro Jambi. DIY Sleman terletak di Bantul. Dan Bengkulu ada di Kota Bengkulu.
Tak hanya itu, zona merah lainnya yang ada di Aceh berada di Pidie, Kota Banda Aceh, dan Aceh Tengah.
Pemerintah kemudian memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 28 Juni 2021. Ini dilakukan sebagai langkah pencegahan agar penularan covid-19 tidak semakin meluas.
Sebab data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, tiga minggu usai libur lebaran, kasus covid-19 meningkat pesat mencapai 53,4 persen.
"PPKM Mikro akan diperpanjang untuk tanggal 15 sampai 28 Juni 2021, dan di dalam pengaturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, harus mempertimbangkan perkembangan Zonasi Risiko Wilayah di masing-masing daerah," kata Ketua KPC PEN, Airlangga Airlangga Hartarto, mengutip siaran pers, Minggu 13 Juni 2021.
PPKM mikro kali ini, lanjut dia, berlaku untuk seluruh provinsi di Indonesia. Untuk aturan terkait PPKM mikro, tertuang dalam Inmendagri Nomor 13 Tahun 2021.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa kabupaten/kota berzona kuning dan zona oranye Covid-19 diberlakukan WFH sebesar 50 persen, sedangkan sisanya bekerja dari kantor atau work from office (WFO).
Sementara di zona merah, pegawai yang WFH sebanyak 75 persen dan sisanya bekerja dari kantor. Protokol kesehatan secara lebih ketat juga harus diterapkan para pegawai yang mengantor.
Untuk aktivitas lainnya seperti kegiatan di fasilitas umum juga harus dibatasi maksimal 50 persen. Pengaturan ini ditetapkan oleh Perda atau peraturan kepala daerah (Perkada). Dan pada kegiatan seni, sosial dan budaya yang dapat menimbulkan kerumunan, boleh dibuka dengan maksimal 25 persen pengunjung. Dan tentunya, penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.